Senin, 6 Oktober 2025

Cerita Pilu Korban Penggusuran di Kampung Bugis Serangan

Setelah rumahnya tergusur, Harfiah bersama anak-anaknya terpaksa melewati malam hanya beratapkan tenda dari terpal.

Editor: Wahid Nurdin
Tribun Bali/I Wayan Erwin Widyaswara
Harfiah bersama dua anaknya duduk di pinggir-pinggir rumah yang kena gusur di Kampung Bugis, Serangan, Denpasar, Selasa (3/1/2017) malam. 

TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Tepat pukul 22.30 Wita, Selasa (3/1/2016), Harfiah masih termenung di pinggir-pinggir rumah yang habis tergusur di Kampung Bugis, Serangan, Denpasar, Bali.

Ia duduk memangku anaknya di sela-sela barang yang masih bisa ia selamatkan.

Sesekali mata perempuan berusia 34 tahun yang menjadi korban penggusuran itu terpejam.

Harfiah adalah satu di antara 400-an jiwa yang kehilangan rumahnya dilakukan eksekusi oleh panitera Pengadilan Negeri (PN) Denpasar pada Selasa kemarin sejak pukul 09.00 Wita hingga 15.00 Wita.

Enam alat berat dikerahkan untuk meratakan 40 rumah milik 36 kepala keluarga (KK).

Setelah rumahnya tergusur, Harfiah bersama anak-anaknya terpaksa melewati malam hanya beratapkan tenda dari terpal.

"Bu, pengen maem...(bu, ingin makan)," ucap seorang anak Harfiah yang masih bocah sembari sesekali menangis dan menarik-narik baju ibunya.

Melihat anaknya yang bergelinang air mata dan terus meminta makan, Harfiah berdiri mengambil panci yang masih bisa ia selamatkan dan meminjam kompor warga lainnya.

Ia letakkan kompor itu di areal jalan, dan menuangkan air kemudian memasaknya bersama rekan-rekannya.

"Anak saya belum makan dari tadi. Kita semua belum makan. Kanggoin buat mie saja dulu," kata ibu dua anak ini kepada Tribun Bali.

Pasca eksekusi lahan yang digelar siang kemarin, suasana Kampung Bugis, Serangan memang sangat memprihatinkan.

Tumpukan barang-barang yang masih bisa diselamatkan terlihat di pinggir-pinggir jalan: ada yang menitipkan di rumah warga yang lain, ada yang menaruh barang mereka di tempat pengungsian sementara.

Di emperan warung dan rumah warga Kampung Bugis yang tidak terkena eksekusi, tampak sejumlah bocah tertidur lelap seperti sangat kelelahan.

Betapa tidak, masjid yang tersedia sudah penuh sehingga banyak warga yang tidak mendapatkan tempat tidur.

Ada juga warga yang kelelahan sehabis mengangkut barang kemudian tertidur di atas kursi.

"Tidak tahu harus tinggal di mana. Buntu saya sekarang. Nanti ikut berdesakan di masjid saja," kata Nurhayati, warga Kampung Bugis lainnya yang kehilangan rumah.

Sembari terus merenung dan meneteskan air mata, Nurhayati berharap pemerintah baik dari pusat maupun daerah agar segera memberikan solusi tempat tinggal.

"Saya lahir di sini. Jadi tidak ada saudara lagi," katanya.

Ia teringat akan barang-barangnya yang tidak bisa ia selamatkan berupa mesin cuci, dan alat melaut milik suaminya.

"Yang saya pikirin itu anak saya. Nanti gimana dia apa bisa sekolah, baju baju juga ikut tertimbun," tutur ibu tiga anak ini.

Sebagian barang-barang warga tidak bisa diselamatkan, termasuk baju-baju sekolah, dan peralatan sekolah anak-anak.

Mereka mengaku anak-anaknya yang masih sekolah libur sekitar seminggu.

"Nggak bisa sekolah. Saya suruh libur saja dulu seminggu. Orang pakaiannya masih di dalem dan tertimbun," kata Harfiah.

Siti Muria (38) hingga tadi malam juga belum tahu tinggal di mana, karena tidak punya sanak saudara yang tinggal di luar Serangan.

"Nenek saya, bapak saya dan saya lahir di sini. Nenek moyang saya sudah tinggal di sini ratusan tahun," katanya.

Dirinya menyatakan pernah ditawarkan tali kasih sebesar Rp 50 juta oleh keluarga penggugat, namun ditolak.

Siti Muria menyatakan, dirinya tidak ingin uang dan hanya menginginkan disediakan tempat tinggal sementara.

Setelah kehilangan rumah, hampir sebagian warga Kampung Bugis Serangan terlihat masih berwajah pucat dan berpakaian lusuh.

Sejak pagi hingga malam hari, mereka mengaku tidak mandi.

Bahkan, puluhan warga ada yang tidak tidur seharian sebelum eksekusi digelar.

Kemarin, jika hendak BAB, atau buang air kecil, warga yang tidak punya rumah terpaksa meminjam tempat di perumahan warga sekitar.

Belum ada bantuan apapun yang diberikan oleh pemerintah sehingga warga di sana harus bekerjasama iuran untuk memasak dan sewa tenda.

"Hingga malam ini (tadi malam, red) belum ada bantuan. Saya cuma berharap agar pemerintah pusat, Pak Presiden, Pak Gubernur, Pak Wali Kota, Camat, agar memerhatikan kami. Bagaimana pun kami juga rakyatnya bapak," kata Kepala Lingkungan Kampung Bugis, Muhadi.

Muhadi mengaku seluruh warganya tidak ada yang pindah.

Semua warganya dikatakan masih akan tinggal di Kampung Bugis Serangan.

"Meskipun sekarang ada yang numpang sementara di tempat saudara mereka, tapi pada prinsipnya seluruh warga Kampung Bugis masih di sini. Tidak akan pindah," kata Muhadi. (Tribun Bali/I Wayan Erwin Widyaswara)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved