Kisah Miris Siswi SMA di Ende, Ditinggal Pergi Kekasih Usai Serahkan Keperawanan
Pelaku mengiming-imingi korban bahwa akan bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan kepada korban
Namun, sampai awal tahun 2020 ini, MA tak lagi bisa dihubungi.
Keluarga M pun menjadi geram.
Akhirnya pada tanggal 29 Januari 2020 lalu, keluarga M melaporkan hal ini ke Polisi.
"Korban dan pelaku berstatus pacaran. Pelaku mengiming-imingi korban bahwa akan bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan kepada korban," ujar Kasat Reskrim Polres Ende, AKP Lorensius melalui Kanit PPA Reskrim Polres Ende, Aiptu Pua kepada POS-KUPANG.COM, Selasa (18/2/2020).
Baca: Komite II DPD RI Dorong Kementerian Perhubungan Selesaikan Program Kerja Prioritas 2020
Baca: Selingkuh dengan Tetangga, Endang Putuskan Habisi Nyawa Suaminya
Sampai saat ini, Polisi masih memburu MA yang telah berstatus buron tersebut.
Dikatakan, berdasarkan informasi yang dikumpulkan penyidik kepolisian menyebutkan bahwa pelaku MA diketahui menodai pacarnya sebanyak dua kali yakni bulan Oktober dan Desember 2019 di tempat yang berbeda.
Dikatakan meskipun perbuatan pelaku kepada korban bukan dengan cara-cara kekerasan namun karena korban masih dibawah umur maka pelaku tetap menjalani proses hukum.
"Saat ini kasusnya sedang dalam proses lidik karena pelakunya kabur," kata Aiptu Pua.
Aiptu Pua mengatakan, dalam pacaran mereka tidak menjalani pacaran yang sehat atau baik namun terjerumus dalam perbuatan yang semestinya belum layak dilakukan oleh mereka yang belum menikah.
Aiptu Pua menyatakan, hubungan kedua insan berlainan jenis ini didengar oleh orangtua korban yang lantas mencari keduanya karena korban diketahui kabur dari rumah mengikuti pelaku.
Saat dicari ke rumah pelaku orangtua hanya menemukan korban sedangkan pelaku kabur.
"Orangtua korban yang tidak terima atas perlakuan pelaku kepada anaknya lalu melaporkan kejadian kepada polisi," jelas Aiptu Pua.
Dijerat UU Perlindungan Anak
Kasat Reskrim Polres Ende, AKP Lorensius melalui Kanit PPA Sat Reskrim Polres Ended, Aiptu Pua mengatakan, tersangka MA disangka melanggar pasal 82 ayat 1 Undang-Undang RI No 17 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi Undang-Undang Jo pasal 76 e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 atas perubahan UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Atas perbuatannya tersangka diancam dengan hukuman penjara paling tinggi 15 tahun dan paling rendah 5 tahun.