Bantuan Dana dari Warga untuk Penderita Kerancuan Gender di Tegal Hanya Rp 36 Ribu
Jika satu warga membantu Rp 1.000 saja maka akan terkumpul sekitar Rp 5 juta karena jumlah warga di desa itu ada sekitar 5.000 penduduk.
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG- Empat anak penderita kerancuan gender sudah dibawa pulang dari RS Nasional Diponegoro Semarang.
Anak-anak tersebut sudah menjalani pemeriksaan, diberi obat, dan diambil sampel kromosom dan darahnya di Centre of Biomedical Research (Cebior) Rumah Sakit Nasional Diponegoro.
Empat anak pasangan Toriqien dan Seni itu kembali ke rumahnya di Desa Sukasari, RT 06/RW 01, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal. Perangkat desa setempat, Ulum juga mengantar keluarga Toriqien pulang pergi.
Ulum menyebutkan, empat bocah penderita Congential Adrenal Hiperplasia (CAH), atau kelainan pada kelenjar anak ginjalnya, sudah kembali ke rumah semua.
"Kami menunggu hasil lab karena sample darah dan kromosomnya diambil, belum tahu dipanggil ke RS lagi kapan," jelasnya.
Sesampai di rumah, Ulum bersama pemerintah desa mencoba membuat dana bantuan sosial bagi seluruh warga.
Jika satu warga membantu Rp 1.000 saja maka akan terkumpul sekitar Rp 5 juta karena jumlah warga di desa itu ada sekitar 5.000 penduduk.
"Saya kaget ternyata hanya terkumpul sebanyak Rp 36.000 saja. Padahal ada total 32 RT," paparnya.
Sebenarnya uang yang terkumpul itu buat cadangan dan untuk operasional. Saat ini memang seluruh pengobatan masih ditanggung Cebior.
"Saya juga terima kasih kepada Cebior, semua ditanggung bahkan ongkos pulang pergi. Tapi, pasti kita kan butuh dana cadangan, sampai kapan akan ditanggung Cebior?" tanya dia.
Ulum berharap dia tidak nombok seperti yang terjadi sebelumnya. Menurutnya, empat anak Toriqien yang sudah meninggal juga mengalami hal yang sama.
"Saat itu akhirnya saya yang nombok, ya nggak apa-apa sih. Tapi sebenarnya sebagai warga desa, ya seharusnya kita bantu bersama-sama, kan bisa lebih ringan," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, 8 dari 10 anak pasangan suami istri dari Kabupaten Tegal Toriqien (43) dan Seni (38) menderita kerancuan gender.
Empat di antaranya sudah meninggal dan empat sisanya masih menjalani pengobatan di Centre Biomedical Research (Cebior), Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND) Semarang.
Kasus ini tergolong langka apalagi diderita oleh delapan anak dalam satu keluarga. Kasus ini ditangani langsung oleh tim penyesuaian kelamin yang dipimpin Prof dr Sultana Faradz, Phd selaku direktur utama Cebior.
Keluarga Toriqien menjalani tahap pengobatan mulai Kamis (12/3). (tribunjateng/rival almanaf)