Selasa, 30 September 2025

Insiden Tolikara

KIP: Hentikan Simpang Siur ‎Informasi Soal Tolikara

Di era informasi terbuka membuat siapapun dapat menyebarkan berita sesuai kepentingan dan versinya masing-masing.

KOMPAS/ANTONY LEE
Bekas kios yang terbakar akibat kerusuhan di Kecamatan Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, Senin (20/7/2015). 

Lapor‎an Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Informasi Pusat (KIP) meminta dihentikannya informasi yang simpang siur oleh pejabat publik terkait insiden Tolikara, Papua. Hal itu terkait dengan peristiwa pembakaran rumah ibadah di wilayah tersebut.

"Pemerintah harus satu suara dan bicara dengan data, tidak dengan opini oleh masing-masing pejabatnya," kata Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono di Jakarta, Rabu (22/7/2015).

Ia mengungkapkan, di era informasi terbuka membuat siapapun dapat menyebarkan berita sesuai kepentingan dan versinya masing-masing. Apalagi, saat ini bentuk media sosial sangat beragam.

Abdulhamid mengatakan, di media sosial sangat mudah suatu berita kecil berefek bola salju yang membesar dan menggelinding meskipun itu berita yang salah.

"Mereka tidak bisa disalahkan. Yang paling penting adalah dari sisi pemerintah sebagai penyelenggara negara. Tidak boleh para pejabatnya membuat pernyataan yang berbeda-beda yang menjadikan informasi semakin simpang siur sehingga tidak ada kejelasan kebenaran dan membuat publik bingung," ujarnya.

Abdulhamid menilai pentingnya Menteri Koordinator Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno karena persoalan Tolikara menyangkut politik, hukum, dan keamanan.

Seharusnya, Menko Polhukam segera memanggil menteri dan pejabat lembaga terkait untuk koordinasi, mendapatkan masukan, menganalisis, dan menyatukan sikap.

"Mendagri, Kapolri, Gubernur Papua, Panglima TNI, Kepala BIN, bahkan Menteri Agama harus dikoordinasi segera oleh Menko Tedjo. Perlu juga koordinasi dengan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan," katanya.

Selain itu, ia meminta adanya pembentukan Tim Pencari Fakta (TPF) baik oleh pemerintah maupun tokoh-tokoh masyarakat juga diperlukan untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat.

Namun anggota TPF harus heterogen komposisinya agar tidak menimbulkan kecurigaan dan masalah baru.‎

"Selanjutnya, keterangan atau informasi resmi seharusnya dikeluarkan oleh TPF ini atau pejabat pemerintah yang ditunjuk atas laporan TPF. Pejabat pemerintah jika mengeluarkan pendapat harus satu suara berdasarkan data yang diperoleh dari TPF, jangan beropini atas masukan sumber masing-masing yang belum jelas konfirmasinya," ujarnya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan