PLN Kalbar Rugi Miliaran Rupiah Akibat Tunggakan dan Pencurian Listrik
Untuk Pontianak sendiri, menurut Iman lembar tagihan sedikit, namun jika di rupiahkan mencapai Rp 3 miliar hingga Rp 4 miliar.
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Tito Ramadhani
TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) wilayah Kalimantan Barat mengalami kerugian hingga miliaran rupiah akibat tunggakan dan pencurian listrik di wilayah tersebut.
Manager Niaga PLN Wilayah Kalimantan Barat, Iman Faskayana mengungkapkan, pelanggan yang menunggak tertinggi di Kalimantan Barat berada di wilayah sekitar Ngabang, dengan tunggakan rekening di atas 40 bulan.
"Tunggakan rekeningnya diatas 40 lembar atau 40 bulan, itu ada di Ngabang. Sekitar 800-an pelanggan, kemudian di Mempawah sekitar 600-an pelanggan, ini yang rekeningnya di atas 40 bulan," ungkapnya saat Media Gathering dan buka puasa bersama PLN Wilayah Kalbar di Hotel Golden Tulip, Rabu (22/6/2016)
Tunggakan pelanggan tersebut, jika dinominalkan, untuk wilayah Ngabang mencapai Rp 5 miliar. Menurutnya, pelanggan tersebut tak hanya warga, ada pula instansi yang ikut tak melunasi tagihan rekening listriknya. Sementara di Mempawah, tunggakan tagihan listrik mencapai Rp 4 miliar.
"Ada masyarakat ada instansi, tapi instansi nggak seberapa. Persentasenya 90 persen ada di masyarakat," tegasnya.
Untuk Pontianak sendiri, menurut Iman lembar tagihan sedikit, namun jika di rupiahkan mencapai Rp 3 miliar hingga Rp 4 miliar.
Sebagai langkah mengatasi permasalahan ini, pihaknya tak akan melaksanakan P2TL (Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik), karena menurutnya jika P2TL itu artinya susut. Sementara permasalahan seperti ini, PLN telah membentuk tim penanganan tunggakan, yang akan menemui pelanggan untuk bersosialisasi.
"Mendatangi pelanggan, kalau bisa sih dirayu, apakah (membayar tagihannya) dicicil dilunasi langsung, supaya uangnya kembali. Kalau nantinya penunggak ini bandel, ya mau nggak mau akhirnya diputus. Kemudian tetap nggak mau bayar, ya dibongkar, artinya meterannya dibawa," jelasnya.
Sementara untuk pencurian listrik, Iman mengaku hingga saat ini, jika di hitung secara Kwh, PLN Wilayah Kalbar mengalami kerugian mencapai 8 juta Kwh, atau sekitar Rp 8 miliar.
"Terbesar di Area Pontianak, termasuk Mempawah, Ngabang dan lainnya. Modusnya banyak, macam-macam, ada yang di industri, hotel-hotel dan masyarakat, tapi terbanyak di masyarakat yang menggunakan listrik secara ilegal," terangnya.
Karena hal ini sudah berkaitan dengan pelanggaran hukum, maka menurutnya sudah dapat di tangani P2TL.
Dijelaskannya, oknum masyarakat yang melakukan pencurian, masih terbagi dalam beberapa kategori. Yakni ada kategori lewat pembatas, akan dikenai denda. Kemudian kalau meterannya yang diubah maka akan dikenakan denda juga. Selain itu juga ada kombinasi dari keduanya.
"Kalau yang liar, yang tanpa meteran itu yang lebih parah. Jadi ada denda, harus bayar denda dulu," ucapnya.
Iman mengakui, pihaknya cukup mengalami kesulitan dalam mengatasi pencurian listrik yang dilakukan oknum masyarakat. Menurutnya, ada segilintir oknum masyarakat yang cukup pintar dalam menggunakan alat-alat elektronik untuk menghack meteran listrik.
"Kalau alat (pencegah) sebetulnya banyak, tapi (Oknum) masyarakat di Indonesia ini pintar, yang saat ini banyak dilakukan adalah instrumeter elektronik, kalau elektronik ini bisa dimatikan jarak jauh, yang namanya elektronik ya bisa orang hack," ujarnya.
Namun, pihaknya lebih mengutama bentuk-bentuk sosialisasi, penyadaran-penyadaran bagi masyarakat, karena yang paling penting adalah penertiban dengan penyadaran.
"MUI sendiri sudah ada fatwa mencuri listrik itu haram. Sementara untuk di pidana, kita di Kalbar ini belum ada, tapi kalau di Jawa sudah ada yang masuk, di sini banyak yang diselesaikan dengan cara membayar denda. Masyarakat yang mengajukan ke pengadilan ataupun kami yang mengajukan ke pengadilan belum ada," jelas Iman.
Rasionalisasi pelanggan 900 VA di Kalbar menurutnya cukup mendominasi. Sekitar 350 ribuan pelanggan dari total keseluruhan pelanggan di Kalbar yang mencapai 1.1 juta pelanggan.
"350 ribuan itu ada di 900 VA. Nggak dicabut, jadi pengertiannya begini, ada program pemerintah yang dimasukan dalam Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Tim inikan menerbitkan data masyarakat miskin di Indonesia yang menggunakan listrik. Bagi pengguna listrik 450 VA dan 900 VA, yang masuk dalam data TNP2K, itulah yang berhak mendapatkan subsidi," paparnya.
Iman menerangkan, tidak semua pelanggan 450 VA dan 900 VA yang masuk dalam data TNP2K tersebut. Sehingga terpaksa harus menyesuaikan dengan harga keekonomian, sebesar Rp 1.350. Sementara yang disubsidi pemerintah harganya sekitar Rp 980.
"Jadi ada perbedaan harga yang signifikan, itulah subsidinya disitu. Terus terang, sampai saat ini kami memberlakukan itu. Efektif atau tidaknya belum kami ukur, tapi kami juga menunggu respon dari masyarakat, tentu saja ada yang setuju dan ada yang nggak kan," terangnya.
Rasionalisasi ini, menurutnya telah dimulai sejak Mei 2016. Hasil pendataan Januari hingga Februari, dan pada April data telah masuk, sehingga diberlakukan pada Mei.
"Harusnya Juli ini sudah mulai diberlakukan, tapi terus terang, Menteri ESDM belum menyetujui, jadi tenang saja, ini belum diterapkan. Kalau rencananya Juni ini, awal Juli ini kami sudah harus tagihan listrik, tapi dari pemerintah belum disetujui," pungkasnya.