Jumat, 3 Oktober 2025

Cerita Para Atlet Yang Bertahan Hidup di Tengah Bencana Tsunami di Palu

Kelima atlet gate ball Klungkung berada di Palu untuk mewakili Bali di ajang Kejuaraan Nasional Palu Nomoni Cup III.

Editor: Hendra Gunawan
Tribun Kaltim/Fachmi Rachman
EVAKUASI - tim pencarian dan pertolongan balikpapan, Banjarmasin, potensi sar dan warga mengevakuasi dua mayat ke kawasan jl makagili, pantoloan, palu utara, Minggu (30/9). Kawasan pantoloan, palu utara hingga kabupaten donggala hingga saat ini belum mendapatkan bantuan. Bahkan sudah dua hari warga sekitar melakukan evakuasi mandiri. (Tribun Kaltim/Fachmi Rachman) 

TRIBUNNEWS.COM, SEMARAPURA - Lima atlet gate ball Klungkung patut bersyukur. Kelimanya selamat dalam peristiwa gempa bumi dan tsunami yang menimpa Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9/2018) lalu.

Selain itu, seorang atlet Paralayang asal Denpasar juga selamat.

Kelima atlet gate ball Klungkung berada di Palu untuk mewakili Bali di ajang Kejuaraan Nasional Palu Nomoni Cup III.

Setelah sempat terkatung-katung karena lumpuhnya bandara, kelimanya pun dievakuasi menuju Makassar dengan pesawat Hercules TNI AU dari Bandara Mutiara Sis Al Jufri, Palu, Minggu (30/9), sebelum bertolak pulang ke Bali.

Kelima atlet Klungkung tersebut adalah Made Krisna Agustara, Putu Ryan Suryawan, Yande Nova Bhayuda, Gede Mertayasa, dan Kadek Agus Satrya Pradana.

Mereka bertolak ke Palu pada 28 September 2018 dan rencana balik ke Bali, Selasa (2/10) besok.

"Kita tiba Jumat (28/9) sekitar pulul 14.00 Wita dan langsung menuju penginapan. Setelah menaruh barang, kami menuju lapangan Batu Lemo sekitar pukul 16.30 Wita," jelas Krisna saat dihubungi melalui sambungan telepon, Minggu (30/9) kemarin.

Saat Krisna dan rekan-rekannya sedang latihan, atau sekitar pukul 17.02 Wita gempa mulai mengguncang. Tidak hanya sekali namun beberapa kali dengan kekuatan cukup besar.

Gempa dengan kekuatan 7,4 SR kemudian diikuti tsunami.

"Untungnya kami berada di tempat, yang disekitarnya berdiri gedung yang kuat. Sehingga tidak ada bangunan roboh dan mengenai kami. Jadi kami tidak mendapat luka apapun," jelas Krisna.

Khawatir gempa susulan, Krisna dan rekan-rekannya bermalam di lapangan. Pagi keesokan harinya, mereka baru ke penginapan untuk mengambil barang-barang.

Kondisi tembok penginapan yang sudah retak dan sudah miring hingga pintu tidak bisa dibuka, membuat mereka harus menjebol jendela untuk mengambil barang-barang di dalam kamar.

"Karena di lapangan sudah sesak oleh pengungsi, kami kemudian dibawa ke Kodim," jelasnya.

Pengalaman yang tidak dilupakan oleh Krisna, saat hari Jumat mereka hanya makan roti yang dibawa dari Bali.

Hari Sabtu, mereka pun hanya makan mie instan yang didapat dari Kodim. Tidak ada dagang makanan, bahkan air pun tidak ada.

"Mau mencari makanan juga susah karena kami tidak punya kendaraan. Mendapatkan airpun kami sangat susah. Warga menggunakan air sumur dan saat gempa jadi tidak ada air. Kami dari hari Jumat sampai Minggu tidak mandi," terang Krisna.

Peristiwa ini sempat membuat orangtua Krisna dan atlet lainya panik. Mereka sulit berkomunikasi karena gangguan kamunikasi.

Hanya satu provider yang dapat aktif, itupun hanya bisa diakses saat malam hari.

"Setelah mengetahui bencana itu, saya langsung berusaha menghubungi kelima atlet, dan komunikasi cukup susah ketika itu. Setelah terus mencoba dengan intens, kami berhasil menghubungi salah satu atlet dan kami sangat bersyukur kelimanya selamat dari musibah itu," jelas Ketua Umum Koni Klungkung, I Wayan Subamia, kemarin.

Pihak KONI kemudian mendatangi kediaman orangtua para atletnya untuk menginformasikan anak mereka dalam keadaan baik di Palu dan tengah diupayakan untuk pulang ke Klungkung.

“Informasi terakhir sore ini (kemarin, red), kelimanya sudah berada di Makassar untuk bertolak menuju Bali,” ungkap Subamia sumringah.

Agus Bersyukur

Sementara itu, atlet paralayang asal Denpasar Agus Sumanjaya juga selamat. Saat ini Agus sudah kembali ke Bali.

Agus merupakan satu-satunya atlet paralayang Bali yang mengikuti Kejuaraan Paralayang Internasional di Palu, 25-30 September 2018. Saat ajang tersebut akan dibuka, musibah datang menimpa Palu.

“Ketika terjadi gempa, saya bersama teman-teman di teras penginapan (Borneo Guest House). Guncangannya sangat keras. Saya syok, panik, hingga kaki terasa lemas saat lari,” tuturnya saat ditemui di rumahnya di Sesetan, Denpasar, kemarin.

Setelah gempa, ia mendapat informasi peringatan tsunami lewat pesan singkat. Ia dan teman-temannya makin panik untuk selamatkan diri.

“Sebenarnya hotel kita itu gak kena tsunami, cuma waktu itu kita panik. Jadi kita pindah ke daerah yang lebih tinggi, kita mencoba ke daerah perbukitan, nama daerahnya Balane, kita gak sampai di gunungnya sih, cuma di kaki bukit,“ ujar Agus, ditemani anaknya.

Mereka menuju perbukitan memakai mobil pikap milik panitia yang akan digunakan untuk ke tempat acara pembukaan Festival Pesona Palu Nomoni (FPPN) 2018.

“Tadinya kita mau ke acara pembukaan Nomoni, pembukaanya sekitar jam 8 (malam),” katanya.

Ia pun sempat menghubungi keluarganya untuk mengabarkan keadaannya setelah gempa. Saat terjadi bencana tersebut ia merasakan perasaan yang bercampur aduk, ia mengaku bingung dan pasrah dengan apa yang terjadi padanya.

Ia juga mengaku sedih saat melihat orang-orang yang ikut mengungsi histeris karena terpisah dengan keluarganya.

“Sedih banget, jadi kan kita mau naik ke atas (bukit) itu ramai banget, ada yang jalan, ada yang histeris keluarganya di mana, mereka juga banyak ada yang pisah (dengan keluarganya),“ kenangnya dengan raut kesedihan.

Agus bercerita kondisi Palu setelah gempa benar-benar porak poranda seperti yang terlihat di televisi.

“Iya benar-benar hancur seperti di TV, jadi banyak tiang listrik yang jatuh, aspal jalanan retak, tembok yang roboh, rumah sebagian banyak roboh juga,“ ucapnya.

Ia menuturkan, setelah gempa itu para atlet kesulitan mendapatkan makanan maupun minuman.

Kurang lebih ia berada di Palu selama 18 jam setelah gempa, kemudian baru dipindahkan ke Makassar.

Ia berada di Makassar sekitar lebih 12 jam. Minggu (30/9) pukul 05.00 Wita, ia pun dipulangkan ke Bali lewat jalur udara dan tiba pukul 7.20 Wita.

Agus pun bersyukur bisa selamat dan kembali berkumpul bersama dengan keluarganya di Bali.

Ia berharap beberapa atlet paralayang yang belum ditemukan dapat selamat dan bisa pulang ke daerah mereka masing-masing. (mit/dad)

Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul Made Krisna Kisahkan Detik-detik Kepanikan Warga Saat Gempa Palu: Kami Bertahan Hanya Makan Roti,

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved