Dianggap Tak Waras Polisi Mutilasi Anak Divonis Bebas, Ini Kilas Baliknya
Edy menjelaskan terdakwa Petrus Bakus harus menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Sungai Bangkong Pontianak
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino
TRIBUNNEWS.COM, SINTANG - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sintang menjatuhkan vonis bebas kepada terdakwa Petrus Bakus yakni bekas polisi di Melawi yang mutilasi dua anak kandung.
Dalam sidang putusan akhir di Pengadilan Negeri (PN) Sintang, Kamis (1/12/2016) sore, Hakim Ketua majelis hakim, Edy Alex Serayok menegaskan sesuai ketentuan Pasal 44 KUHP, terdakwa Bakus tidak dapat dijatuhi pidana dan dilepas dari tuntutan hukum, lantaran dianggap tak waras atau gila.
Kendati demikian, sesuai Pasal 44 ayat (2) KUHP, Edy menjelaskan terdakwa Petrus Bakus harus menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Sungai Bangkong Pontianak.

Brigadir Petrus Bakus.
"Jika nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal. Maka, dapatlah hakim memerintahkan memasukkan dia ke rumah sakit jiwa selama-lamanya satu tahun untuk diperiksa," kata Edy.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sintang, Kamis (1/12/2016) sore, menjatuhkan vonis bebas kepada terdakwa Petrus Bakus yakni bekas polisi di Melawi yang mutilasi dua anak kandung.
Berikut ini kilas balik peristiwa memilukan kala Petrus Bakus (27), tega memutilasi putri kandungnya, Amora (4) dan putranya, Fabian (3).
Tragedi itu terjadi di Kompleks Asrama Mapolres Melawi, Gg Darul Falah, Desa Paal, Kecamatan Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi, Jumat (26/2/2016) dini hari.
Polisi berpangkat Brigadir, Petrus Bakus, tega menghabisi kedua buah hatinya, putrinya Amora (4), dan putranya Fabian (3).
Tidak hanya membunuhnya, Brigadir Petrus juga memotong tubuh anak-anaknya menjadi beberapa bagian.
Potongan tubuh berserakan di atas tempat tidur.
Brigjen Arief Sulistyanto, Kapolda Kalbar kala itu, mengungkapkan berdasarkan informasi dari istri tersangka, Windri Hairin Yanti, Brigadir Petrus sering marah-marah dalam sepekan terakhir.
"Pembunuhan terjadi pada saat istrinya sedang tidur, kemudian terbangun. Saat itu suaminya mendatangi istrinya dengan membawa parang yang sudah berlumuran darah. Ia mengatakan akan membunuh istrinya," ungkap Arief.
Melihat parang berlumuran darah, Kapolda menjelaskan ketika itu Windri minta waktu untuk melihat kedua anaknya.
Namun, Petrus menjelaskan anak-anak sudah dihabisi.
Arief memastikan pihaknya sudah mengambil langkah-langkah hukum atas kasus pembunuhan yang diduga dilakukan Brigadir Petrus.
"Saat ini dokter forensik sedang melakukan pemeriksaan mayat korban. Tim Penyidik Polda dan Polres melakukan olah TKP dan melakukan pemeriksaan saksi-saksi," ujar Kapolda.
Saat diperiksa, kata Kapolda, tersangka mengaku melakukan pembunuhan terhadap anak-anaknya dengan sadar dan tidak menyesal, karena ada bisikan yang memerintahkan untuk persembahan kepada Tuhan.
"Ia tidak menyesal karena anaknya sudah kembali ke surga dan menganggap anaknya sudah menyatu dengan dirinya. Ia mengatakan bahwa apa yang terjadi pada dirinya adalah sudah kehendak Tuhan sejak ia lahir dari rahim ibunya," paparnya.
Kapolda menyatakan, bisikan tersebut diterima Brigadir Petrus sejak Jumat sepekan sebelumnya.
"Dengan kondisi kejiwaan yang demikian, maka akan kami lakukan pemeriksaan kejiwaan oleh psikiater. Namun menunggu waktu kurang lebih satu minggu untuk cooling down. Dilaporkan selama ini, yang bersangkutan tidak ada masalah dalam kedinasan," pungkasnya.
Baca: Tuntutan Penjara Seumur Hidup Divonis Bebas, Ini Respons Jaksa
Apakah Petrus mengidap Schizophrenia? Menurut Kapolda Arief masih harus dipastikan terlebih dahulu. Sebab semuanya masih dalam dugaan.
"Masih dugaan. Kepastiannya hasil pemeriksaan ahli psikiatri," kata Arief.
Brigadir Petrus sendiri merupakan anggota Satuan Intelkam Polres Melawi dengan NRP 88080657.
Informasi yang dihimpun, sesaat sebelum kejadian, Brigadir Petrus, Amora dan Fabian bermain bersama di dalam kamar tidur.
Sementara Windri hendak tidur di kamar yang lain.
Antara kamar Fabian dan Amora dengan kamar Windri hanya di batasi ruang tengah.
Beberapa saat merebahkan badan di kamar, Windri heran karena mendadak tidak ada suara canda tawa anak-anaknya.
Ia pun memutuskan untuk mengecek langsung keduanya di kamar sebelah.
Alangkah terkejutnya Windri, ketika mendapati ada banyak bercak darah di lantai.
Ia melihat Amora dan Fabian, dalam keadaan tidak bernyawa di atas tempat tidur.
Ia makin syok karena tubuh kedua buah hatinya dalam keadaan terpotong-potong.
Hanya bagian kepala yang masih melekat di badan. Itu pun dengan luka gorok di leher.
Sementara untuk kedua kaki dan tangan, dimutilasi oleh Petrus. Masih di dalam kamar itu juga, Windri mendapati suaminya berbicara sendiri.
"Mereka Baik. Mereka Mengerti. Mereka Pasrah. Maafkan Papa ya, Dik," ucap Petrus kepada Windri.
Usai mengucapkan kata-kata itu, Petrus meminta istrinya untuk mengambilkannya air minum.
Masih dalam keadaan syok, Windri menuruti permintaan suaminya. Ia pun bergegas menuju dapur.
Saat itulah, Windri memutuskan untuk melarikan diri dan meminta pertolongan warga Asrama Polisi lainnya.
Ia mengetuk pintu Rumah Dinas Anggota Sat Intelkam, Brigadir Sukadi, yang tepat berada di sebelah rumahnya.
Mendengar pintunya diketuk, Brigadir Sukadi terbangun dan membukakan pintu.
Ia lantas meminta Windri masuk ke dalam rumah.
Sukadi lantas mengunci pintu rumahnya dan meminta Windri sembunyi di dalam.
Sukadi sendiri memeriksa rumah Windri. Saat diperiksa, di saat bersamaan, Petrus ke luar dari rumah.
Ia duduk di teras rumahnya. Sukardi pun datang menghampiri Petrus.
Kepada Sukardi, Petrus mengakui perbuatannya dan langsung menyerahkan diri.
"Sudah saya bersihkan, Bang. Saya menyerahkan diri," ujar Petrus kepada Sukardi.
Kasus ini sampai juga ke telinga Kapolri Jenderal Badrodin Haiti.
Ia mengaku telah menerima laporan kasus mutilasi yang diduga dilakukan anggota Polri, Brigadir Petrus Bakus.
"Sudah dilaporkan oleh Kapolda. Memang yang bersangkutan ini sejak umur 4 tahun ini sering mengalami semacam kemasukan atau kesurupan. Itu tidak terdeteksi saat masuk polisi," kata Badrodin di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jaksel.