Minggu, 5 Oktober 2025

Kisah Warga Desa Onondowa Menggotong Jenazah Keluarganya Sejauh 36 Km

Puluhan warga Desa Onondowa, Kecamatan Rampi, bahu membahu menggotong jenazah keluarga sejauh 36 kilometer.

Editor: Dewi Agustina
Tribun Timur
Warga Desa Onondowa, Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, menggotong mayat. 

Laporan Wartawan TribunLutra.com, Chalik Mawardi

TRIBUNNEWS.COM, RAMPI - Tujuh puluh dua tahun sudah Indonesia merdeka. Usia lanjut jika diumpamakan dengan manusia.

Namun sayang, belum semua masyarakat bisa merasakan nikmatnya kemerdekaan.

Termasuk masyarakat enam desa di Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan yang termasuk kecamatan terpencil.

Hingga kini, 3.546 jiwa yang mendiami kecamatan pegunungan itu belum menikmati infrastruktur yang memadai.

Akses darat dari ibu kota kabupaten ke Rampi sejauh 86 kilometer ditempuh hingga dua hari menggunakan motor modifikasi.

Jalan ke Rampi masih berstatus jalan setapak yang membelah hutan belantara pegunungan Luwu Utara.

Baca: Jenderal Gatot Diminta Tidak Memutasikan Perwira Tinggi di Akhir Masa Jabatannya

Tidak sampai disitu, listrik PLN dan jaringan internet di Rampi juga belum ada. Termasuk pelayanan kesehatan yang tidak memadai.

Akses yang sulit memaksa warga setempat memikul jenazah yang akan dikebumikan di Rampi.

Warga Desa Onondowa, Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, menggotong jenazah saudara mereka, Mesak Wungko.
Warga Desa Onondowa, Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, menggotong jenazah saudara mereka, Mesak Wungko. (Dok Chalik Mawardi)

Peristiwa yang menyentuh hati tersebut terjadi pada Sabtu (2/12/2017) pekan lalu.

Puluhan warga Desa Onondowa, Kecamatan Rampi, bahu membahu menggotong jenazah keluarga sejauh 36 kilometer.

Mereka menggotong jenazah Mesak Wungko dari wilayah Bada, Kecamatan Lore Selatan, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, menyusuri hutan belantara yang masih 'perawan' ke Onondowa.

Mesak menderita gagal ginjal dan menghembuskan nafas terakhir di RSUD Sawerigading, Kota Palopo, Sulsel, Jumat (1/12/2017).

Baca: Amien Rais Minta Presiden Tak Memecah Belah Bangsa, Ketua Komisi A DPRD DIY: Jangan Bikin Gaduh

Keluarga korban, Frans Aris Paelo, Selasa (5/12/2017) kepada TribunLutra.com menyebutkan, mereka terpaksa menggotong mayat karena tidak mampu mencarter pesawat.

"Ceritanya begini, pada hari Jumat lalu mayat Mesak ingin kita bawa ke Onondowa menggunakan pesawat. Tapi tarifnya terlalu mahal Rp 50 juta," ujar Frans.

Karena tidak mampu membayar sewa carter pesawat perintis, mereka sepakat membawa mayat Mesak ke wilayah Bada menggunakan ambulans.

"Akses dari Bada ke Onondowa baru berupa jalan setapak yang hanya bisa dilalui motor modifikasi, makanya kami gotong selama sehari pada hari Sabtu," katanya.

Baca: Penangkapan Penghina Rizieq Shihab Disebut Sebagai Aksi Main Hakim Sendiri

Hanya ada dua akses menuju Rampi dari Masamba.

Menumpangi pesawat perintis dari Bandara Andi Djemma atau menggunakan motor modifikasi menyusuri jalan setapak yang cukup ekstrem.

Akses alternatif yaitu melalui Bada, Sulawesi Tengah.

"Kami memilih ke Bada supaya lebih dekat menggotong mayat ke Onondowa, kalau dari Masamba jauh sekali," katanya.

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved