Kisah Sepasang Kekasih Yang Harus Jalan Kaki Melewati Kubangan Lumpur Sejauh 1,5 KM Untuk Menikah
Pergerakan tanah di Dusun Pramen Desa Bantar Kecamatan Wanayasa membuat warga satu desa di Desa Suwidak, Wanayasa terisolasi.
Namun medan jalan alternatif sejauh sekitar 1,5 kilometer menuju dusun itu becek dan berlumpur.
Jika sampai terpeleset dan jatuh, masalah bagi pengantin akan lebih fatal karena badan sakit hingga kostum pengantin belepot tanah.
Pasangan ini akhirnya mengalah pada keadaan. Mereka putuskan untuk menaklukkan medan itu dengan berjalan kaki. Sepatu pengantin dilepas, berganti sepatu boot yang lebih cocok dengan medan tersebut.
Mereka harus berjuang menaklukkan medan terjal dan berlumpur demi satu tujuan, menghalalkan cinta sebagai sepasang suami istri yang sah.
"Kondisi jalan kayak gitu, kalau paksa pakai motor bisa jatuh,"katanya
Karena acara di luar rencana, masalah kemudian adalah tempat untuk menggelar akad nikah di dusun orang. Untungnya, seorang petani yang hendak pergi ke ladang, Sukamto, memahami kondisi pengantin yang nelangsa itu.
Di rumah petani itu, mereka berhasil menggelar acara ijab kabul secara sederhana. Perjuangan pasangan mempelai ini akhirnya berakhir bahagia dengan status baru yang disandang sebagai suami istri.
"Meski acara molor, tidak masalah. Yang penting mereka sah dan resepsi bisa dilangsungkan kemudian,"katanya
Perjuangan mempelai pria, Bies dan keluarganya untuk sampai ke rumah mempelai perempuan di Desa Suwidak ternyata juga tak mudah.
Rombongan pengantin pria dari Desa Nagasari Kecamatan Pagentan ini tak bisa mengakses desa pengantin perempuan karena jalan utama putus. Sementara jalan alternatif susah dilalui.
Iring-iringan pengantin pria itu akhirnya memilih mengambil rute yang tak biasa. Mereka harus mengarungi jalur hutan, lalu menyeberang sungai Merawu yang menghubungkan ke Desa Suwidak.
Nahas, tiada jembatan yang bisa dipakai untuk menyeberang. Mereka harus turun ke sungai beraliran deras, lalu mengarunginya agar sampai ke tepi sungai di daratan seberang.
"Harus menyeberang sungai yang tidak ada jembatannya. Karena tidak ada jalan lain,"katanya.
Nur Khasanah dan Bies, pasangan pengantin asal Suwidak Wanayasa Banjarnegara harus berjibaku dengan lumpur untuk bertemu dengan penghulu di desa seberang.
Kepala Desa Suwidak Arif Santosa mengatakan, kesulitan yang dialami pasangan pengantin di desanya ini mewakili kesusahan warga satu desa yang menderita karena terisolasi.
Karena keterisolasian ini, warga susah mengakses kebutuhan pokok, mengurus bermacam kebutuhan ke luar desa, mengirim hasil pertanian, hingga mengakses pendidikan bagi anak-anak yang bersekolah di luar desa.
Karena itu warga berharap agar jalan alternatif via Desa Karang Tengah diperbaiki hingga layak dilalui kendaraan. Sebab jalan utama tak memungkinkan dilakukan perbaikan karena beberapa titik lenyap terbawa longsor.
"Warga harap jalan akses bisa dilalui kendaraan baik motor maupun mobil agar tak terus terisolasi," katanya. (*)