Viral Ibu Buang Alat Rajut Putranya karena Lebih Senang sang Anak Main Bola
Viral seorang Ibu membuang alat rajut putranya, ungkap lebih senang sang anak bermain bola seperti anak lelaki pada umumnya.
TRIBUNNEWS.COM - Cerita seorang ibu yang memarahi putranya karena bermain benang dan pita untuk merajut menjadi viral di Twitter.
Ibu tersebut melarang anaknya merajut karena berpandangan, merajut adalah permainan anak perempuan.
Bahkan, ia membuang alat merajut milik sang anak (benang dan pita) yang berusia 11 tahun.
Sang ibu ingin anaknya bermain bola dan layangan seperti bocah laki-laki pada umumnya.
Cerita tersebut dibagikan oleh Tria Novanda Putri dalam akun Twitter-nya pada Senin (29/6/2020) lalu.

Baca: Viral Sosok Ini Berbagi Makan dengan ODGJ, Ungkap Keinginan Merawat: Agar Merasa Hangatnya Keluarga
Hingga Rabu (1/7/2020), cerita miliknya telah di-retweet sebanyak 30 ribu kali dan mendapat 85 ribu like oleh warganet di jagat maya.
Saat dikonfirmasi, Ova, sapaan akrabnya, mengatakan peristiwa tersebut terjadi pada Sabtu, 27 Juni lalu.
Kala itu, keponakannya yang bernama Tama, menangis lantaran alat rajut miliknya dibuang sang ibu.
Ova menceritakan, Tama merupakan anak yang lembut.
Bocah yang duduk di bangku SD itu tidak menyukai permainan yang melibatkan fisik.
Bahkan, dalam pelajaran olahraga, Tama selalu tertinggal dibanding temannya yang lain.
"Dia lebih suka main pita dan benang dan 2 minggu yang lalu dia sudah bisa merajut," ujar Ova dalam cuitannya.

Baca: Setelah Viral, Asal Usul Sosok ODGJ yang Diberi Makan Terungkap: Disebut Depresi Tak Miliki Keluarga
Rupanya, Tama memiliki kemampuan merajut lantaran kerap melihat Ova.
Ova menuturkan, kala itu Tama merengek minta diajari merajut.
"Tapi rajutannya tidak selesai karena dia dimarahi sama mamanya," tutur perempuan berusia 20 tahun ini.
"Menurutku dia punya bakat yang luar biasa dan aku bakal dukung terus Tama untuk belajar hal yang disukainya," tambahnya.
Setelah cuitannya menjadi viral, mahasiswi Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) ini lantas memberi tahu Ibunda Tama.
Awalnya, ibunda Tama tetap bersikeras melarang anaknya bermain benang, pita, dan manik-manik.
Tetapi setelah dibujuk oleh Ova, ibunda Tama sudah lebih bisa menerima 'bakat' anaknya.

Baca: VIRAL Cerita Istri Buatkan Bekal untuk Suami Setiap Hari, Ungkap Belajar Masak Secara Otodidak
Namun, kemarahan sang ibu sempat membuat Tama menjadi sedih dan memilih untuk tinggal bersama neneknya.
"Kondisi sang anak (setelah alat rajut dibuang, red) menangis tidak berhenti selama kurang lebih 1 jam."
"Besoknya dia sedih dan langsung ke tempat Mbah," papar perempuan asal Purbalingga ini.
Lebih lanjut, setelah banyak warganet yang mengetahui cerita Tama, Ova berharap ketika mereka menjadi orang tua, akan lebih peka terhadap anaknya sendiri.
"Harapan saya semoga generasi yang sudah tahu kisah Tama, kelak menjadi orang tua yang berwawasan dan memiliki rasa toleransi, kepekaan, dan kepedulian terhadap anak sendiri," ujar Ova kepada Tribunnews, Rabu (1/7/2020).

Baca: Atasi Kebosanan Saat di Rumah Aja Selama Pandemi dengan Merajut, Simak Cara Mudahnya
Terpisah, psikolog anak, Kurniasih Dwi Purwanti memberikan pendapatnya mengenai hal tersebut.
Menurut Uni, sapaannya, tindakan yang dilakukan oleh ibu Tama kurang tepat.
Pasalnya, belum tentu seorang anak menjadi tidak 'lelaki' hanya karena senang merajut.
"Normal tidaknya seorang anak menurut saya terlalu terburu-buru mendiagnosa hanya dari jenis permainannya saja."
"Kembali lagi, perlu dikaji latar belakang perilaku tersebut hingga menjadi tahu apakah normal atau tidak," ujar Uni kepada Tribunnews, Rabu (1/7/2020).
Melihat reaksi anak yang menjadi sedih, Uni menduga perlakuan sang ibu tidak hanya dilakukan sekali.
Menurut psikolog RSUD dr R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ini, bila hal tersebut sering dilakukan sang ibu, maka bisa menimbulkan trauma.

"Paling tidak jika hal tersebut sering dilakukan oleh sang ibu, anak akan belajar dari hal-hal tersebut."
"Jika dia tidak mendapatkan penjelasan dengan baik, tepat dan benar, anak bisa jadi trauma."
"Paling minim adalah trauma kekerasan verbal oleh ibunya," ungkap Uni yang juga berpraktik di RS Ananda Purwokerto.
Uni juga menuturkan, bakat dan minat anak sejak dini sebenernya sudah bisa dilihat oleh orang tua.
"Walaupun menurut saya semua kebiasaan, bakat dan minat anak sejak dini perlu dikenalkan dari berbagai macam jenis dan kegiatannya."
"Apakah nanti akan konsisten sampai dewasa, perlu juga dukungan dan stimulasi yang baik sehingga terus menetap," pungkas Uni.
(Tribunnews.com/Maliana)