Semenjak Ada Solar Lantern, Kelompok Penenun Ikat Desa Riangbura Lebih Cepat Hasilkan Kain
Masyarakat desa Riangbura, Flores Timur, terutama kaum perempuan, sebagian memiliki mata pencaharian sebagai penenun ikat.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM,FLORES-Masyarakat desa Riangbura, Flores Timur, terutama kaum perempuan, sebagian memiliki mata pencaharian sebagai penenun ikat.
Mereka biasanya bekerja secara berkelompok untuk memyelesaikan tiap kainnya.
Seperti kelompok yang dipimpin oleh Yuliana Wadan Tobi, wanita paruh baya itu mengaku biasanya pengerjaan kain dilakukan oleh 3 kelompok.
Hal tersebut karena proses penenunan hingga pencelupan membutuhkan ketelitian. Namun kegiatan mereka itu selama ini memang terhambat lantaran tidak adanya pencahayaan yang cukup di desa mereka.
Pasokan listrik pun seringkali padam, sehingga kegiatan yang mereka lakukan, terutama pada malam hari terpaksa dihentikan.
Itu yang membuat pengerjaan kain tenun produksi masyarakat Desa Riangbura selesai lebih lama.
Menurut Yuliana, jika tidak ada pencahayaan, ia dan kelompok kerjanya bisa menyelesaikan satu kain tenun selama satu bulan.
Lamanya waktu pengerjaan itu disebabkan proses yang hanya dilakukan sejak pagi hingga sore saja, sebelum matahari terbenam.
Namun semenjak mendapatkan bantuan solar lantern atau lampu dari perusahaan elektronik Panasonic, kelompok tersebut bisa mengerjakan tenunannya hingga malam hari.
"Satu bulan (dikerjakan) kalau tidak ada lampu, kalau ada lampu, (bisa) sampai malam (pengerjaannya)," ujar Yuliana, saat ditemui di kediamannya di Desa Riangbura, Ile Bura, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Minggu (28/1/2018) lalu.
Sebelum ada solar lantern, kata dia, kelompoknya biasa mengerjakan kain tenun tersebut hingga pukul 16.00 waktu setempat.
"Kalau sore itu sudah berhenti (menenunnya), kalau nggak ada lampu, itu sekitar jam 3 jam 4 (sore)," jelas Yuliana.
Kini, Yuliana dan para ibu di desa tersebut bisa bekerja hingga malam hari.
Sehingga waktu penyelesaian tiap kain tenun, bisa dipercepat.
"Jika pakai lampu itu mereka bisa nenun ikat sampai jam 8 malam," kata Yuliana.
Lebih lanjut ia pun merasa terbantu dengan adanya solar lantern tersebut.
Ia mengatakan, tidak ada lagi keterbatasan dalam beraktivitas pada malam hari.
"Kalau ada lampu bisa membantu, bisa ikat malam, jadi lebih cepat," tegas Yuliana.
Untuk penjualan kain tenun produksi Desa Riangbura, Yuliana menyebut kelompoknya menetapkan harga per kainnya sekira Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta.
"Ada yang jual di desa sini, sarung adat itu sejuta lima ratus (ribu rupiah)," tandas Yuliana.
Yuliana merupakan salah satu warga Desa Riangbura yang merasa aktivitasnya sebagai penenun ikat, terhambat karena keterbatasan pencahayaan.
Desa Riangbura yang terletak di Kecamatan Ile Bura, memang merupakan desa yang berada di pelosok Flores Timur, letaknya cukup jauh dari pusat kota Flores.
Jika menempuh perjalanan darat dari Maumere ke desa tersebut, membutuhkan waktu selama dua jam dan harus melewati jalur Trans Flores.
Kendala lainnya yang dihadapi jika hendak berkunjung ke Kecamatan Ilebura adalah angin kencang yang sering mengakibatkan pohon tumbang.
Tidak heran, karena kawasan itu berada tepat di pesisir pantai.
Namun tumbangnya pohon berimbas pada pasokan listrik ke desa-desa yang berada di Ilebura, hal itu karena gardu listrik untuk Ilebura masuk dalam wilayah Larantuka, sehingga jika Larantuka mengalami pemadaman listrik, maka Ilebura pun akan terkena dampaknya.
Panasonic pun telah memberikan empat ratusan lampu yang disebut solar lantern sebagai salah satu cara peduli terhadap kemajuan masyarakat di daerah tersebut.
Melalui 'Proyek 100 Ribu Solar Lanterns', Panasonic ingin merubah kebiasaan masyarakat di desa terpencil di Flores Timur agar bisa menjalankan kegiatan pada malam hari, seperti masyarakat lainnya.
Panasonic pun telah memberikan total 10.084 solar lantern ke seluruh pelosok tanah air melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta perusahaan sosial setempat.
5 ribu diantaranya, didistribusikan pada 2016 lalu, termasuk diantaranya adalah empat ratusan yang didonasikan ke Flores Timur.
Seperti yang disampaikan oleh Leader Emerging Market and Social Innovation Program Management Section Panasonic, Halhisa Okuda.
"Ada 10.084 lentera yang telah diberikan ke Indonesia sejak 2013 lalu, dari 10 ribu (lentera yang disumbangkan ke Indonesia) itu, lima ribunya didistribusikan pada 2016 ya," jelas Okuda.
Sejak 2013 lalu, Indonesia menjadi satu dari 30 negara yang mendapatkan donasi lampu yang menggunakan sinar matahari sebagai energi itu.
Ket.foto: Kelompok kerja yang diketuai oleh Yuliana Wadan Tobi di Desa Riangbura, Ile Bura, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Minggu malam (28/1/2018), tengah mengerjakan kain tenun ikat dibantu penerangan dari solar lantern Panasonic.