Jumat, 3 Oktober 2025

Mengenang 13 Tahun Gempa Jogja: Sujiman Selamatkan Cucunya yang Patah Kaki di Saat Rumahnya Ambruk

Yang pertama ia lakukan adalah menyelamatkan cucunya, Desti--yang saat itu masih kelas dua SD--dari reruntuhan tembok.

Editor: Dewi Agustina
Tribun Jogja/Ahmad Syarifudin
Tetenger atau monumen yang menjadi episentrum gempa bumi di Kampung Protobayan Desa Srihardono, Kecamatan Pundong, Bantul. TRIBUN JOGJA/AHMAD SYARIFUDDIN 

SUJIMAN bersama istrinya, Rubinem dan keluarganya tinggal di Protobayan, Desa Srihardono, Pundong.
Pedukuhan di sebelah Tenggara Bumi Projotamansari ini menjadi episentrum gempa besar mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta, pada 13 tahun silam tepatnya Sabtu Wage, 27 Mei 2006.

Sujiman dan istirnya Rubinem, telah terbangun dari peraduannya.

Sejak pukul empat dini hari, mereka telah sibuk di dapur menyiapkan aneka masakan.

Sujiman pagi itu telah selesai menanak nasi dan bubur.

Ibu Rubinem memasak sayuran. Pasangan keluarga ini dikenal sebagai penjual nasi dan bubur serta masakan di Kampung Protobayan.

Nasi, bubur dan nampan yang berisi masakan sayur telah siap.

Baca: Pocong yang Meresahkan Warga Pemalang Akhirnya Ditangkap Polisi, Lihat Penampakannya

Satu per satu dibawa dari dapur menuju depan rumah Sujiman untuk dijajakan.

Kala itu, belum genap pukul enam pagi, ketika tiba-tiba bumi di protobayan berguncang hebat.

"Dalam hitungan detik. Rumah saya ambruk. Semua dinding dan gentengnya runtuh," kata Sujiman, menceritakan.

Poster pemain sepak bola yang langsung dipasang di pohon, serta karung bekas yang kembali dikumpulkan untuk alas tidur. Di Dusun Bondalem, Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Bambang Lipuro, Kabupaten Bantul, ini hampir semua rumah telah rata tanah akibat gempa Yogyakarta pada 27 Mei 2006.
Poster pemain sepak bola yang langsung dipasang di pohon, serta karung bekas yang kembali dikumpulkan untuk alas tidur. Di Dusun Bondalem, Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Bambang Lipuro, Kabupaten Bantul, ini hampir semua rumah telah rata tanah akibat gempa Yogyakarta pada 27 Mei 2006. ((KOMPAS.com/AMIR SODIKIN))

Beruntung, Sujiman dan istrinya, Rubinem selamat dari tragedi pagi buta itu.

"Kedua anak saya juga selamat. Cucu saya bernama Desti Novita Sari, patah pada kaki kanannya. Karena keruntuhan tembok," tuturnya.

Saat itu, Sujiman belum tahu persis apa yang terjadi.

Ia menyaksikan detik itu Kampung Protobayan berubah mencekam. Tidak ada kokok ayam pagi. Listrik padam.

Ia melihat semua rumah tetangganya ambruk.

"Sepanjang Sungai Opak, di Kampung Protobayan ini tidak ada rumah yang berdiri. Semuanya ambruk," kenang dia.

Baca: Polwan Polda Maluku Utara Diamankan di Bandara Juanda, Diduga Terpapar Paham Radikal

Sujiman melihat semua anggota keluarganya selamat. Ia bersyukur.

Yang pertama ia lakukan adalah menyelamatkan cucunya, Desti--yang saat itu masih kelas dua SD--dari reruntuhan tembok.

"Ketika tubuh cucu saya angkat. Kaki kanannya kiwir-kiwir, (patah)," terang Sujiman.

Di antara rasa kalut dan panik, ia segera membawa cucunya itu ke pengobatan alternatif sangkal putung. Penyembuhan patah tulang.

Namun tak sanggup. Sujiman lantas melarikan ke Rumah sakit Bethesda.

"Di rumah sakit disarankan untuk dioperasi. Akhirnya saya bawa ke PKU Bantul. Dioperasi disana," cerita Sujiman.

Tetenger atau monumen yang menjadi episentrum gempa bumi di Kampung Protobayan Desa Srihardono, Kecamatan Pundong, Bantul. TRIBUN JOGJA/AHMAD SYARIFUDDIN
Tetenger atau monumen yang menjadi episentrum gempa bumi di Kampung Protobayan Desa Srihardono, Kecamatan Pundong, Bantul. TRIBUN JOGJA/AHMAD SYARIFUDDIN (Tribun Jogja/Ahmad Syarifudin)

Hari Paling Berat

Hari-hari pasca tragedi gempa, menjadi hari yang paling berat.

Sujiman beserta anggota keluarganya, dan warga terdampak lainnya tinggal di barak pengungsian.

Barak ini terletak di gudang bekas kayu di Kampung Protobayan.

Sujiman masih ingat betul, pasca gempa, Sabtu malam hujan turun dengan lebatnya.

"Saya dan keluarga bernaung dibawah tenda, di barak pengungsian," kata dia.

Berkumpul bersama para korban lainnya, Sujiman mendengar informasi di kampungnya, Protobayan, ada sembilan orang meninggal dunia dan langsung dikebumikan hari itu juga secara bersamaan.

Baca: Moeldoko Beberkan Fakta Aksi 22 Mei: Sebut Setingan hingga Rencana Pertemuan Jokowi dan Prabowo

Hampir semua warga kehilangan tempat tinggal dan harta benda. Perekonomian warga lumpuh.

Bahan makanan sulit didapatkan. Semua gotong-royong supaya bisa bertahan.

"Ada yang punya lembu. Terkena runtuhan rumah. Dan kelihatannya mau mati. Kita potong. Dagingnya kita masak bersama-sama," kata dia.

"Ada yang masih punya sayuran. Kita masak bersama. Kebersamaan itu yang membuat kita jadi kuat," ujar Sujiman.

Monumen Peringatan Gempa di Bantul_1
Tetenger atau monumen yang menjadi episentrum gempa bumi di Kampung Protobayan Desa Srihardono, Kecamatan Pundong, Bantul. TRIBUN JOGJA/AHMAD SYARIFUDDIN

Isu Tsunami Bikin Panik

Bergeser ke kampung lain.

Masih di Bantul, tepatnya di Desa Sumbermulyo, Kecamatan Bambanglipuro.

27 Mei 2006 silam. Matahari masih belum menampakkan sinarnya di langit timur pagi itu, ketika Masda Tanjung, terbangun dari tidurnya.

Beranjak dari tidur, murid kelas dua SMA 2 Bantul itu bergegas menuju kamar mandi yang terletak tak jauh di belakang rumahnya.

Semua masih normal seperti biasa. Sampai Masda selesai mandi, memakai celana kemudian melangkah ke luar dari sumur.

"Awalnya saya mendengar suara gemuruh. Tiba-tiba langsung besar (guncangan gempa)," ujar dia, mulai bercerita.

Baca: Sempat Bingung, Alvin Faiz Petik Hikmah Soal Permintaan Ustaz Arifin Ilham untuk Nikah Muda

Bagi Masda, kenangan 13 tahun silam itu tak mungkin bisa dilupakan begitu saja.

Ia masih sangat hafal cerita bagaimana gempa tektonik di pagi itu merobohkan rumah-rumah di kampungnya.

Beruntung, saat kejadian naas itu Masda berada di area sekitar sumur. Ruang terbuka.

Ia sempat menyaksikan tembok beteng cukup tinggi, pembatas sumur, roboh di depan matanya.

"Saya berdiri mau jatuh. Dipenuhi asap putih karena guguran tembok yang roboh," tuturnya.

Tak lebih dari satu menit. Gempa berhenti. Masda melangkah melewati pintu belakang.

Ia mendapati bagian dapur sebelah kanan rumahnya roboh.

Tetenger atau monumen yang menjadi episentrum gempa bumi di Kampung Protobayan Desa Srihardono, Kecamatan Pundong, Bantul. TRIBUN JOGJA/AHMAD SYARIFUDDIN
Tetenger atau monumen yang menjadi episentrum gempa bumi di Kampung Protobayan Desa Srihardono, Kecamatan Pundong, Bantul. TRIBUN JOGJA/AHMAD SYARIFUDDIN (Tribun Jogja/Ahmad Syarifudin)

"Di bagian depan rumah saya juga habis, roboh," katanya.

Hari itu, pagi yang cerah kemudian berubah mencekam.

Masda menyaksikan rumah-rumah warga roboh. Warga tertimpa material.

Korban yang tertimpa bangunan itu kemudian dibawa ke rumah sakit ramai-ramai menggunakan truk.

Ada operasi truk dadakan yang bertugas mengangkuti para korban.

Tak berselang lama. Disaat kondisi gawat darurat. "Ada isu tsunami. Warga lari semua," kata dia.

Baca: Bahagianya Abdul dan Ismail Dijanjikan Modal oleh Jokowi Pasca Dagangannya Dibakar Perusuh

Ia sendiri panik, ikut berlari bersama warga lainnya menuju pematang sawah.

Informasi saat itu simpang siur. Yang diketahui Masda dan warga lainnya akan datang tsunami seperti yang terjadi di Aceh tahun 2004 silam. Semua cemas.

Ditengah-tengah sawah itu, kabar mencekam itu kemudian dipatahkan.

Di sawah, ada pengumuman tidak akan ada tsunami. Warga berduyun-duyun kembali pulang.

Evakuasi terhadap korban dan sejumlah rumah kembali dilakukan. Warga bahu-membahu bergotong-royong.

Pusat gempa Yogyakarta 27 Mei 2006.
Pusat gempa Yogyakarta 27 Mei 2006. (USGS)

"Rumah saya dijadikan posko pengungsian sementara," ujar dia.

Gempa dahsyat selama 59 detik itu terjadi sekitar pukul 05.59 pagi, Waktu Indonesia Barat.

Kepastian waktu, didapatkan oleh Masda dari jam yang ditemukan tergeletak dari reruntuhan pasca gempa.

Jarum pada jam tersebut terhenti tepat di angka itu.

Tragedi gempa menjadi duka mendalam.

Laporan Kompas.com, yang bersumber dari data BPBD Bantul, jumlah korban di wilayah Bantul akibat gempa Bumi 13 tahun itu ada 4.143 korban tewas, dengan jumlah rumah rusak total ada sekitar 71.763.

Baca: Kisah Tukang Cukur di Denpasar Bergaji Rp 9 Juta, Kini Sudah Bisa Beli Tanah di Kampungnya

Rumah rusak berat ada 71.372, rusak ringan 66.359 rumah.

Total korban meninggal gempa DIY dan Jawa Tengah bagian selatan, seperti di Klaten, tercatat mencapai 5.782 orang lebih, 26.299 lebih luka berat dan ringan, 390.077 lebih rumah roboh.

13 tahun, telah berlalu. Masyarakat Bantul kini sudah pulih.

Gempa bumi, seperti dikatakan oleh Sujiman, akan menjadi pengingat untuk generasi anak cucu selanjutnya.

"Anak cucu kulo kudu sing ngati-ati. Nggolek rezeki sing halal. Barokah. Jangan merusak bumi. Saya mengingatkan bahwa 13 tahun lalu Kampung Protobayan pernah luluh-lantak karena gempa," tutur Sujiman yang juga merupakan ketua RT 01, di Padukuhan Protobayan. (Ahmad Syarifudin/Tribunjogja.com)

Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Kisah Sujiman Selamat dari Gempa Jogja 2006, Hari Ini 13 Tahun Lalu Tak Ada Kokok Ayam Pagi Hari

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved