Selasa, 7 Oktober 2025

WNI Disandera Abu Sayyaf

Tak Mungkin Negosiasi Tanpa Tebusan

Melihat rekam jejak kelompok Abu Sayyaf selama ini, bisa dipastikan sejumlah WNI yang disandera akan dibunuh jika permintaan tebusan tidak dipenuhi.

Editor: Dewi Agustina
Foto: IBTimes
Gerilyawan Abu Sayyaf 

Kelompok ini hanya butuh uang dan uang. Cara negosiasi apapun tanpa uang, bakal percuma. Mereka tidak mau mengambil risiko jika kemauannya (tebusan) tidak diwujudkan.

Namun sebelum para sandera itu dieksekusi kebiasaannya masih diberi kesempatan atau jeda waktu lagi paling lama seminggu. Istilah mereka, ekstra time.

Setelah seminggu tebusan tidak diberikan, para sandera ini baru dieksekusi.

Sandera sesama agama (Islam) saja dieksekusi, apalagi yang beda agama.

Kelompok ini sudah sangat liar, tidak memandang sahabat antarnegara yang dipandang sebagai sahabat secara teritorial.

Perspektif ideologi mereka tidak bisa dibatasi dengan pandangan soal sahabat atau negara bertetangga secara terotorial. Malaysia itu kan negara tetangga, tetap sanderanya dibunuh juga.

Dilihat dari rekam jejaknya, kelompok pimpinan Rodulan Sahirun alias Komandan Putul ini, sejak kecil keluarga mereka banyak yang tumbuh dan hidup di medan konflik serta kekerasan.

Sampai-sampai sang pimpinan, Rodulan Sahirun, harus kehilangan tangan kanannya. Itulah sebabnya, Rodulan Sahirun ini dikenal dan dijuluki komandan putul (putus).

Menurut saya, pemerintah harus serius dan menyediakan dana, seperti mereka minta. Sebab melakukan lobi tanpa uang, percuma saja.

Mengapa mereka benar-benar butuh uang? Uang itu akan dipakai untuk menghidupi orang-orang di pedesaan Filipina atau masyarakat kelas bawah alias orang miskin, selain untuk biaya perjuangan mereka.

Kelompok Abu Sayaf pimpinan Rodulan Sahirun atau Komandan Putul ini bagi warga miskin di wilayah pedesaan, termasuk di Tawi Tawi dan wilayah sekitarnya dianggap sebagai Robinhood.

Karena uang yang didapat Abu Sayyaf selalu dibagi-bagikan kepeda warga miskin di pedesaan itu.

Bantuan uang dari kelompok ini selalu diharapkan masyarakat miskin.

Hubungan masyarakat miskin dengan kelompok Abu Sayyaf ini diistilahkan sebagai sebuah simbiosis mutualisme, saling membutuhkan.

Dalam kenyataan, ketika kelompok ini dikejar-kejar aparat Filipina, larinya ke desa-desa miskin. Mereka 'bersenyawa' alias menyatu dan menyaru sebagai masyarakat desa.

Halaman
123
Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved