Selasa, 7 Oktober 2025

4 Pembunuh Purnawirawan Polisi Terancam Hukuman Mati, Keluarga Korban Emosi Lihat Para Pelaku

Empat pembunuh pensiunan polisi Ajun Inspektur Satu (Aiptu) I Made Suanda diadili, Selasa (10/4), di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.

Editor: Sugiyarto
Tribun Bali/Putu Candra
Para terdakwa pembunuhan pensiunan polisi Aiptu (Purn) I Made Suanda menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa (10/4). 

TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Empat pembunuh pensiunan polisi Ajun Inspektur Satu (Aiptu) I Made Suanda diadili, Selasa (10/4), di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.

Para terdakwa yaitu I Gede Ngurah Astika selaku pelaku utama (berkas terpisah), Dewa Putu Alit Sudiasa alias Alit, Putu Veri Permadi alias Veri, dan Dewa Made Budianto alias Tonges menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Kadek Wahyudi Ardika dkk.

Karena para terdakwa tidak mengajukan keberatan (eksepsi) terhadap dakwaan jaksa, sidang pun langsung dilanjutkan dengan pemeriksaan keterangan lima saksi yang dihadirkan tim jaksa.

Tim jaksa dalam surat dakwaan, mendakwa keempatnya dengan pasal berlapis. Yakni dakwaan primer Pasal 340 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan subsider kesatu Pasal 338 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Atau alternatif kedua, Pasal 365 ayat (2) ke-2, ayat 3 KUHP. Dimana keempat terdakwa diancam pidana maksimal hukuman mati.

"Terdakwa I Gede Ngurah Astika bersama-sama dengan Dewa Putu Alit Sudiasa alias Alit, Putu Veri Permadi alias Veri, dan Dewa Made Budianto alias Tonges melakukan, menyuruh melakukan dan atau turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja dengan terencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain yakni korban I Made Suanda," papar Jaksa Kadek Wahyudi saat membacakan salah satu dakwaan di hadapan majelis hakim pimpinan I Gde Ginarsa.

Dalam dakwaan, tim jaksa juga memaparkan kronologi pembunuhan.

Disebutkan, pembunuhan tersebut dilakukan pada Jumat 15 Desember 2017, sekitar pukul 12.00 Wita, di dalam rumah di Perumahan Nuansa Utama Nomor 30, Ubung Kaja, Denpasar Utara.

Lokasi pembunuhan itu merupakan rumah yang dikontrak terdakwa Ngurah Astika.

Dalam aksinya, terdakwa Ngurah Astika mengajak Dewa Putu Alit Sudiasa alias Alit, Putu Veri Permadi alias Veri, Dewa Made Budianto alias Tonges ke rumah kontrakannya tersebut. 

Terdakwa Ngurah Astika mengawali aksinya dengan memberikan kopi yang telah dicampur obat tidur. Tujuannya, agar saat diminum, korban akan tertidur.

Sehingga terdakwa bisa membawa pergi mobilnya yang akan dijual. Tidak lama kemudian, korban tiba di lokasi kejadian.

Obrolan dimulai hingga disepakati bahwa harga jual mobil sebesar Rp 158 juta. Harga itu kemudian disepakati oleh terdakwa Ngurah Astika.

Namun, terdakwa Ngurah Astika mengatakan, pembayaran cash yang dijanjikan akan dilakukan setelah ibunya datang mengambil uang dari bank.

Sayangnya, rencana terdakwa Ngurah Astika tak berjalan mulus. Karena kopi yang diminum korban saat tiba di lokasi kejadian justru tidak memberi efek apapun.

Setelah satu jam menunggu, terdakwa lainnya bertanya "kok lama".

Tiba-tiba terdakwa Ngurah Astika memukul muka korban sampai terjatuh dan kepala belakang membentur tembok, kemudian memegang leher korban, membenturkan muka korban berkali kali ke lantai.

Sedangkan terdakwa lainnya ikut memegang dan memukul tubuh korban.

Selanjutnya, terdakwa Ngurah Astika memukul kepala korban dengan helm sehingga korban tidak bergerak (meninggal dunia) dan diseret ke dalam kamar.

Melihat korbannya tak berkutik, terdakwa Ngurah Astika mengambil BPKB mobil dan membawa mobil Honda milik korban diikuti dari belakang oleh terdakwa lainnya.

Usai pembacaan dakwaan, sidang langsung dilanjutkan dengan pemeriksaan keterangan lima saksi.

Lima saksi yang dihadirkan adalah paman korban I Nyoman Kanda, istri korban Ni Luh Rai Sukawati, tetangga rumah kontrakan terdakwa atas nama Nyoman Wardana Adiputra, Kwee Gandhi Ganisdhi selaku pemilik rumah yang dikontrak oleh terdakwa Ngurah Astika, serta saksi petugas identifikasi dari Kepolisian, Eko Suhermanto. 

Dalam kesaksiannya istri korban, Ni Luh Rai Sukawati mengatakan bahwa pertemuan terakhirnya dengan korban I Made Suanda adalah saat suaminya itu pamit untuk transaksi jual-beli mobil.

"Saat itu bapak hanya bilang, orang yang beli ini semangat. Langsung deal Rp 185 juta, " katanya.

Dirinya juga mengaku sang suami yang merupakan pensiunan polisi ini memiliki kerja sampingaan jual-beli mobil.

"Sebagai orang yang sering jual-beli mobil, apakah suami ibu memiliki utang?" tanya hakim.

"Tidak ada pak. Bapak paling takut ada utang," jawab Rai Sukawati.

Sementara Kwee Gandhi Ganisdhi dalam kesaksiannya mengaku pada saat bertemu dengan terdakwa Astika, terdakwa tampak sopan sehingga tidak sempat meminta KTP saat mengontrak rumahnya. Karena pada saat itu terdakwa mengaku bernama Ketut.

"Kenapa saksi tidak meminta KTP?" tanya hakim.

"Saat ketemu dengan saya, terdakwa sangat sopan, sehingga saya langsung menyerahkan kunci," jawab saksi. 

Selanjutnya Kwee mengatakan, dirinya tahu ada mayat di dalam rumah yang dikontrak terdakwa Astika setelah dirinya datang untuk mengecek. Terdakwa tidak dapat dihubungi Kwee.

"Saya masuk melalui pintu belakang. Karena ada bau sangat menyengat dan saya langsung curiga. Kemudian saya langsung lapor kepala kingkungan," kata saksi. 

Dari keterangan para saksi tersebut di persidangan, keempat terdakwa membenarkan dan tidak keberatan.

Usai mendengarkan keterangan kelima saksi itu, majelis hakim pun menunda sidang, dan sidang akan kembali digelar pekan depan, dengan agenda pemeriksaan keterangan saksi.

Sementara, suasana sidang berlangsung ramai. Pasalnya belasan keluarga korban hadir di ruang sidang.

Penjagaan pun cukup ketat, terlihat sejumlah petugas kepolisian berjaga, menghindari hal yang tidak diinginkan.

Tampak keluarga korban sangat emosional ketika keempat terdakwa dikeler menuju ruang sidang.

Sejumlah teriakan pun dilontarkan keluarga korban ke para terdakwa.

Di dalam ruang sidang, keluarga korban terus melontarkan kekesalannya terhadap para terdakwa.

Bahkan, di akhir sidang, paman korban sempat menyambangi para terdakwa dengan alasan ingin kenalan.

Untuk menghindari peristiwa yang tak diinginkan, niat paman korban tersebut dicegah oleh keluarga korban lain.

Meski begitu, paman korban tetap membuntuti para terdakwa sampai ke ruang tahanan.

Lagi-lagi upayanya gagal karena keempat terdakwa sudah masuk ke dalam ruang tahanan dan jaksa berusaha menenangkannya.(*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved