Minggu, 5 Oktober 2025

Tersangkut Bibit Ilegal, Petani Wortel Banjarnegara Bingung, Tanamannya Tak Bisa Segera di Panen

Penyelidikan kasus bibit ilegal diduga beracun asal Tiongkok oleh Bareskrim membuat sejumlah petani wortel di Banjarnegara bingung

Editor: Sugiyarto
SERAMBI INDONESIA/BUDI FATRIA
ilustrasi 

Laporan Wartawan Tribun Jateng Khoirul Muzakki

TRIBUNNEWS.COM, BANJARNEGARA - Penyelidikan kasus bibit ilegal diduga beracun asal Tiongkok oleh Bareskrim membuat sejumlah petani wortel di desa Sumberejo Batur Banjarnegara kebingungan.

Empat petani telah diperiksa penyidik sebagai saksi terkait kasus tersebut. 

Fanani, salah seorang petani yang menanam bibit wortel asal Tiongkok tentu saja enggan dipersalahkan.

Ia merasa menjadi korban karena tidak mengetahui bibit yang dia tanam adalah ilegal.

Ia menyadari, rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM) petani di desa membuat mereka mudah dikelabuhi oknum tak bertanggung jawab.

"Namanya juga orang desa. Kami gak tahu soal produk itu ilegal atau tidak. Karena ada yang menawarkan kerjasama dan menguntungkan, ya kami terima saja,"katanya, Selasa (29/8)

Fanani bersama empat petani lain di desanya kini harus ikut menanggung risiko atas kesalahan yang dilakukan pihak lain.

Sebagian besar tanaman wortel dari bibit impor itu terpaksa ditunda pemanenannya.

Wortel itu dilarang panen sampai hasil uji laboratorium Bareskrim keluar. Padahal, wortel itu telah siap panen dan harus segera dipasarkan untuk memperoleh hasil.

Bagi petani, penundaan masa penen itu membuat mereka merugi. Kualitas buah akan berkurang atau terlalu tua jika telat dipetik.

Lahan tersebut juga tidak bisa diperbarui dengan tanaman baru karena tanaman lama tak kunjung dipanen.

Fanani juga dibayangi ketakutan hasil panennya tidak boleh diedarkan oleh pemerintah.

Dari total 5 hektar lahan yang ditanami, baru sebagian kecil di antaranya yang telah dipanen sebanyak 3,5 ton. Wortel itu telah dikirim ke Surabaya sebelum akhirnya disita oleh Bareskri Polri.

"Kami telah keluar modal banyak. Kalau tidak boleh diedarkan kami akan sangat merugi,"katanya

Bibit beserta pupuk dan pestisida memang telah disediakan oleh pengusaha, namun lahan untuk menanam dan tenaga perawatan tetap saja dibebankan ke petani.

Fanani mengungkapkan, petani rata-rata keluar modal sebesar Rp 35 juta perhektar untuk sewa lahan dan membayar tenaga untuk mengolah lahan dan perawatan tanaman.

Karena itu, ia berharap pemerintah dapat memberikan ganti untung terhadap panen petani jika tidak boleh diedarkan.

"Masalahnya hasil panen itu  jadi tumpuan ekonomi keluarga petani,"katanya

Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Kecamatan Batur Agus Rifai mengaku tidak mengetahui peredaran bibit wortel Tiongkok itu hingga sampai di tangan petani dan ditanam di lahan mereka. 

Ia mengaku pihaknya kecolongan terhadap peredaran bibit ilegal itu. 

Menurut Agus, pengusaha bibit ilegal selalu mencari celah agar bisa menjual bibit mereka ke petani tanpa harus melalui mekanisme formal di bawah Kementerian Pertanian.

Bibit itu disebutnya tidak akan sampai ke tangan petani jika melewati prosedur impor dan pemeriksaan benih yang ketat jika teruji beracun.

"Dulu pernah ada impor benih Kalalili dari Belanda setelah melalui Balai Karantina di Jakarta ada varietas yang tidak lolos karena mengandung virus. Kalau ada bibit mengandung virus dan lolos ke petani berarti itu ilegal,"katanya

Bukan kali ini saja, menurut dia, petani di Batur tertipu oleh pengusaha bibit ilegal. 

Sebelumnya, petani juga sering didatangi sales, menawarkan bibit yang diklaim impor dan berkualitas tinggi.

Namun, setelah dipraktikkan di media tanam, kenyataannya bertolak belakang. Hasil panen tak sesuai harapan yang berujung kerugian pada petani.

"Bilangnya bibit dari luar negeri, ternyata hasilnya jelek. Petani biasanya tahu ditipu setelah mempraktikkan dan gagal,"katanya

Pengungkapan kasus ini, menurut Agus, bisa jadi pembelajaran bagi petani agar lebih jeli dan hati-hati dalam membeli benih maupun bekerjasama dengan pihak lain atau perusahaan.

Ia berharap petani proaktif meyampaikan informasi ke dinas terkait jika menemukan peredaran bibit yang mencurigakan atau ilegal agar kejadian serupa tak terulang.

"Di sini ada komunitas petani. Mereka bisa saling berbagi informasi melalui grup itu sehingga bisa lebih hati-hati," katanya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved