Jumat, 3 Oktober 2025

Tragedi Susur Sungai

UPDATE Susur Sungai SMPN 1 Turi: Anak Tersangka Alami Bullying, Lempar HP saat Tonton Berita Ayahnya

Kasus susur sungai SMPN 1 Turi Sleman, keluarga tersangka mengalami bullying di media sosial. Anak tersangka lempar Hp saat tahu berita ayahnya

Penulis: Daryono
Editor: Wulan Kurnia Putri
TRIBUN JOGJA/HO/Hasan Sakri/PUSDALOPS BPBD DIY
Tiga tersangka kasus tewasnya peserta susur sungai Sempor SMPN 1 Turi Sleman Yogyakarta 

TRIBUNNEWS.COM - Kabar terbaru kasus susur sungai SMPN 1 Turi Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), istri dan anak tersangka mendapatkan bully-an dari warganet.

Bully-an itu bahkan membuat mereka mengalami tekanan psikologis.

Sementara, tersangka menyatakan menolak penangguhan penahanan sebagai bentuk empati kepada korban.

Dirangkum Tribunnews.com, Kamis (27/2/2020), berikut update kasus susur sungai SMPN 1 Turi Sleman:

Keluarga IYA Alami Bully, Anaknya Lempar Ponsel

Kakak sepupu tersangka IYA, AS (58) mengatakan istri dan anak-anak tersangka mengalami tekanan psikologis. 

Tak hanya mendapat bullying di media sosial, anak-anak tersangka juga mendapat penghakiman dari teman-temannya.

Baca: Terusik karena Tersangka Susur Sungai SMPN 1 Turi Digunduli, Sudjiwo Tedjo Singgung Jokowi & Kapolri

Anak-anak IYA yang duduk di kelas 5 dan 6 SD sempat menonton pemberitaan tentang ayahnya di YouTube lewat ponsel.

Mengetahu pemberitaan tentang ayahnya di YouTube, mereka langsung melemparkan ponsel karena ketakutan.

Dampak bullying tersebut, anak tersangka sempat tak mau sekolah.

"Anak-anak beberapa hari tidak masuk sekolah, tapi karena sudah agak tenang, mereka sudah mau ke sekolah diantar eyangnya," terangnya, Rabu (26/2/2020), dikutip dari TribunJogja.

Ketiga tersangka memberikan penjelasan kepada empat pejabat yang datang yakni dinas pendidikan Sleman, Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum DIY serta Biro dan advokasi perlindungan Hukum penegakan kode etik PGRI DIY
Ketiga tersangka memberikan penjelasan kepada empat pejabat yang datang yakni dinas pendidikan Sleman, Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum DIY serta Biro dan advokasi perlindungan Hukum penegakan kode etik PGRI DIY (Tribun Jogja/Santo Ari)

Di sekolah, anak-anak itu juga takut bertemu dengan orang lain.

Beruntung, pihak sekolah mau menemani anak-anak tersebut.

Untuk sementara, keluarga melarang anak-anak untuk memegang ponsel.

"Kami bisa memahami IT yang berkembang, dan viral medsos memang memberikan tekanan psikologis ke anak-anaknya. Bahkan istri IYA ketemu orang juga takut," paparnya.

Istri IYA kini lebih banyak diam dan melamun.

Bahkan saat tidur pun istri IYA kerap mengigau mengkhawatirkan anak-anaknya.

Ia menerangkan bahwa aktivitas keluarga inti dari IYA jadi terganggu gara-gara tekanan ini.

Untuk sementara, mereka diungsikan. 

"Mau tidak mau kita ungsikan, kondisi di sekitar tidak kondusif untuk beberapa saat. Tapi pihak kampung juga ikut membantu ronda, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan," ujarnya.

Baca: Kepala SMPN 1 Turi Jujur Tak Tahu Ada Kegiatan Susur Sungai, Pengamat: Lucu, Kepsek Wajib Tahu

Namun dibalik itu semua, ia menyatakan bahwa keluarga jelas berempati dan turut merasakan kesedihan bagaimana kehilangan anak.

Keluarga sangat mendukung IYA dan mendorong agar bersikap gentleman dan bertanggung jawab.

Mereka menyerahkan sepenuhnya ke proses hukum yang berlaku.

"Saya mewakili tersangka, memohon maaf kepada seluruh keluarga korban. Kami dari keluarga merasakan betapa sedihnya keluarga yang ditinggalkan. Kami memohon maaf sebesar-besarnya, dan belasungkawa sedalam-dalamnya," ujarnya.

Terkait perundungan yang dialami, ia meminta agar seluruh masyarakat bijak dalam melihat kasus ini dan biarkan proses hukum berjalan.

Pihaknya pun tak ada niat untuk melaporkan akun-akun yang melakukan perundungan.

Kuasa Hukum Luruskan soal Alasan Tersangka Tinggalkan Lokasi

Satu hal yang sering dikatakan netizen adalah perihal tersangka IYA yang melarikan diri dan terkesan lempar tanggung jawab saat kejadian.

Kuasa Hukum IYA, Oktryan Makta mengklarifikasi soal IYA yang meninggalkan lokasi kejadian.

"Itu tidak benar. Karena sejurus terjadinya kejadian laka air susur sungai sempor telah hadir di tempat kejadian perkara dan berupa menyelamatkan beberapa siswa-siswi yang menjadi korban," terangnya. 

Kuasa hukum IYA berikan keterangan
Kuasa hukum IYA berikan keterangan (TRIBUNJOGJA.COM / Santo Ari)

Meski demikian, Oktryan mengaku IYA sempat ada kepentingan di luar kegiatan dan harus meninggalkan lokasi.

Saat mendapat informasi ada laka sungai, IYA pun langsung bergegas ke lokasi dan membantu menolong anak-anak. 

Ia juga kooperatif saat diminta keterangan oleh polisi.

"IYA tidak melarikan diri, tak ada maksud melepas tanggungjawab," tegasnya.

Baca: Temui 3 Tersangka Susur Sungai Sempor yang Digunduli, Dinas Pendidikan Sleman Sebut Tak Ada Tekanan

Pihak kuasa hukum pun, tanpa bermaksud memojokan pemangku di sekolah, menyampaikan bahwa kegiatan ini sudah bagian dari kegiatan yang diprogramkan sekolah.

Jadi menurutnya ini bukan tanggungjawab individual

"Sepanjang murid melakukan kegiatan kesiswaan, itu berarti merupakan kegiatan sekolah. Itu bukan kegiatan serta merta atau mendadak. Tapi adanya musibah itu diluar perencanaan yang ada," tuturnya.

Tolak Penangguhan Penahanan

Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sempat menawarkan bantuan untuk penangguhan penahanan kepada tiga tersangka.

Namun, tiga tersangka yakni IYA, R dan DDS menyatakan menolak tawaran itu.

"Mereka mengatakan, kami tidak usah penangguhan penahanan," ujar Ketua Umum PGRI, Unifah Rosidi saat ditemui Kompas.com di Polres Sleman, Kamis (27/02/2020) sebagaimana dikutip dari TribunJogja

Unifah menyampaikan ketiganya menolak tawaran penangguhan penahanan karena merasa harus bertanggung jawab atas peristiwa yang terjadi.

Mereka tetap memilih menjalani proses hukum di tahanan Polres Sleman guna menebus kesalahan.

"Mereka menolak (penangguhan penahanan) sebagai rasa empati kepada keluarga korban," tegasnya.

Baca: Lihat Tersangka Susur Sungai yang Digunduli & Jalan Tanpa Alas, para Guru Protes & Singgung Koruptor

Selain itu, ketiganya juga sangat memahami perasaan para keluarga korban yang telah kehilangan anak mereka dalam kegiatan susur Sungai Sempor.

PGRI menawarkan penangguhan tersebut sebagai organisasi yang melindungi hak-hak anggotanya.

"Itu menunjukan sebuah tanggung jawab, sebuah sikap kesatria yang jarang di miliki dan itulah guru sejati," tandasnya.

Menurutnya setelah mendengar jawaban dari ketiganya, PB PGRI batal untuk mengajukan penangguhan penahanan.

(Tribunnews.com/Daryono) (TribunJogja/Santo Ari)

 
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved