Aktivitas Tambang di Tutup, Ratusan Polisi Jaga Tambang Bawah Tanah di Bengkulu
akibat aksi itu, empat warga sipil menderita luka tembak peluru karet.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polda Bengkulu masih melakukan penjagaan ketat pasca adanya aksi unjuk rasa masyarakat perwakilan 12 desa di Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu yang menolak tambang bawah tanah hingga berujung jatuhnya korban, Sabtu (11/6/2016) kemarin.
Dimana akibat aksi itu, empat warga sipil menderita luka tembak peluru karet. Termasuk dua anggota Polri juga menjadi korban terkena luka bacok.
"Hasil kesepakatan kemarin, sementara aktivitas tambang bawah tanah ditutup karena akan dilakukan pembahasan lebih lanjut dengan masyarakat," tutur Karo Penmas Mabes Polri, Brigjen Agus Rianto, Senin (13/6/2016) di Mabes Polri.
Agus melanjutkan hingga kini, ratusan anggota Brimob Polda Bengkulu masih melakukan penjagaan ekstra ketat di lokasi tambang dan tidak sembarangan orang diizinkan masuk.
"Ada 250 anggota yang masih mengamankan lokasi tambang PT Citra Buana Selaras (CBS). Teman-teman di Bengkulu sudah melakukan langkah dan upaya untuk menelusuri peristiwa ini. Sudah ada pertemuan antara Kapolda, Bupati, Sekda, Camat, Kepala Desa dan perusahaan," ujar Agus.
Agus menambahkan kepolisian dan pihak terkait akan menelusuri apakah benar seluruh izin pertambangan sudah dikantongi oleh pihak perusahaan atau belum.
Menurut jenderal bintang satu itu, apabila memang perusahaan sudah memiliki izin dan ada penolakan dari masyarakat, baiknya pihak Pemda mengkaji ulang hal tersebut.
"Meski ada izin dan masyarakat menolak, tentunya itu jadi perhatian. Makanya bupati berencana kunjungi perusahaan," ujar Agus.
Untuk diketahui, masih belum dipastikan siapa yang lebih dulu memulai aksi anarkis tersebut, apakah dari pihak masyarakat atau polisi.
Empat Korban luka tembak masyarakat dilarikan ke RS di Kabupaten Rejang Lebong dan RS M Yunus di Kota Bengkulu. Korban tersebut yakni Marta (18), Bahrudin Hs, Yudi dan Ali Muin. Sementara itu, korban luka bacok dari Polri dirawat di RS Bhayangkara Bengkulu.
Sebelumnya aktivitas pertambangan di bawah tanah dengan membuat terowongan sudah beberapa kali ditolak warga, ada sekitar 12 desa yang menolak karena diatas tanah terowongan terdapat perkebunan dan permukiman penduduk. Warga berharap izin perusahaan dicabut.