Aksi Premanisme yang Membakar 36 Rumah Warga di Blitar Dilaporkan ke Mabes Polri
Peristiwa Senin (23/11/2015) siang lalu itu, belum bisa dilupakan oleh warga Desa Soso, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar.
TRIBUNNEWS.COM, BLITAR - Peristiwa Senin (23/11/2015) siang lalu itu, belum bisa dilupakan oleh warga Desa Soso, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar.
Sebab, rumah mereka yang sudah ditempati bertahun-tahun bersama keluarga, kini sudah rata dengan tanah akibat dibakar oleh sekelompok orang tak dikenal.
Meski warga tahu, kalau para pelaku itu diduga orang suruhan, namun tak ada yang berani. Sebab, mereka kasar.
Para pelaku datang dengan mengendarai tiga mobil sambil membawa peralatan lengkap, termasuk buldozer.
Warga dibentak-bentak dan diusir, setelah perabotan rumah dipaksa dikeluarkan, mereka langsung membakar rumah warga.
"Mereka datang pukul 14.00 WIB. Satu per satu rumah warga didatangi dan diusir. Selanjutnya, rumah warga dibakar satu per satu. Tak terkecuali, rumah pak RT juga," papar warga yang tak mau disebutkan namanya.
Tak peduli ada anak kecil atau orang tua di dalam rumah itu, paparnya. Mereka tak memberikan kesempatan sama sekali.
Lagaknya, mirip preman. Kepada warga, mereka menuduh kalau warga itu telah menyerobot lahan itu bertahun-tahun.
Para pelaku menakut-nakuti warga dengan mengatakan, kalau tak ingin kena kasus seperti tiga warga lainnya (divonis 1 bulan, dengan percobaan 3 bulan karena menempati lahan itu), silakan kosongkan rumah.
Karena warga dituduh seperti itu sehingga tak ada yang berani.
Apalagi, sekitar dua bulan lalu, ada tiga warga yang telah berurusan dengan polisi, karena dituduh menyerobot lahan itu. Tak pelak, dalam sehari itu, ada 36 rumah yang dibakarnya.
"Warga hanya bisa melihat saat rumahnya dibakar karena nggak berani apa-apa," ujar Warno (52), warga setempat.
Warno juga mengaku, kini tak punya rumah sejak dibakar orang.
Padahal, rumahnya yang berdinding tembok dengan atasnya papan itu, sudah ditempati berpuluh-puluh tahun, bersama keluarganya.
"Kini, kami dan warga lainnya tiap hari kehujanan bersama anak istrinya, karena hanya tinggal di tenda, yang berdiri di bekas rumah kami. Kami berharap pemerintah segera membantu menyelesaikan masalah ini," ungkapnya.
M Trianto, koordinator LSM KRPK (Komite Rakyat Pemberantasan Korupsi) mengatakan, pihaknya tak hanya melaporkan kasus itu ke polres, namun juga mengirim surat ke ke Mabes Polri, dengan tembusan Ombusmen RI di Jakarta dan HAM.
"Ini bukan kasus biasa namun terkait sengketa lahan eks perkebunan, sehingga semua pihak harus tahu. Kasihan rakyat, terus diintimidasi oleh pemodal," tegas Trianto.
Menurut Trianto, kasus sengketa lahannya sendiri sudah dilaporkan ke Pengadilan Negeri Blitar pada 13 Oktober 2015 terkait kasus perdata-nya.
Masalahnya, lanjut Trianto, HGU-nya sudah mati sejak 2010 lalu, namun eks perkebunan itu tetap ingin dikuasai.
"Wong, HGU-nya sudah mati kok, masih mau menguasai lahan itu lagi. Apalagi, cara-cara yang dilakukan tak manusiawi. Kami minta aparat hukum harus tegas," ujar Trianto.
Baik AKP Lahuri, Kasat Reskrim Polres Blitar maupun AKP Purwadi, Kapolsek Gandusari, mengaku belum menerima laporan atas kejadian tersebut.