Baru Bebas, Mantan Bupati Bangli Pasrah Jadi Tersangka Kasus Korupsi Lagi
Mantan Bupati Bangli, I Nengah Arnawa (58) hanya bisa pasrah saat mengetahui dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangl
Arnawa mengaku, aneh jika dirinya dijadikan tersangka karena mengeluarkan SK pembagian upah.
Arnawa menyatakan yang menjadi inisiator pembuatan SK adalah instansi teknis Dispenda dan Pasedahan Agung, Kabag Hukum serta Sekda.
"Ahli di persidangan menyatakan yang bertanggungjawab seharusnya tim teknis. Saya sebagai bupati hanya tanda tangan saja. Kalau SK itu bermasalah, Kabag Hukum dan Sekda yang melakukan kajian SK juga harus diperkarakan," tegas Arnawa.
Menanggapi status Bupati Bangli Made Gianyar tersebut, Marhaniyanto menyatakan masih sebagai saksi.
Didesak kenapa Gianyar tidak jadi tersangka, padahal turut menikmati uang UP saat menjadi wakil Arnawa, pun setelah menjadi bupati Gianyar juga ikut menikmati uang, Marhaniyanto mengatakan penetapan seseorang menjadi tersangka harus didasari fakta dan yuridis yang jelas.
"Kami tidak bisa menetapkan (Bupati Made Gianyar) sebagai tersangka, tanpa didasari fakta dan yuridis yang jelas. Karena ini menyangkut harkat martabat seseorang," ujar Kasi Intel Kejari Bangli itu.
Ia menegaskan, dalam penanganan kasus ini dan dalam rangka penegakan hukum, Kejari Bangli bersikap netral dan profesional.
"Kalau memang ada bukti kuat, kami akan tindak siapapun. Ya, termasuk Bupati Made Gianyar, asal ada bukti yang kuat," ujar Marhaniyanto.
Terkesan Diselamatkan
Sementara itu, anggota tim penasihat hukum terdakwa Rai Darmayudha yaitu Made Suardika Adnyana, mengapresiasi langkah kejaksaan mengembangkan kasus ini.
Namun di sisi lain, pihaknya menyayangkan sikap kejaksaan yang hanya menetapkan Arnawa sebagai tersangka. Sementara Bupati Gianyar terkesan diselamatkan.
"Dua alat bukti untuk menetapkan Pak Gianyar sebagai tersangka sudah lebih dari cukup. Bukti surat sudah ada, keterangan saksi dan ahli sudah ada. Kalau KPK yang menangani pasti tersangka," ungkapnya.
Sebelumnya, Rai Darmayuda dituntut pidana penjara empat tahun dalam sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Rabu (8/2/2017).
Sedang terdakwa lainnya, AA Gede Alit Darmawan dituntut pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan.
Atas tuntutan tim Jaksa Penuntut Umum itu, para terdakwa melalui masing-masing tim penasihat hukumnya yaitu Ketut Ngastawa dkk dan Made Suardika dkk akan mengajukan pembelaan pada sidang pekan depan.
Selain menjatuhkan pidana badan, dalam sidang yang digelar secara terpisah, JPU juga menuntut hukuman denda dengan besaran yang sama kepada para terdakwa yaitu, denda sebesar Rp 50 juta, subsidair 3 bulan kurungan.