Rencana Pemindahan Ibu Kota
Warga Senang Jika Palangkaraya Jadi Ibu Kota RI, Ada Juga yang Takut Penduduk Lokal Termarjinalkan
Seorang karyawan swasta di Palangkaraya mengaku khawatir dengan rencana pemindahan ibu kota ke Kalteng lantaran takut penduduk lokal termarjinalkan.
TRIBUNNEWS.COM, PALANGKARAYA - Wacana pemindahan Ibu Kota Pemerintahan Republik Indonesia akan ditempatkan ke luar Jawa menjadi pembicaraan hangat, terlebih bagi warga Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah.
Warga menyambut antusias rencana tersebut, apalagi disebut-sebut Kota Palangkaraya menjadi rencana pemindahan pusat ibu kota RI.
Tanggapan masyarakat Kalteng sangat positif terkait hal tersebut.
Bahkan lahan Palangkaraya yang masih luas ditambah kabupaten sekitarnya yakni Katingan dan Gunungmas, turut mendukung rencana pemindahan ibu kota, karena pasti akan berdampak positif bagi Kalteng.
"Tentu kami bangga, jika Palangkaraya benar-benar dipilih menjadi Ibu Kota Pemerintahan RI. Akan banyak peluang kerja yang akan terbuka di Kalteng. Dan harapan kami sebagai orang lokal, jangan sampai dipinggirkan setelah itu direalisasikan," ujar Abdul Haris, warga lokal, Selasa (30/4/2019).
Hal yang sama diungkapkan Hj Imran seorang pedagang di Pasar Besar Palangkaraya yang mengaku senang jika pemindahan Ibu Kota RI tersebut resmi ditempatkan di Palangkaraya.
Baca: Pelarian Andrei Berakhir Setelah Aksinya Sembunyi di Dalam Parit Ditutupi Dedaunan Ketahuan Warga
"Aku ga repot lagi ngambil barang ke Jakarta, cukup di Palangkaraya pasti akan banyak dibangun pabriknya," ujar penjual pakaian ini.
Lain lagi dengan Kamsiah, seorang karyawan swasta di Palangkaraya yang mengaku khawatir dengan rencana pemindahan ibu kota Pemerintahan RI ke Kalteng lantaran takut penduduk lokal termarjinalkan setelah pemindahan tersebut.

Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo akhirnya memutuskan untuk memindahkan Ibu Kota dari Jakarta ke luar Pulau Jawa.
Hal itu diputuskan Jokowi dalam rapat terbatas terkait pemindahan Ibu Kota di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (29/4/2019).
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro mengatakan, awalnya dalam rapat itu ada tiga alternatif yang ditawarkan ke Jokowi.
Pertama, Ibu Kota tetap di Jakarta tetapi daerah seputaran Istana dan Monas dibuat khusus untuk kantor-kantor pemerintahan, kementerian, dan lembaga.
Baca: Jokowi Tanya Netizen: Ibu Kota RI Sebaiknya Pindah ke Mana? Alasannya Apa?
Sehingga seluruh kawasan pemerintahan berada di satu tempat dan itu menciptakan efisiensi di dalam tugas koordinasi pemerintah.
Alternatif kedua, pusat pemerintahan pindah ke luar Jakarta, tetapi masih dalam radius sekitar 50 sampai 70 km dari Jakarta.
Alternatif ketiga adalah memindahkan Ibu Kota ke luar Pulau Jawa, khususnya mengarah kepada kawasan timur Indonesia.
"Dalam rapat tadi diputuskan, Presiden memilih alternatif ketiga, yaitu memindahkan ibu kota ke luar Jawa. Ini barangkali salah satu putusan penting yang dilahirkan hari ini," kata Bambang Brodjonegoro.
Menurut Bambang Brodjonegoro, keputusan Jokowi itu diambil dengan mempertimbangkan agar Indonesia tidak Jawa sentris.
Diharapkan nantinya pertumbuhan ekonomi bisa merata di setiap wilayah.
Kendati demikian, pemerintah belum memutuskan daerah mana yang akan dipilih menjadi ibu kota baru.
Bambang Brodjonegoro mengatakan, untuk memutuskan lokasi ini masih dibutuhkan pembahasan yang panjang.
"Dan tentunya akan dilanjutkan dengan ratas berikutnya yang akan bicara lebih teknis, bicara design, dan bicara mengenai masterplan dari kota itu sendiri," kata Bambang Brodjonegoro.

Jakarta Tak Akan Mati
Jika ibu kota dipindah ke luar Jawa, bagaimana nasib pembangunan di Jakarta?
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memastikan rencana pemindahan Ibu Kota tak akan membuat pembangunan di DKI berhenti.
Pembangunan akan terus dilakukan agar berbagai permasalahan yang ada di Jakarta bisa teratasi.
"Tadi saya sampaikan juga dalam rapat bahwa pemerintahan di Jakarta atau luar Jakarta, masalah-masalah yang ada di Jakarta tetap harus diselesaikan," kata Anies usai rapat terbatas terkait pemindahan Ibu Kota di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (29/4/2019).
"Karena PR-nya, masalah daya dukung lingkungan hidup, ketersediaan air bersih, soal pengelolaan udara, pengelolaan limbah, transportasi, msh jadi PR yang harus diselesaikan," kata Anies.
Menurut Anies, Presiden Jokowi juga setuju bahwa pembangunan di Jakarta akan terus berjalan meski Ibu Kota akan dipindah ke Luar Jawa.
Hal itu ditegaskan Presiden di dalam rapat.
"Jadi tadi dalam pertemuan ini Presiden menegaskan bahwa pembicaraan mengenai Ibu Kota tidak ada hubungannya dengan rencana pembangunan besar-besaran di Jakarta. Rencana pembangunan besar-besaran di Jakarta tetap jalan terus," kata dia.

Apalagi, Jakarta juga akan tetap menjadi pusat bisnis apabila nantinya Ibu Kota sudah berpindah.
Jadi, yang dipindahkan ke Ibu Kota baru hanya lah pusat pemerintahan saja.
"Tapi yang menyangkut perdagangan, investasi, perbankan, masih tetap di Jakarta," kata Anies.
Anies sebelumnya memang sempat mengajukan proyek infrastruktur dalam rapat terbatas bersama Presiden Jokowi di Istana, Selasa (19/3/2019) lalu.
Nilai proposal yang dibawa Anies mencapai Rp 571 triliun.
"Proposal yang dibawa (Pemprov DKI) Jakarta disetujui. Bahwa diperlukan anggaran sebesar Rp 571 Triliun," kata Anies usai menjajal kereta moda raya terpadu (MRT) bersama Jokowi di Stasiun Bundaran HI, Selasa siang.
Dalam sidang pleno Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) DKI Jakarta, Rabu (10/4/2019), Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan rincian dari sembilan infrastruktur yang didukung olehnya.

Berikut infrastruktur yang dimaksud:
- Pengembangan jaringan rel kereta moda raya terpadu (MRT) menjadi 223 kilometer senilai Rp 214 triliun
- Pengembangan jaringan rel kereta light rail transit (LRT) menjadi 116 kilometer senilai Rp 60 triliun
- Pengembangan panjang rute Transjakarta menjadi 2.149 kilometer senilai Rp 10 triliun
- Pembangunan jaringan rel elevated looplinesepanjang 27 kilometer senilai Rp 27 triliun
- Penyediaan permukiman hingga 600.000 unit (fasilitas pembiayaan 30 persen) senilai Rp 90 triliun
- Peningkatan cakupan air bersih hingga 100 persen penduduk DKI senilai Rp 27 triliun
- Peningkatan cakupan jaringan air limbah hingga 81 persen penduduk DKI senilai Rp 69 triliun
- Revitalisasi angkot (first and last mile transport) hingga 20.000 unit senilai Rp 4 triliun
- Pengendalian banjir dan penambahan pasokan air senilai Rp 70 triliun
(banjarmasinpost.co.id / faturahman/tribunnews)
Artikel ini telah tayang di banjarmasinpost.co.id dengan judul Palangkaraya Calon Kuat Jadi Ibu Kota Pemerintahan RI, Ini Tanggapan Warga Kota Cantik