Virus Monkeypox
KKP Ngurah Rai Bali Awasi Penumpang Rute Singapura
KKP Ngurah Rai melakukan pemantauan atau pengawasan penumpang di terminal kedatangan Internasional Bandara Ngurah mencegah masuknya virus monkeypox.
Laporan Wartawan Tribun Bali, Zaenal Nur Arifin
TRIBUNNEWS.COM, MANGUPURA - Kantor Karantina Kesehatan Pelabuhan (KKP) Ngurah Rai melakukan pemantauan atau pengawasan penumpang di terminal kedatangan Internasional Bandara Ngurah dalam upaya mencegah masuknya virus monkeypox.
Pengawasan tersebut dilakukan dengan menggunakan alat thermo scanner atau pemindai suhu.
Dimana pemindaian tersebut lebih khusus terhadap penumpang dengan rute penerbangan dari Singapura yang tiba ke Bali melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai.
"Terhadap virus monkeypox kita perlu mewaspadainya masuk ke sini (Bali). Kita tempatkan tiga unit thermo scanner di terminal kedatangan Internasional," ungkap Kabid Upaya Kesehatan Lintas Wilayah Kantor Kesehatan Pelabuhan, Putu Alit Sudarma, Rabu (15/5/2019).
Alit Sudarma menyampaikan cara kerja thermo scanner ini mendeteksi suhu tubuh seseorang, dan jika penumpang dengan suhu tubuh tidak normal lebih dari 38 derajat celsius akan terdeteksi.
Langkah selanjutnya akan diambil tindakan lebih lanjut dimana penumpang tersebut akan dibawa di ruang karantina.
"Jika penumpang tersebut terindikasi terkena virus monkeypox, kita akan rujuk ke RSUP Sanglah untuk penanganan lebih jauh," imbuhnya.
Pemerintah Singapura mengkonfirmasi kasus pertama penyakit cacar monyet (monkeypox) di negeri itu.
Pemerintah memastikan penyakit langka ini dibawa seorang warga Nigeria berusia 38 tahun yang tiba di Singapura pada 28 April 2019 lalu.
Saat menjalani tes kesehatan, warga Nigeria itu dinyatakan positif terjangkit monkeypox pada Rabu (8/5/2019).
Warga Nigeria itu kini dalam kondisi stabil dan masih dirawat di ruang isolasi di Pusat Penyakit Menular Nasional (NCID).
Demikian disampaikan Kementerian Kesehatan Singapura (MOH) menjelaskan dalam pernyataan resminya, Kamis (9/5/2019).
Cacar monyet adalah penyakit langka yang disebabkan virus dan ditularkan ke manusia dari hewan terutama di wilayah tengah dan barat Afrika.
Penularan terjadi jika manusia melakukan kontak terlalu dekat dengan hewan yang terinfeksi, misalnya hewan-hewan pengerat.
"Pasien dikabarkan menghadiri pernikahan di Nigeria sebelum tiba di Singapura. Di acara itu kemungkinan dia mengonsumsi daging yang kemungkinan menjadi sumber penularan penyakit ini," kata MOH.
Baca: UPDATE Hasil Real Count KPU Pilpres 2019 Jokowi vs Prabowo, Rabu Malam, Data Masuk 83% Lebih
Sementara itu, penularan penyakit antar-manusia bisa saja terjadi jika muncul kontak dengan sekresi saluran pernapasan, terkena luka dari tubuh orang yang terinfeksi atau benda yang terkontaminasi cairan tubuh pasien.
Gejala penyakit ini termasuk demam, nyeri, pembengkakan kelenjar getah bening, dan ruam kulit.
Penyakit ini bisa menimbulkan komplikasi seperti pneumonia dan pada beberapa kasus mengakibatkan kematian.
MOH menyebut, warga Nigeria itu sebelum dirawat di rumah sakit dan tinggal di sebuah hotel.
Dia juga sempat menghadiri sebuah workshop di sebuah lokasi pada 29-30 April 2019 lalu.
Baru pada 30 April 2019, pria ini mengalami demam, nyeri otot, menggigil, dan ruam di kulitnya.
Akibatnya, pria itu hanya tinggal di kamar hotelnya antara 1 hingga 7 2019 Mei lalu.
Kondisinya tak kunjung membaik sehingga dia kemudian dibawa ke RS Tan Tock Seng pada Rabu (7/5/2019), dan langsung mendapatkan perawatan intensif di hari yang sama.

Setelah merawat pasien ini, MOH kemudian melakukan pelacakan kontak dan mengidentifikasi 23 orang yang pernah melakukan kontak dengan pria Nigeria itu.
Mereka adalah 18 orang menghadiri workshop, satu staf di lokasi workshop, dan empat karyawan hotel.
"Kontak dengan pasien sudah dipastikan dan mereka sudah diberi vaksinasi yang bisa mencegah atau mengurangi level gejala penyakit," kata MOH.
"Sebagai langkah pencegahan, mereka akan dikarantina dan dipantau kondisinya selama 21 hari sejak tanggal mereka menjalani kontak dengan pasien," tambah MOH.
Meski demikian, Direktur Eksekutif NCID Profesor Leo Yee Sin mengatakan, risiko menyebarnya penyakit ini di antara warga Singapura amat rendah.
"Hingga saat ini tak ada bukti transmisi antar-manusia saja bisa membuat infeksi cacar monyet bertahan di antara populasi manusia," ujar Leo.
"Rata-rata, setiap orang yang terinfeksi menularkan penyakit ke kurang dari satu orang. Ini amat sedikit dibanding penyakit flu," tambah Leo.
"Rantai transmisi bisa diputus lewat pelacakan mereka yang memiliki kontak dan melakukan karantina," lanjut dia.
MOH menambahkan, penyakit ini biasanya membatasi sendiri penyebarannya dengan sebagian besar pasien pulih dalam waktu dua hingga tiga pekan.
Selain dari 23 orang yang dikarantina, semua kontak yang memiliki risiko rendah penularan tetap diawasi secara ketat.
Orang-orang ini akan dihubungi dua kali sehari untuk memantau status kesehatan mereka.
Salah seorang peserta workshop yang meninggalkan Singapura pada 5 Mei 2019, sebelum pria Nigeria dipastikan mengidap cacar monyet, telah melapor kepada MOH bahwa kondisi kesehatannya tidak terganggu.
Meski demikian, sebagai langkah pencegahan MOH sudah memberi kabar kepada otoritas kesehatan di negara asal si peserta workshop.
Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul Cegah Virus Monkeypox Masuk Bali, KKP Ngurah Pengawasan Penumpang Rute Singapura