Jumat, 3 Oktober 2025

Kisah Tragis Aris, Balita Korban Longsor yang Terduduk di Kaki Jenazah Ibunya

Ketut Aris, bocah 3,5 tahun, menyaksikan kematian ibunya dan menungguinya selama enam jam di dalam kamar tidur.

Editor: Rendy Sadikin
Tribun Bali / I Made Ardhiangga Ismayana
Ketut Aris, bocah 3,5 tahun, bermain ponsel saat dipangku bapaknya, I Gede Kembar Saputra, di posko darurat di Desa Awan, Kintamani, Bangli, Bali, Minggu (12/2/2017). Aris menyaksikan kematian ibunya dan menungguinya selama enam jam di dalam kamar tidur. 

TRIBUN BALI/I Made Ardhiangga Ismayana

TRIBUNNEWS.COM, BANGLI - BENCANA Tanah longsor di Kecamatan Kintamani, Bangli, Bali, sangat menyayat hati.

12 orang menjadi korban peristiwa bencana alam pada Jumat (10/2/2017) dinihari.

Kisah tragis yang membuat pilu adalah kisah Ketut Aris, bocah 3,5 tahun, yang menyaksikan kematian ibunya dan menungguinya selama enam jam di dalam kamar tidur.

Informasi yang dihimpun Tribun Bali, Minggu (12/2/2017), Ketut Aris tidur bersama kakaknya Natalia (10) dan ibunya Kadek Arini (27).

Mereka ditemani kakek dan neneknya (orangtua Kadek Rini), I Nyoman Budiarta (45) dan Ni Nengah Parmini (40), di dalam satu kamar.

Saat itu, bapak dari Ketut Aris atau suami Kadek Arini yaitu I Gede Kembar Saputra sedang menunggu berada di RS Bali Med Denpasar.

Gede Kembar menjaga bapaknya yang sedang opname.

Gede Kembar meninggalkan istri, dua anaknya, dan mertuanya di rumah di Desa Awan, Kintamani.

Kejadian nahas itu terjadi sekitar pukul 01.00 wita dinihari.

Saat itu, hujan deras turun terus menerus selama tiga hari sebelum terjadi bencana longsor atau senderan jebol itu.

Kondisi langit di Desa Awan serupa di Desa Songan dan Sukawana yang langitnya dipenuhi gelegar petir.

Kemudian pada Jumat dinihari sekitar pukul 01.00 Wita juga terjadi gempa dan senderan di dekat rumah Gede Kembar jebol dan menimpa rumahnya.

Longsoran itu jatuh tepat ke kamar yang ditempati satu keluarga itu.

Empat orang meninggal yaitu Natalia, Kadek Arini, Budiarta, dan Parmini.

Sedang Ketut Aris, balita yang berumur 3,5 tahun, selamat.

Perbekel Desa Awan, Sang Nyoman Putra Irawan menjelaskan, warganya yang menjadi korban ini tidur berlima dalam satu kamar.

Hanya saja, tidak kelihatan bahwa ada rumah yang terkena longsor akibat senderan jebol itu.

"Jadi sekitar pagi pukul 06.30 wita warga mulai keluar. Tapi masih belum tahu ada rumah yang tertimpa.

Pukul 07.00 wita paman korban mengecek ke rumah korban, dan kaget melihat bencana itu.

Anak terakhirnya Ketut Aris masih hidup. Ibu, kakak Ketut, dan mertua (Gede Kembar) meninggal dunia," ucapnya, Minggu (12/2/2017).

"Jadi sekitar enam jam anaknya laki-laki itu nungguin jenazah ibunya. Ia (Ketut Aris) duduk di kaki ibunya. Dan datang pamannya baru memanggil 'Uwak.. Uwak..' (Paman.. Paman)," imbuhnya.

Ia membenarkan, saat kejadian memang suami dari korban tidak ada di rumah.

Suami dari korban sedang menjaga bapaknya di rumah sakit.

Karena itu, istrinya (korban) mengajak bapak dan ibu kandungnya (mertua dari Gede Kembar) yang berasal dari Desa Suter untuk menemani di rumah.

Mereka tidur dalam satu kamar. Lantas saat lelap-lelapnya tidur ada kejadian bencana itu.

Seorang bayi yang ditimpa bangunan rumahnya di Banjar Desa, Desa Sukawana, Kintamani saat mendapatkan perawatan di RSUD Bangli, Jumat (10/2/2017)
Seorang bayi yang ditimpa bangunan rumahnya di Banjar Desa, Desa Sukawana, Kintamani saat mendapatkan perawatan di RSUD Bangli, Jumat (10/2/2017) (Tribun Bali/I Wayan Eri Gunarta)

"Jadi memang hujan sudah tiga harian tidak berhenti-berhenti. Sedikit reda hujan lagi. Begitu terus. Usai meninggal, kami mengubur (menitipkan) jenazah korban pada pukul 12 malam di hari yang sama usai kejadian. Saat itu cuaca pun ekstrem, petir menggelegar tiada henti," ungkap Sang Nyoman, sembari menambahkan rencananya jenazah korban akan dikremasi pada 28 Februari mendatang.

Sementara dari pantauan Tribun Bali, Ketut Aris tampak asyik dengan ponselnya.

Bocah tampan itu masih belum mengetahui nasib ibunya, kakak, dan kakek-neneknya yang sudah meninggal.

Sedangkan bapaknya, Gede Kembar, yang menggendong Aris tidak dapat berkata banyak.

Ia masih tampak menahan kesedihan mendalam.

Matanya masih bengkak akibat lelah menangis karena ditinggal istri tercintanya dan anak perempuannya.

Warga sekitar pun berharap peristiwa longsor tersebut tak terjadi lagi.

Apalagi sampai merenggut korban jiwa.

Longsor memang sering kali terjadi di kawasan Kintamani.

Longsor dikarenakan tingginya curah hujan yang turun dan membuat tanah terjun dari tempat tinggi ke rendah.

Gede Cani (20), keluarga dari Ni Ketut Bunga (korban longsor di Dusun Bantas Desa Songan B) mengaku, berharap tidak ada lagi longsor yang terjadi di desanya.

Pilu dan hati cukup tersayat karena keluarga dan kerabat menjadi korban.

"Di daerah saya Dusun Bantas itu terdiri dari tiga KK dari 9 rumah yang berderet 5 rumah yang terkena longsor," kata Gede Cani, yang juga kehilangan dua anak Ketut Bunga.

Gede Cani juga mengaku tidak berani tinggal dan berada di penampungan untuk sementara waktu

Ia ke rumah hanya untuk mengambil barang-barang atau mandi.

Selain itu, ia dan warga hanya tinggal di penampungan sementara warga.

"Paling ke rumah cuma untuk mandi atau mengambil kaos dan celana. Semua barang-barang masih di sana. Dan memang disuruh steril dulu atau tidak boleh ditinggali," jelasnya.

Sementara itu, anggota DPR RI Nyoman Dhamantra yang menemui keluarga korban tidak berkata banyak.

Ia mengaku cerita dan derita warga menyayat hati.

"Cukup pilu dan tragis kejadian di sini," ungkapnya.

Ia sebelumnya juga menyatakan Kintamani merupakan daerah rawan longsor dan perlu mendapat anggaran cadangan dan identifikasi daerah rawan longsor.

Dengan demikian antisipasi bencana bisa digalakkan.

Dhamantra menyebut bencana tidak dapat diduga menimpa warga.

Namun, kejadian semacam ini bisa diantisipasi dengan mengetahui kawasan mana saja yang rawan longsor.

Itu nanti ditandai tidak boleh menjadi rumah warga.

Paling tidak langkah ini sudah meminimalisir adanya potensi bencana di daerah tempat tinggal warga.

"Dari identifikasi itu harus ada cadangan anggaran bencana longsor khusus untuk Kintamani. Jadi tidak mendadak untuk memberikan bantuan kepada warga yang tertimpa bencana," ucapnya di lokasi posko darurat warga. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved