Senin, 6 Oktober 2025

Densus 88 Masih Butuh Waktu Seminggu Periksa 8 WNI yang Dideportasi dari Malaysia

emerintah Malaysia mendeportasi delapan warga negara Indonesia (WNI) asal Sumatera Barat yang gagal masuk ke Singapura.

Editor: Dewi Agustina
Capture Youtube
Diduga akan berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok radikal ISIS, sebanyak 8 orang warga negara Indonesia dideportasi dari Malaysia. 

TRIBUNNEWS.COM, BATAM - Pemerintah Malaysia mendeportasi delapan warga negara Indonesia (WNI) asal Sumatera Barat yang gagal masuk ke Singapura.

Para WNI tersebut tiba di Pelabuhan Batam Centre, Kota Batam, Selasa (10/1/2017) menumpang kapal feri MV Marina Lines.

Mereka ditolak masuk ke Singapura dari Malaysia ketika petugas Negeri Singa tersebut mendapati gambar mirip bendera kelompok ISIS (Negara Islam Suriah dan Irak) di telepon genggam milik seorang dari delapan WNI tersebut.

Mereka tercatat sebagai guru dan santri Pondok Pesantren Darul Hadist, Bukit Tinggi, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Mereka berangkat dari Kota Padang menuju Kuala Lumpur pada 3 Januari 2017 lalu.

Setelah sampai di Pelabuhan Internasional Batam Center, petugas imigrasi langsung menginterogasi delapan WNI tersebut. Selanjutnya mereka diserahkan kepada Polda Kepulauan Riau (Kepri).

Kapolda Kepri Irjen Pol Sam Budigusdian, Rabu (11/1/2017) siang menjelaskan delapan orang itu masih dibutuhkan sekitar sepekan oleh tim Densus 88 Polri.

"Jadi kedelapan orang ini masih diamankan sementara waktu di Mako Brimob untuk dimintai keterangan. Teman-teman dari Densus 88 Polri masih butuh waktu tujuh hari untuk menyelidiki sejauh mana keterlibatan mereka," kata Kapolda.

Dirjen Perlindungan dan Hukum WNI Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal juga membenarkan adanya delapan orang WNI yang dideportasi dari Malaysia ke Indonesia melalui Pelabuhan Internasional Batam.

"Mereka berangkat ke Malaysia pada 3 Januari. Tinggal di Kuala Lumpur selama 3 hari, satu tujuannya untuk pengobatan seorang anggota mereka. Kemudian mereka tinggal satu malam di Perlis. Pada 7 Januari mereka menuju Pattani, Tahiland Selatan, untuk belajar mengenai sistem pendidikan di sebuah lembaga pendidikan agama Islam di tempat itu," ujar Lalu Muhammad Iqbal, di Jakarta, Rabu.

Kemudian, pada 9 Januari mereka memasuki Singapura melalui Johor. Rencananya mereka akan menginap sehari di Singapura.

Namun petugas Imigrasi Singapura memberi status Not To Land (NTL) kepada mereka.

"Alasan utamanya, ditemukan gambar atau foto di ponsel mereka, terkait dengan ISIS. Karena itu mereka dideportasi dari Singapura ke Malaysia," lanjutnya.

Petugas Antiteror Kepolisian Malaysia sempat melakukan pemeriksaan mendalam terhadap delapan WNI tersebut pada 10 Januari.

Menurut Kepolisian Malaysia, mereka mengamalkan ajaran ahlussunah wal jamaah dan tidak ada kaitan dengan ISIS.
Sedang gambar-gambar terkait ISIS di telepon selular diterima secara tidak sengaja melalui medsos.

"Mereka dibebaskan namun harus meninggalkan Malaysia saat itu juga. Mereka selanjutnya dipulangkan melalui Batam dan diserahkan untuk penanganan serta pendalaman lebih lanjut kepada Polda Kepri," kata Iqbal.

Kabag Penerangan Umum Mabes Polri, Kombes Martinus Sitompul mengungkapkan petugas Imigrasi Singapura menemukan tiga gambar yang mengesankan ISIS di dalam telepon genggam milik Ridce Elfi Hendra (REH).

"REH yang menggunakan paspor Arab Saudi," ungkap Martinus.

Ketika menjalani pemeriksaan di Malaysia, Ridce mengaku menerima gambar itu dari sebuah grup Whatsapp (WA).

Lantaran tahu itu gambar terlarang dan berbahaya, Ridce langsung keluar dari grup WA itu serta menghapus gambar.

Ternyata tanpa sadar, gambar tersebut masih ada di dalam file manager.

"Selanjutnya mereka diperiksa intensif oleh Densus 88 Mabes Polri," tambah Martinus. (tribunbatam/leo/rio)

Sumber: Tribun Batam
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved