Wali Kota Kupang Tolak Penghargaan dari UGM, Ini Alasannya
Wali Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jefri Riwu Kore, menolak penghargaan dari Universitas Gadjah Madah (UGM).
TRIBUNNEWS.COM, KUPANG - Wali Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jefri Riwu Kore, menolak penghargaan dari Universitas Gadjah Madah (UGM).
Penghargaan tersebut diberikan terkait Kota Kupang yang dinilai memiliki indeks kondisi keuangan daerah terbaik.
Rencananya, Pemerintah Kota Kupang akan diundang mengikuti seminar nasional sekaligus menerima penghargaan tersebut. Penghargaan akan diserahkan Rektor UGM bersama Kementerian Dalam Negeri.
"Kami senang dapat penghargaan itu tapi kalau saya lihat, tidak mungkin dan memang tidak berhak. Menurut saya, laporan keuangan kami itu disclaimer dan saya bisa berdebat dengan siapapun karena saya tahu persis laporan keuangannya," kata Jefri kepada sejumlah wartawan di Kupang, Senin (12/9/2017).
Baca: Tabrakan dan Nyaris Masuk Jurang, Jemaah Haji Selamat Setelah Memecah Kaca Bus
"Kalau mereka (UGM) dapat informasi bahwa laporan keuangan kami tercepat itu kami akui. Tapi, bukan indeks keuangan terbaik. Itu jelas salah karena tidak mungkin indeks keuangan kami terbaik karena saya tahu, laporan keuangan itu tidak benar," sambungnya.
Menurut Jefri, minimal ada dua komponen penting yang harus dipenuhi dalam satu indeks keuangan.
Pertama, aset, yaitu pasiva dan aktiva dari satu neraca pada saat tertentu harus bagus. Kedua, posisi penerimaan dan pengeluaran menggambarkan laporan keuangan dalam periode tertentu terbaik.
"Saya kemudian bertanya, apakah benar kami berhak mendapatkan itu (penghargaan) dan apakah kami punya hak mendapatkan itu," paparnya.
Baca: Dicibir setelah Ganti Kelamin, Eks Artis Cilik ini Sekarang Banjir Pujian, Ini Kehebatannya
Selain itu, lanjut Jefri, untuk mendapatkan penghargan itu, pihaknya harus membayar kontribusi (sejumlah uang).
"Sudah laporan keuangannya jelek, berikan lagi kontribusi dan juga orang-orang dari sini harus ke sana dengan biaya sendiri, juga biaya hotel dan sebagainya, hanya untuk mendapatkan sebuah kertas dan harus ikut seminar pula. Kalau memang kami terima penghargaan, datang antar ke sini saja," katanya.
Lebih baik, lanjut Jefri, dana yang dipakai untuk ke Yogyakarta dibagikan kepada warga yang berjualan di pasar dan anak-anak sekolah, serta warga miskin lain di Kupang.
"Kenapa kami harus buang uang-uang ke sana untuk terima penghargaan itu," ucapnya.
Jefri mengatakan, lebih baik, daerahnya menyandang status disclaimer daripada nanti laporan keuangan wajar dengan pengecualian (WDP) yang abal-abal.
Kalau status laporan disclaimer, pihaknya akan berusaha memperbaiki. Ia meminta bantuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Apapun itu, termasuk disclaimer, ya tentu kami akan terima. Kami bukan menolak itu tapi kami mau menempatkan pada posisi yang benar," tandas Jefri.
Dibantah
Dikonfirmasi terpisah, Dekan FEB UGM Dr Eko Suwardi MSc menegaskan, pihaknya tidak menarik biaya kepada kepala daerah yang akan mendapat penghargaan dan mengikuti seminar nasional bertajuk
"Pengelolaan Keungan Daerah: Dari WTP Menuju Pengelolaan Keuangan yang Sehat dan Transparan".
Eko juga menyampaikan, metodologi penghitungan indeks kondisi keuangan dilakukan tim penilai yang kompeten serta sudah teruji secara valid.
"Kepala daerah yang menerima penghargaan ini tidak pernah dipungut biaya kontribusi untuk hadir memenuhi undangan kami."
"Dengan hadir menerima penghargaan, mereka sudah berpartisipasi memberikan inspirasi bagi kepala daerah yang lain," ujar Eko dalam pers rilis humas UGM, Senin (11/9/2017).
Eko menjelaskan, metodologi penghitungan indeks kondisi keuangan dilakukan tim penilai yang kompeten serta sudah teruji secara valid, konsisten, dan praktis, sehingga dapat menjadi acuan melihat performa masing-masing daerah.
"Penghargaan ini didasarkan pada metodologi ilmiah yang jelas, dan tim kami bersedia menjelaskan metodologi yang digunakan untuk menilai," tegasnya. (Kompas.com)