Ekspor Kotoran Kelelawar dari Jatim ke Amerika dan Jepang Mencapai 1.332 Ton
bagi Amerika dan Jepang, kotoran kelelawar sangat banyak manfaatnya, terutama untuk bahan baku produk kecantikan atau kosmetik.
Editor:
Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA – Banyak orang yang menganggap bahwa kotoran kelelawar atau biasa disebut guano adalah sampah. Tapi bagi Amerika dan Jepang, kotoran kelelawar sangat banyak manfaatnya, terutama untuk bahan baku produk kecantikan atau kosmetik.
Selain itu, kotoran kelelawar juga bisa menjadi bahan baku pupuk.
“Karena nilai guna yang tinggi untuk bahan baku kosmetik itulah Amerika dan Jepang banyak mengimpor kotoran kelelawar dari sini,” ujar Kepala Dinas Peternakan Jatim, Maskur, kepada Surya, Jumat (6/2/2015).
Menurut Maskur, setiap tahun ekspor kotoran kelelawar ke Amerika dan Jepang rata-rata mencapai 1.332 ton.
Suplainya berasal dari daerah di Jatim yang banyak goa dan dihuni sarang kelelawar, seperti Pacitan, Tuban, Bojonegoro, dan sejumlah daerah lain.
“Tahun ini saya yakin kotoran kelelawar yang diekspor jumlahnya akan meningkat karena masih ada 80 persen potensi yang belum tergarap maksimal,” jelasnya.
Untuk itu, pihaknya, kata Maskur, akan menerjunkan tim dari Dinas Peternakan untuk mempelajari, mengapa kotoran kelelawar di eskpor dan diminati oleh negara lain.
Jika prospeknya bagus dan nilai ekonomisnya tinggi, dirinya akan mensosialisasikan kepada masyarakat agar tahu manfaat dan nilai ekonomisnya.
Kalau nanti produksi kotoran kelelawar ternyata cukup tinggi, potensi yang ada tersebut akan ditawarkan Maskur kepada para investor agar menanamkan investasi di Jatim dan memproduksi kosmetik di provinsi ini.
“Dengan begitu, masyarakat kita mencari kotoran kelelawar akan mendapatkan nilai tambah. Ini penting, karena selama ini, kotoran kelelawar dinilai sebagai barang yang tidak terpakai,” tegas Maskur.
Selain kotoran kelelawar, sejumlah sampah dari peternakan lainnya dari Jatim juga banyak yang di ekspor ke luar negeri, seperti Tiongkok, Taiwan, Malaysia, Vietnam, Singapura, dan Timor Leste.
Bulu bebek atau angsa misalnya, jumlah yang diekspor setiap tahun ternyata cukup fantastis, yakni mencapai 500 ton pertahun. Negara tujuannya adalah Taiwan, Vietnam, dan Tiongkok.
Kata Maskur, bulu bebek biasanya digunakan untuk isi bantal, sementara yang paling bagus dipakai untuk shuttle cock (kok bulu tangkis). Namun jumlah yang diekspor baru 10 persen dari total potensi yang ada.
“Yang diekspor cuma sekitar 10 persen. Ini terjadi, karena banyak yang terbuang karena ketidaktahuan masyarakat akan potensi pasar bulu bebek ini,” tukasnya.
Selain itu, kulit sapi yang diekspor pertahun mencapai 275,5 juta lembar, kulit kambing 20.000 lembar, kulit kijang 70.000 dan kulit babi 920 lembar. “Semua kulit ternak ini diekspor ke Tiongkok,” sambungnya.
Potensi hewan lain yang diekspor adalah kelabang yang digunakan untuk bahan obat, yakni sebanyak 120 kg pertahun dikirim ke Taiwan.
Ekspor 100 ton pupuk organik dari kotoran ternak ke Singapura, 8,18 ton pakan burung ke Jepang dan Amerika Serikat, 142 ton pakan kucing diekspor ke Malaysia dan setiap tahun mengekspor 2.600 ton pakan unggas ke Timor Leste.