Tangis Ibunda Mahasiswi yang Meninggal Menjelang Wisuda Saat Sang Rektor Serahkan Toganya
Ia langsung menutup sambutan dan duduk, karena suaranya tampak semakin berat saat bercerita tentang anaknya.
Laporan Wartawan Serambinnews.com, Muhammad Nasir
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH – Beberapa hari setelah selesai sidang skripsi, Rina Muharrami dipanggil yang maha kuasa.
Mahasiswi Prodi Pendidikan Kimia, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar Raniry ini meninggal dunia karena sakit.
Sehingga saat hari seharusnya ia diwisuda, sang ayah Bukhari (59) datang naik ke podium seperti mahasiswa lainnya, untuk mengambil ijazah anaknya.
Karena menurut Bukhari, ijazah itu merupakan salah satu yang terbaik yang ditinggalkan oleh anaknya.
Videonya pun langsung viral dan mampu meneteskan air mata siapa pun yang melihatnya.
Baca: Aksi Spektakuler Pemain Liga Belanda yang Ingin Bela Timnas Indonesia
Sehari setelah wisuda, Rektor UIN Ar Raniry, Prof Dr Warul Walidin MA bersama petinggi kampus datang ke rumah almarhumah di Gampong Cot Rumpun, Blangbintang, Aceh Besar, Kamis (28/2/2019) sore.
Kedatangan selain itu takziah, juga untuk menyerahkan toga beserta selempang kepada pihak keluarga almarhumah Rina sebagai kenang-kenangan.
Karena Rina tak sempat mengenakan toga tersebut, sebagai hasil dari perjuangannya meraih gelar sarjana 'SPdi' di kampus.
Meskipun Ilahi sudah memanggil Rina Muharrami kembali kepadaNYA, sebelum ia sempat merayakan perjuangannya.
Namun toga yang seharusnya ia kenakan saat wisuda, akhirnya juga dapat disentuh oleh orang tuanya.
Baca: Unggah Doa Membelai Kepala Istri Sebelum Malam Pertama, Postingan Reino Barack Disukai Syahrini
Pihak UIN Ar Raniry berinisiatif menyerahkan toga beserta selempang kepada pihak keluarga almarhumah Rina sebagai kenang-kenangan.
Karena Rina tak sempat mengenakan toga tersebut, sebagai hasil dari perjuangannya di kampus.
Toga itu diserahkan Rektor UIN Ar Raniry, Prof Dr Warul Walidin MA kepada kedua orang tuanya, Bukhari dan Nurbayani diterima dengan tangan bergetar.
Ibunya tak kuasa menerima toga tersebut, terlihat mata berkaca-kaca. Air matanya pun mengalir di pipinya.
Di hadapan rombongan takziah UIN, tampak tak banyak kata yang bisa diucapkan Bukhari.
Ia hanya mengatakan terima kasih karena pihak kampus masih memberi kesempatan kepadanya untuk mengambil ijazah anaknya, meskipun sang anak sudah tiada.
“Saya rasa, ini (ijazah) adalah yang terbaik yang ditinggalkan oleh anak saya, saya rasa cuma ini, saya tidak sanggup tidak berbicara lagi,” tutup Bukhari dengan suara terseda-seda.
Ia langsung menutup sambutan dan duduk, karena suaranya tampak semakin berat saat bercerita tentang anaknya.
Namun kepada Serambinews.com sang ayah masih mampu bercerita banyak tentang sang anak.
Berbeda dengan istrinya Nurbayani, ia tampak terus mengeluarkan air mata saat menceritakan kisah perjalanan hidup anaknya.

Ia mengisahkan, Rina merupakan satu-satunya anaknya yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi.
Sedangkan dua adiknya menempuh pendidikan di pesantren dan yang paling bungsu masih bersekolah SMP.
Karena ayahnya seorang tukang bangunan dan ibunya bertani di sawah, tentu perjuangan Rina dalam menempuh pendidikan dalam serba keterbatasan.
Di saat tidak kuliah Rina sering membantu ibunya pergi ke sawah.
Pada waktu luang yang lain, Rina pun mengajar ngaji anak-anak di balai pengajian yang ada di depan rumahnya.
Menurut Nurbayani, untuk memenuhi kebutuhan kuliahnya Rina sering berupaya sendiri.
Misalnya, untuk membeli laptop, maka Rina langsung mengusahakan sepetak sawah milik orang tuanya, yang hasil untuk membeli laptop.
“Memang saya sangat usahakan untuk kuliah Rina, kadang saya mengupah di sawah orang, hasilnya saya kasih buat uang minyak dia. Tapi mungkin sudah di sini ajalnya," ujar Nurbayani.
"Memang dalam hidup kita ini ada kesenangan dan ada kesedihan,” ujar ibunya sambil terus membasuh air mata dan memeluk erat toga pemberian kampus.
Sang ayah juga bercerita, jika anaknya pernah bercita-cita berkuliah di Jepang, karena ia memang bisa berbahasa Jepang.
Namun, Bukhari tidak mengizinkannya, karena ia khawatir anak gadisnya jauh dari keluarga.
Setelah selesai pendidikan sarjana, kepada ayahnya, Rina pernah mengungkapkan keinginannya melanjutkan S2 sambil bekerja sebagai guru bahasa Jepang.
Karena cita-citanya kelak adalah menjadi dosen.
Namun pada kesempatan lain, kepada sang ibu, Rina juga pernah mengungkapkan jika selesai di kampus ia ingin mengaji di pesantren.
Dalam sebuah perjuangan memang tidak pernah ada yang sia-sia.
Setidaknya kisah Rina Muharrami menjadi contoh, betapa setiap keringat orang tua harus dihargai dengan sepenuh jiwa oleh setiap anak yang sedang menempuh pendidikan.
Sampai akhir hayatnya, Rina masih terus berjuang demi meraih sebuah kado terakhir untuk sang ayah, selembar ijazah sarjana yang ia impikan.
Alfatihah untuk Rina Muharrami, sang sarjana muda dari Kampus Biru UIN Ar Raniry. (Muhammad Nasir)
Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Ibu Rina Muharrami Berlinang Air Mata Saat Rektor UIN Ar Raniry Antar Toga Ke Rumah