Virus Misterius Matikan Ribuan Hektar Cengkeh di Kendal
Ia mengaku, sudah hampir 2 tahun ini tak dapat memanen tanaman cengkeh, dan kerugian yang dialaminya mencapai ratusan juta rupiah
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Ponco Wiyono
TRIBUNNEWS.COM, KENDAL - Gara-gara virus yang belum diketahui jenisnya, ratusan ribu hektar pohon cengkeh diwilayah Desa Tamanrejo, Kecamatan Sukorejo mati satu persatu.
Akibatnya, ratusan petani merugi, padahal cengkeh merupakan komoditas utama daerah itu selain buah jambu biji.
Kepala Desa Tamanrejo, Zaenal Arifin mengungkapkan, selain di wilayah Tamanrejo, masalah serupa juga dialami beberapa wilayah lainnya, antara lain di Kecamatan Patean dan Plantungan.
“Kami sebenarnya sudah melakukan pengobatan dengan menggunakan bahan kimia mau pun dengan cara dipantek, tapi tetap saja tidak ada perubahan sama sekali,” ungkapnya, kemarin.
Menurutnya, kebun cengkeh di Desa Tamanrejo tersebar di enam pedukuhan yakni, Dukuh Tamansari, Gatak, Tegalombo, Tamanan, Wonorojo dan Tambakroto.
Total luas wilayahnya kurang lebih 661.500 hektar.
Penduduk setempat mayoritas merupakan petani dan komoditas utama lahan pertanian selain palawija, tanaman cengkeh juga tanaman buah jambu biji merah.
“Paling parah yakni di Dukuh Wonorojo. Dengan luas sekitar hampir 2000 hektar. Akibatnya, selama dua tahun ini petani cengkeh merugi karena tidak panen sama sekali,” terangnya lagi.
Sebenarnya, awal tahun 2015 ini sempat diadakan bantuan berupa pestisida dari salah satu perusahaan rokok.
Namun, hasilnya sama saja, justru, secara pelan-pelan penyakit itu merembet ke tanaman cengkeh yang ada di sekitarnya.
Seorang petani bernama Nuroddin (56), punya teori tersendiri mengapa tanaman cengkeh di desanya mati.
Menurutnya, akar-akar tanaman cengkeh rusak karena kerap disapu petani saat membersihkan daun-daun cengkeh.
“Dulu kami tidak tahu kalau menyapu daun cengkeh, tanamannya bisa mati, tapi setelah ada pengetahuan dari SL ternyata kalau akarnya tergores itu bisa bikin mati sebab tidak ada lagi aliran unsur hara,” ujarnya.
Petani lain, Abdul Khoir, pun menyesalkan sedikitnya pemasukan dari komoditas utama itu.