Rabu, 1 Oktober 2025

Masyarakat Menggeluh Praktik Pungli di Pasar Batang

Pemkab Batang dan instansi terkait tengah gencar-gencarnya mensosialisasikan Perda terkait retribusi parkir dan gerakan anti Pungli.

Editor: Sugiyarto
Instagram @info_kejadian_makassar
ilustrasi 

Laporan Wartawan Tribun Jateng, Budi Susanto

TRIBUNNEWS.COM, BATANG - Pemkab Batang dan instansi terkait tengah gencar-gencarnya mensosialisasikan Perda terkait retribusi parkir dan gerakan anti Pungli.

Namun praktik Pungutan liar (Pungli) tersebut masih terjadi.

Diketahui Perda terkait retribusi parkir sudah berlaku Januari lalu dengan tarif Rp 1 ribu untuk sepeda motor dan Rp 2 ribu untuk roda empat, dan semua tempat parkir yang dikelola Pemkab harus mempunyai karcis untuk bukti pembayaran.

Namun praktik pungli masih terjadi di kawasan Pasar Batang, hal tersebut diakui oleh Suryati (55) warga Petodan Tengah Kecamatan Batang, ia menerangkan tiap kali ia memarkir kendaraan tak pernah diberikan karcis parkir.

"Apa tidak pungli namanya kalau tidak ada karcisnya, wong ya sudah pernah diperingatkan oleh dinas dan pihak berwajib masih saja tidak diberikan," ujarnya saat dtemui Tribun Jateng di Pasar Batang, Selasa (2/4/2018).

Wanita 55 tahun tersebut mengaku jika meminta karcis ke juru parkir terkadang habis.

"Ya walaupun Rp 1 ribu tapi kalau yang parkir 200 orang ya sama saja, bukan nominal yang saya pertanyakan, tapi bukti pembayaran," paparnya.

Suryati yang setiap hari berbelanja ke pasar, manambahkan setiap menyindir para juru parkir selalu dibalas keluhan.

"Saking gemesnya saya kadang menyindir juru parkir, tapi mereka mengeluh pemasukan sedikit, setiap pagi saja parkiran sekitar pasar penuh bisa mengeluh, kalau tidak ada karcis berarti uangnya diambil sendiri kan, beda kalau ada karcis pasti masuk ke Pemda," kata Suryati.

Sementara itu seorang juru parkir di kawasan Pasar Batang, sebut saja WD mengakui jika karcis parkir sengaja tidak ia berikan ke orang yang memarkirkan kendaraan.

"Sekarang kalau kami tidak melakukan hal tersebut, kami tidak dapat apa-apa hanya kerja bakti saja, wong tiap hari dan bulan kami selalu setoran," terangnya.

Ia mengatakan sebenarnya diberikan karcis 200 lembar tiap harinya, namun karena retribusi tidak sebanding dengan pemasukan ia berbuat hal tersebut.

"Kalau kami digaji minimal UMK kami mau menggunkan karcis, kalau tidak ya lebih baik kami nakal, " imbuhnya.

Dipaparkanya ia harus merogoh kocek di bawah Rp 1 juta untuk menebus lahan parkir, dan harus menyetor keoknum Rp 7-10 ribu setiap hari.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved