Majelis Keselamatan Negeri Sabah Larang Kapal Pengangkut Ikan Asal Nunukan Masuk Wilayahnya
Majelis Keselamatan Negeri Sabah, Malaysia melarang masuknya kapal-kapal kayu pengangkut ikan asal Nunukan ke wilayah Sabah.
Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Niko Ruru
TRIBUNNEWS.COM, NUNUKAN - Majelis Keselamatan Negeri (MKN) Sabah, Malaysia melarang masuknya kapal-kapal kayu pengangkut ikan asal Nunukan melalui jalur pelayaran tradisional ke wilayah Sabah.
Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Nunukan, Petrus Kanisius mengatakan, larangan tersebut efektif berlaku sejak Senin (24/10/2016).
"Saya sudah terima suratnya dari MKN. Kapal-kapal ikan kita nggak boleh masuk sekarang," ujarnya, Rabu (26/10/2016).
Dia mengatakan, surat tersebut bukan hanya ditujukan kepada nelayan dari Indonesia.
"Larangan yang sama berlaku untuk Filipina dan Thailand," ujarnya.
Sebelumnya pada April lalu, Malaysia juga melarang masuknya kapal-kapal kayu pengangkut barang asal Nunukan.
Belakangan setelah dua bulan kemudian, pemilik kapal kayu diberikan kelonggaran dengan syarat-syarat yang ketat.
Muhammad Rezky, seorang pedagang mengatakan, meski membuka kembali jalur perdagangan Nunukan-Tawau dengan membolehkan masuknya kapal kayu, otoritas Negara Bagian Sabah menerbitkan aturan disertai biaya tinggi.
Kapal-kapal yang masuk harus bertambat di pelabuhan internasional yang konsekuensinya pada kenaikan harga.
Dia mengungkapkan, biasanya saat bertambat di pelabuhan tradisional mereka hanya membayar biaya RM 1.500 atau sekitar Rp 5.100.000 dengan kurs RM1 sama dengan Rp 3.400.
"Kalau sekarang biaya tambat dan ongkos lain di pelabuhan internasional mencapai RM 8.000. Ini akal-akalan Malaysia untuk mengambil keuntungan sepihak," ujarnya.
Petrus mengatakan, pihak otoritas di Sabah memang masih memberikan kelonggaran untuk kapal-kapal kayu pengangkut kebutuhan pokok.
"Aneh sekali ini. Kami tidak tahu pertimbangan seperti apa sampai ketua menteri mengeluarkan surat ini?" katanya.
Dia menduga, larangan tersebut terkait dengan kasus penculikan yang dilakukan sekelompok militan asal Filipina termasuk gejolak politik di negara tersebut.
Petrus mengatakan, larangan yang seringkali diberlakukan otoritas Sabah untuk kapal-kapal asal Nunukan, isunya sudah seringkali diangkat dalam Forum Sosial Ekonomi Malaysia- Indonesia.
"Termasuk di Bali dan di Penang," ujarnya.
Dia mengatakan, keputusan Malaysia ini sangat janggal. Seharusnya masuknya kapal-kapal kayu pengangkut ikan bisa ditoleransi.
Apalagi perdagangan tradisional ini sudah berlangsung puluhan tahun dengan mempertimbangkan kondisi geografis Nunukan-Tawau yang begitu dekat.
Waktu tempuh kedua kawasan ini hanya dalam hitungan menit.
Pertimbangan lain, kata Petrus, jika Malaysia mensyaratkan pelayaran sesuai aturan internasional, seharusnya Malaysia berkoordinasi dengan Indonesia terlebih dahulu.
"Bukan langsung mengeluarkan larangan sepihak seperti yang terjadi saat ini," ujarnya.
Dia menjelaskan, jika mengacu pada pelayaran internasional, tentu tidak ada yang mau menjadi nakhoda kapal nelayan.
Dengan volume angkut kecil, gaji yang diberikan juga sangat kecil. Padahal untuk menjadi mualim harus melalui sekolah dengan biaya tidak murah.
Petrus berharap, Gubernur Kalimantan Utara, Irianto Lambrie segera menyikapi persoalan yang terjadi saat ini.
"Mereka merekomendasikan agar Gubernur kita bertemu Ketua Menteri Sabah. Gubernur sudah tahu. Bupati sudah bersurat tetapi belum ada respon," kata Petrus.