Rabu, 1 Oktober 2025

Khawatir Dugaan Praktik Meracuni Sungai dan Umbul Air, Petani Demo PT TPL Pagi Ini Lanjut Dialog

Dalam tuntutannya mereka mendesak PT TPL berhenti mencemari sumber air yang berasal dari aktivitas pekerja memakai racun gulma

Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM/ARJUNA BAKKARA
Kapolsek Sidamanik AKP Abidin (tengah) menenangkan warga dan pengurus Lembaga Adat Lamtoras Sihaporas yang memblokir jalan/portal menuju Sihaporas dan perkebunan PT Toba Pulp Lestari di sektor Aek Naeuli di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Mereka protes atas tindakan dugan mencamari umbul air dan meracuni ikan-ikan endemik di Sungai Maranti, Nagori Sihaporas. 

Laporan Wartawan Tribun Medan, Arjuna Bakkara

TRIBUNNEWS.COM, SIHAPORAS - Warga Sihaporas dan pengurus Lembaga Adat Lamtoras Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, menggelar dialog di kantor Dinas Lingkungan Hidup Pemkab Simalungun pagi ini, Rabu (7/11/2018).

"Hari ini, kami diundang pihak Dinas Lingkungah Hidup Kabupaten Simalungun untuk dialog dengan TPL mengenai kemarahan warga dan Lamtoras atas tindakan pencemarna umbul air, dan meracuni sungai di Sihaporas," ujar Wakil Ketua Lembaga Adat Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) Mangitua Ambarita kepada Tribun-Medan.com, Rabu ini.

"Kami akan sampaikan sikap, tetap keberatan kalau sumber air minum kami (maaf) diberaki, dan sungai diracuni orang-orang yang kami duga pekerja PT TPL yang mendirikan kamp di dekat lokasi," ujar Mangitua melalui saluran telepon.

Sebelumnya, puluhan anggota masyarakat Sihaporas, ramai mendatangi pos PT Toba Pulp Lestari (TPL) di sektor Aek Nauli, Senin (5/11/2018) siang.

Dalam tuntutannya mereka mendesak PT TPL berhenti mencemari sumber air yang berasal dari aktivitas pekerja memakai racun gulma hingga mengakibatkan ekosistem rusak, bahkan warga berisiko mati keracunan.

"Kami tak ingin mata air atau umbul dijadikan tempat 'berak' pekerja- kamp PT TPL. Dan kami tidak ingin air diracuni lagi. Kalau sempadan sungai 50 meter, 100 meter dan 200 meter ya penuhi. Perusahaan besar pun harus patuh, jangan kalau warga yang salah langsung dipenjarakan," ujar Mangitua Ambarita dalam orasinya.

Dalam aksi damai itu secara tegas, di hadapan Humas PT TPL Sektor Aek Nauli Sibuea, Mangitua menyampaikan air yang sudah terpapar racun beberapa hari lalu merupakan sumber air minum yang dialirkan ke rumah warga. Karenanya, mereka takut keracunan sekampung dan menuntut supaya pekerja perusahaan tidak lagi mendirikan kamp di lokasi umbul air. Termasuk mencuci, apalagi buang air besar di sumber air warga yang di lokasi itu ditemukan botol-botol racun, dua minggu lalu.

Mangitua beranggapan, PT TPL telah melanggar Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan yang melarang aktivitas penebangan hutan dari areal sungai. Pantauan Tribun di lapangan, terdapat bekas penebangan pohon yang tidak sesuai perundang-undangan. Yakni, penebangan tidak berjarak200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa, dan 50 meter kiri kanan sungai kecil, atau 100 meter untuk sungai besar.

Saat berunjuk rasa, warga meminta agar Manajemen PT TPL yang diwakili Humas PT TPL Sektor Aek Nauli, Sibuea membuat perjanjian tertulis untuk tidak bersedia menandatangani surat perjanjian penghentian aktivitas yang melanggar UU nomor 41 tahun 1999. Namun, Sibuea menolak sehingga membuat warga berang. Warga kecewa, hingga akhirnya sempat memblokir portal jalan.

Pengurus Lembaga Adat dan warga khawatir mereka mati keracunan. Dalam aksinya, sebelum bergerak menuju Pusat PT TPL mereka terlebih dulu menami tumbuhan alam di tempat ditemukannya bekas-bekas aktivitas pekerja yang diduga kuat menjadi penyebab matinya ratusan ekor ikan endemik di Sungai Maranti (kawasan) hulu usangai, dan Sungai Sidogor-dogor (kawasan dekat perkampungan, dan terdapat kolam).

Kematian secara mendadak ikan-ikan di Sihaporas dua minggu lalu membuat warga panik. Tidak hanya satu jenis ikan yang mati, selain Ihan Batak atau curong atau semah (air tawar seperti jenis ihan Batak (Latin: Neolissochilus thienemanni), ada juga ikan pora-pora, limbat (lele lokal) dan kepiting. Bahkan katak pun bermatian.

Menanggapi hal itu Humas PT TPL Agusta kepada Tribun menepis terjadinya pelanggaran. Menurutnya, dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, PT TPL menjunjung tinggi komimen pengelolaan HTI secara berkelanjutan.

"PT TPL telah mendapatkan sertifikasi PHPL dan IFCC dari lembaga independen yang kredible. Audit pengelolaan HTI pun dilakukan secara berkala untuk memastikan implementasi di lapangan dilakukan sesuai dengan aturan dan SOP yang berlaku,"klaimnya.

Terkait tuntutan warga, disebutnya PT TPL menghormati proses penyelidikan yang masih berlangsung termasuk pengecekan laboratorium terhadap sampel air sungai Sihaporas. Lalu, Kompartemen B.057 dan B. 058 di kawasan konsesi estate Aek Nauli katanya masuk di kawasan hutan produksi sehingga perusahaan bertanggungjawab untuk mengelola dan mengawasi kawasan tersebut.

"Kami berharap penyebab kematian ikan-ikan tersebut segera dapat diketahui,"ujarnya.

Berhubungan dengan aksi tersebut, darinya mengatakan Manajemen PT TPL menerima warga berdialog secara terbuka. Akan tetapi, sekelompok masyarakat melakukan pemblokiran di pintu gerbang masuk PT TPL estate Aek Nauli.

Disinggung soal aksi warga yang memblokir portal akibat Manajemen tidak bersedia menandatangani perjanjian, Agusta belum menjawab. Padahal, pemblokiran portal dilakukan karena Sibuea mewakili Manajemen tidak mau menandatangani surat perjanjian penghentian aktivitas yang melanggar UU nomor 41 tahun 1999.

Kapolsek Sidamanik AKP Abidin pun melakukan pendekatan kepada warga. Pemblokiran jalan di portal yang sempat berlangsung sekitar satu jam pun diakhiri warga.

"Ya kita minta kepada warga Sihaporas untuk menahan diri. Warga Sihaporas kan termasuk warga saya. Dan warga saya juga bagus dan sadar hukum, saya senang. Terkait kematian ikan itu, katanya mereka mau berunding dengan pihak PT TPL,"ujarnya.

Abidin mengkui, tindakan warga memblokir portal akibat tuntutan warga tidak ditanggapi manajemen. Apalagi, Sibueya Humas PT TPL tidak beritikad baik menghadapi warga. "Mereka hanya kurang puas dengan pelayan manajemen. Warga sepertinya dicueki Humas marga Sibuea itu, "tambahnya.

Abidin mengaku akan terbuka menanggapi aduan warga kapan saja mereka datang. Namun, dia mengimbau agar tidak samai terjadi adu fisik diantara kedua belah pihak.

Mengenai keluhan warga yang menuntut agar UU nomor 41 tahun 1999 yang diduga dilanggar PT TPL, Abidin mengatakan, itu menjadi gawaian Polres Simalungun. Diakuinya, dia sudah ke lokasi yang diduga terjadinya pelanggaran oleh PT TPL.

"Oh kalau itu, ke Humas Polres sajalah ya. Kami memang sudah dari lokasi bersama Sabhara. Katanya,satu minggulah warga dan PT TPL berunding,"tuturnya. (Jun-tribunmedan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved