Operasi Pemberantasan Pungli
Kabid Catatan Sipil Kota Batam Tertangkap Tangan Terima Pungli
Ada tiga pegawai Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Batam tertangkap tangan melakukan pungutan liar dalam proses pembuatan KTP.
Laporan Wartawan Tribun Batam, Eko Setiawan
TRIBUNNEWS.COM, BATAM - Ada tiga pegawai Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Batam tertangkap tangan melakukan pungutan liar dalam proses pembuatan KTP.
Anggota Kepolsiian Daerah Kepulauan Riau sempat menggeledah kantor Disdukcapil Kota Batam dan memeriksa ketiganya di sana. Setelah itu para terduga praktik pungli dibawa ke Polda Kepri.
Satu dari ketiga pelaku bernama Jamaris alias Boy, Kabid Catatan Sipil dengan barang bukti yang diamankan uang tunai Rp 2.484.000, akta kelahiran 43 lembar, surat kematian enam lembar.

Anggota Polda Kepulauan Riau memeriksa sejumlah pegawai Dinas Kependudukan dan catatan Sipil Kota Batam pada Senin (17/10/2016) sore. Penggeledahan ini menyusul temuan uang Rp 100 ribu di balik map pengaju pembuatan KTP. Sudah dua orang diamankan dalam kasus ini. TRIBUN BATAM/EKO SETIAWAN
Baca: Istri Diamankan Terkait Pungli Pembuatan KTP, Begini Cara Suami Menenangkannya
Pelaku lainnya adalah Irwanto, staf Bidang Catatan Sipil dengan barang bukti berupa Uang Rp 700 ribu, fotokopi surat-surat persyaratan pengurusan akta lahir.
Kemudian Nasibah, dengan barang bukti berupa uang Rp 2.1 juta, surat keterangan pindah WNI, KTP elektronik masyarakat 14 lembar, KTP SIAK tiga lembar.
Pelaksana Tugas Kabid Humas Polda Kepri, AKBP Airlangga, mengatakan kronologis penangkapan pelaku pungli di Disdukcapil Kota Batam bermula dari hasil pemeriksaan pihak kepolisian.
Baca: Disdukcapil Batam Digeledah Polisi, Kepala Dinas Tak Banyak Bicara
Polisi menemukan dalam proses pengurusan surat-surat seperti akta lahir, akta nikah, surat pindah dan KTP, dilakukan secara tidak prosedural. Terjadi praktik calo disertai pungutan liar di sini.
Pihak yang mengurus surat memberikan sejumlah uang yang diselipkan di dalam dokumen syarat-syarat kepengurusan. Jumlahnya bervariasi, dari Rp 20 ribu per orang hingga 150 ribu.
Ketiga pelaku dijerat pasal 368 KUHP dan Pasal 95 huruf B Undang-Undang No 24 tahun 2013 tentang perubahan atas Undang-Undang No 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dengan ancaman hukuman penjara enam tahun penjara.