Menantunya Meninggal, Rumah Disita, Nenek 80 Tahun Ini Diusir dan Tinggal di Kuburan
Masa tua yang dialami Karni (82) begitu menyedihkan. Sudah sejak sekitar empat tahun ini, ia terusir dari rumah yang dulu ditempatinya
TRIBUNNEWS.COM KUDUS - Masa tua yang dialami Karni (82) begitu menyedihkan.
Sudah sejak sekitar empat tahun ini, ia terusir dari rumah yang dulu ditempatinya.
Kini, ia tinggal di sepetak gubug lusuh, berdinding anyaman bambu, yang menyandar di sebuah tembok makam (punden) Mbah Lo, di Dukuh Ngelo, Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, Kudus.
Gubug berukuran sekitar 2,5 meter kali empat meter itu, jauh dari layak.
Selain sebuah ranjang dan kasur kumal, tempat Karni saban hari tidur, di dalam gubug itu juga terdapat sebuah jamban tak bersekat, yang berdampingan langsung dengan tungku tradisional yang tak terpakai.
"Sekarang saya sudah tak kuat masak lagi, badan sakit-sakitan, untuk makan tiap hari nunggu kiriman orang," kata Karni, membuka cerita hidupnya.
Disampaikan, awal kisah miris dalam hidupnya bermula dari beberapa tahun lalu.
Kala itu, suami dari anaknya yang bernama Sutamah, menggadaikan tanah dan rumahnya ke sebuah bank perkreditan rakyat (BPR).
Tanah seluas kurang lebih 400 meter persegi, yang di atasnya terdapat rumah itu, digadaikan sang menantu, sebesar Rp50 juta.
Sebelum dapat melunasi hutang-hutangnya, sang menantu meninggal dunia.
Hingga akhirnya, pada akhir 2010 seorang staf BPR tersebut secara serta merta menyita rumah yang ditinggali Karni.
"Saya diusir begitu saja, saat keluar dari dari rumah tak boleh bawa apa-apa. Hanya bawa baju yang melekat di badan, dan menyeret kasur lantai yang lusuh," cerita Karni.
Padahal, menurutnya, angsuran hutang sang menantu tinggal menyisakan sekitar Rp25 juta.
Sementara, diakui dia, aset tanah dan rumah miliknya seharga sekitar Rp200 juta.
"Disita, saya juga tak mendapat kembalian atau uang apa pun," sambung ibu dua anak dan empat cucu itu.
Usai di usir, Karni sempat tinggal di punden (makam, red) Mbah Lo, selama beberapa hari.
Sampai, akhirnya pihak desa dan warga secara swadaya membangunkan tempat tinggal sederhana, yang satu sisi di antaranya menempel di dinding makam, yang dipercaya sebagai orang pertama yang tinggal di Pedukuhan Ngelo itu.
Disinggung mengenai kedua anaknya, menurut Karni, usai persitiwa pengusiran itu Sutamah merantau ke Jakarta. Sementara, satu anaknya lagi telah meninggal dunia.
"Sutamah jenguk ke sini hanya tiap hari raya, tapi lebaran kemarin tak pulang," tutur Karni, sembari menitikkan air mata.
Kades Karangrowo, Heri Darwanto, mengatakan kisah hidup Karni berbanding 180 derajat dengan zaman dulu.
Menurut dia, dulunya Karni berasal dari keluarga berada. Suaminya, semasa masih hidup merupakan perangkat di desa tersebut.
"Pada tahun depan, punden ini mau dipugar. Mau tak mau, mbah Karni harus pindah. Kami sudah berencana membuatkan lagi tempat tinggal tak jauh dari sini," ujar dia.
Menurut Heri, yang lebih memprihatinkan Karni tak tercover oleh Jamkesda atau jaminan kesehatan untuk warga miskin lainnya.
Hanya, ditandaskan, meskipun begitu ia secara pribadi maupun dari pihak desa selalu memberikan sumbangan untuk Karni secara berkala.
"Untuk sekedar berobat ringan, kami selalu sediakan anggaran. Kami upayakan tahun depan sudah bisa tervocer kesehatannya oleh pemerintah," tandasnya. (yayam isro roziki)