Senin, 6 Oktober 2025

Ledakan Bom di Sarinah

Keluarga Akhirnya Lega Sugito Bukan Teroris

Keluarga almarhum Sugito mengaku tenang mendengar status Sugito yang telah dirilis Polri sebagai korban.

Editor: Dewi Agustina
Tribun Jabar/Mega Nugraha
DISAMBUT SALAWAT - Warga Panorama Indah, Kabupaten Karawang, Minggu (17/1/2016), melantunkan salawat, doa, dan takbir, saat menyambut peti jenazah Sugito (43), korban teror bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Kamis (14/1/2016). 

TRIBUNNEWS.COM, KARAWANG - Jenazah korban tewas akibat teror bom Sarinah di kawasan Jl MH Thamrin, Sugito diterima di rumah duka Komplek Panorama Indah, Blok E2 Desa Purwasari Kecamatan Purwasari Kabupaten Karawang, Minggu (17/1/2016) sore.

Jenazah dimakamkan pada hari itu juga di TPU yang tidak terlalu jauh dari rumah duka.

Jenazah diangkut ambulans Dokkes Polda Metro dan di dalam peti jenazah nomor 002. Warga sekitar dan kerabat menyambut kedatangan Sugito dengan tangis.

Sebagian lagi menyambutnya dengan shalawat.

Istri Sugito, Eni Sulastri (50) menangis saat melihat jenazah suaminya di dalam peti mati.

Ia sempat ingin melihat kondisi terakhir Sugito dengan membuka peti mati.

Namun, dengan berurai air mata, ia membatalkan niatnya.

Anaknya yang kedua, Langgeng Prayogi (17) dengan berurai air mata sempat memeluk peti jenazah ayahnya. Berikut juga dengan anak bungsunya.

Anak pertama Sugito, Ratih Egi Sagita (22) tak kuasa menahan air mata melihat jenazah bapaknya di peti mati. Tubuhnya sampai oleng namun beruntung bisa dibopong saudaranya.

Keluarga almarhum Sugito mengaku tenang mendengar status Sugito yang telah dirilis Polri sebagai korban.

"Alhamdulillah, kami tenang setelah ada kepastian status saudara kami, Sugito korban bukan pelaku. Ini menunjukkan yang salah itu salah yang benar itu benar," ujar H Ily Jamili (68), saudara Sugito saat ditemui di rumah duka, Perum Panorama Indah Desa Purwasari Kecamatan Purwasari Kabupaten Karawang, Minggu (17/1/2016).

Pihak keluarga kata dia menyayangkan selama ini beredar informasi Sugito sebagai pelaku. Namun belakangan, Mabes Polri memastikan Sugito sebagai korban.

Sugito bekerja sebagai kurir di perusahaan jasa pengiriman, PT Fajar Indah Citra Cemerlang (FICC) yang berada di Jalan Petojo Enclek dan tidak jauh dari lokasi kejadian.

Saat hari kejadian, Sugito sedang bertugas mengirim paket di kawasan Jakarta Pusat.

"Saat bom pertama meledak di kawasan Sarinah, kemungkinan besar Sugito kaget dan mencari tempat perlindungan ke pos polisi, namun ternyata pos polisi juga jadi target serangan bom.

Di lokasi kejadian, polisi menemukan tas Sugito yang berisi surat-surat yang harus diantar," ujar Ily yang mendapat keterangan itu dari Polda Metro Jaya.

Hal senada dikatakan tokoh masyarakat perumahan tersebut, Nasarudin (48). Sebagai tetangga, ia mengaku tenang dengan adanya kepastian status Sugito.

"Ya tenang dengan ada kepastian status Pak Sugito. Warga sini juga merasa simpatik setelah ada kepastian itu," ujar dia.

Rumah Nasarudin tepat berada di sebelah rumah Sugito. Nasarudin mengaku mengenal dekat Sugito.

"Pak Sugito orang baik, orangnya rajin. Dia asli warga sini," ujar Nasarudin.

 Sementara putra kedua almarhum Sugito, Langgeng Prayogi (17) tampak tegar melihat kedatangan jenazah sang ayah, Sugito di rumah duka, Perum Panorama Indah Blok E 2 Desa Purwasari Kecamatan Purwasari Kabupaten Karawang.

Sejak mendengar kabar teror Sarinah, keluarganya langsung pergi ke Jakarta, memastikan kondisi Sugito.

Sedari awal, Langgeng meyakini bapaknya bukan teroris, meskipun sempat beredar kabar bapaknya disebut polisi sebagai pelaku.

"Kalau bapak saya teroris, sejak awal Densus 88 pasti gerebek," ujar Langgeng ditemui di sela pemakaman bapaknya, Minggu (17/1/2016).

Sejak setelah kejadian, ia berada di RS Polri Kramat Jati. Hingga jenazahnya dibawa ke rumah duka, kata Langgeng, ia belum melihat wajah bapaknya itu.

"Saya enggak berani, enggak sanggup sama sekali," ujar dia.

Sugito bekerja di sebuah perusahaan jasa pengiriman, PT Fajar Indah Cakra Cemerlang (FICC) yang berada di Jalan Petojo Enclek yang berada tidak lebih dari 10 km dari lokasi bom Sarinah.

Setiap hari, kata dia, Sugito berangkat pulang pergi Karawang-Jakarta menggunakan kereta api.

Ia membawa sepeda motor dari rumahnya dan menyimpan motornya di stasiun kereta api Klari yang tidak berada jauh dari rumahnya.

"Bapak saya lagi tugas disana. Waktu ada bom pertama kali di Sarinah, bapak saya lagi di sekitar itu. Nah bapak saya mau berlindung di pos polisi dekat Sarinah, tapi ternyata disana ada bom juga dan kepalanya sempat terkena benda keras," ujar Langgeng.

Adik ipar Sugito, Sukarmin (58) mengatakan hal senada. Ia menjelaskan, Sugito adalah korban.

"Dengan ini kami keluarga menyatakan sebenar-benarnya bahwa Sugito adalah korban dari kebiadaban terorisme," ujarnya.

Sugito meninggalkan seorang istri dan tiga orang anak. Sugito dikenal keluarga sebagai tulang punggung keluarga.

"Untuk membiayai anak-anak Sugito, kami keluarga akan bekerja sama membiayai anak-anak Sugito sampai dewasa dan mencari nafkah sendiri," ujarnya. (men)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved