Spanduk Kawasan Bebas Pos Pemeras Rakyat Membentang di Desa Adat Sumerta
Spanduk kawasan 'Bebas Pos Pemeras Rakyat' beredar di Desa Adat Sumerta, Rabu (24/8/2016).
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Spanduk kawasan 'Bebas Pos Pemeras Rakyat' beredar di Desa Adat Sumerta, Rabu (24/8/2016).
Spanduk ini didirikan di beberapa titik jalan. Seperti di sebelah kiri memasuki Jalan Kenyeri, perempatan Jalan Nusa Indah dan Jalan Sugita, dan beberapa titik lainnya.
Menurut seorang warga Desa Adat Sumerta, Jonantara alias De Jon, pendirian ini ialah merespon semua pos-pos yang memeras rakyat. Seperti halnya pengusaha, lembaga, perusahaan atau organisasi yang berdiri akan mereklamasi Teluk Benoa.
Bahkan, sebuah partai pun jika berdiri memeras rakyat, maka kawasan desa tempatnya tinggal bebas dari 'Pemeras Rakyat'.
"Pendirian ini juga sebagai respon terhadap kriminalisasi saudara Wayan Suardana atau Gendo. Yang merupakan saudara perjuangan untuk menolak reklamasi Teluk Benoa," kata De Jon, Rabu (24/8/2016).
Disinggung apakah ini bagian dari seruan terhadap organisasi Pospera (Posko Perjuangan Rakyat), De Jon mengaku, tidak hanya Pospera saja tapi semua pos yang mendukung dan tidak mendengarkan seruan masyarakat Bali.
"Kami tidak pandang bulu. Siapapun yang merencanakan pengurusan terhadap kawasan suci kami, kami pastinya akan melawan. Ini adalah hak tradisional kami sebagai warga Desa Adat di Bali," ungkapnya.
Menyangkut laporan Gendo, De Jon mengatakan tidak ada satu kata pun dari Gendo yang menyudutkan Pospera. Sehingga, organisasi itu mengklaim Pos Pemeras Rakyat itu sebagai Pospera. Karena sudah merasa sebagai Pos Pemeras Rakyat, maka daerahnya juga harus bebas dari anggota semua anggota Pospera.
"Karena mereka merasa sendiri sebagai Pos Pemeras Rakyat, maka kawasan desa kami bebas dari organisasi itu," tandasnya. (ang)