BI dan OJK Minta Jatim Percepat Penerapan Ekonomi Syariah
“Makanya dengan seijin dan sepengetahuan BI dan OJK, Bank Jatim akan didorong supaya syariahnya semakin besar.

TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA – Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Wilayah IV Dwi Pranoto dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional III Yunnokusumo menemui Gubernur Jatim Soekarwo, Jumat (31/10/2014).
Kedatangan dua pimpinan lembaga pemegang otoritas bidang keuangan/perbankan itu, untuk membahas posisi Jatim sebagai pilot project penerapan ekonomi syariah.
Hadir dalam pertemuan ini, perwakilan dari Ormas Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, akademisi UIN Sunan Ampel Surabaya, dan beberapa pejabat di lingkungan Pemprov Jatim.
Gubernur Soekarwo mengatakan, BI dan OJK menjadikan Jatim sebagai pilot project penerapan ekonomi syariah merupakan tindak lanjut dari penetapan Indonesia sebagai pusat pengembangan ekonomi islam.
Untuk mendukung terwujudnya program tersebut, OJK dan BI akan menjalin kerjasama bidang ekonomi dengan 17 Pondok Pesantren (Ponpes) yang ada di Jatim.
Sebagai tindak lanjut, Bank Jatim dan Bank UMKM selaku bank milik pemerintah akan didorong menjadi bank yang berkonsep financial inklusif.
Ini dimaksudkan agar suatu saat nanti orang non muslim mau menggunakan lembaga keuangan syariah.
“Makanya dengan seijin dan sepengetahuan BI dan OJK, Bank Jatim akan didorong supaya syariahnya semakin besar. Dengan begitu, tahun 2016 nanti Bank Jatim Syariah diharapkan makin berkembang pesat,” ujarnya.
Hal senada juga dilakukan terhadap Bank UMKM. Bank ini akan didorong agar memberikan kredit syariah kepada masyarakat. Namun konsep yang di syariahkan nanti adalah nettonya bukan brutonya.
“Itu dimaksudkan agar bisa menurunkan suku bunga,” jelasnya.
Hal itu, lanjut Pakde Karwo sangat penting, karena selama ini keluhan yang disampaikan masyarakat terkait bank syariah adalah bank jenis ini suku bunganya lebih berat daripada bank konvensional.
Hal terpenting lainnya, dengan menerapkan ekonomi syariah, bantuan zakat dari negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) tidak lagi diberikan pada Malaysia, seperti yang selama ini terjadi.
Pakde mencontohkan Inggris. Negara ini sudah mampu mengembangkan konsep syariah dengan baik.
Ini membuktikan bahwa syariah justru tidak berkembang baik di negara asalnya. Padahal konsep syariah adalah membangun akhlak yang berbasis kejujuran.
Untuk itu, restrukturisasi lembanga keuangan syariah harus dilakukan, agar masyarakat awam semakin tahu mengenai konsep ini.
“Caranya dapat dilakukan dengan membangun pusat informasi seputar syariah, yang birisi literasi seputar syariah. Makanya rekomendasi Gubernur BI selaku regulator diperlukan agar dapat bisa mengambil langkah yang tepat,” tegas Pakde.
Kepala Perwakilan BI Wilayah IV Dwi Pranoto membenarkan jika dalam visi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia, Provinsi Jatim memang akan dikembangkan sebagai sebagai regional ekonomi syariah terbesar di Indonesia.
Sementara misinya, menggerakkan perekonomian Jatim berbasis ekonomi syariah.
Pengembangan itu, kata Dwi akan dilakukan melalui Program Pengembangan dan Akselerasi Ekonomi Syariah (PPAES), dengan kata kunci “Lima Lebih atau 5L”. Yakni, lebih mudah, lebih murah, lebih efisien, lebih baik, lebih menolong, dan lebih berkah.
“Dengan konsep 5L tersebut, skema pembiayaan yang akan diberikan modelnya adalah kemitraan bisnis dan linkage pada industri keuangan. Juga model linkage pada usaha mikro dan kecil yang bermitra dengan usaha menengah dan besar,” paparnya.
Sementara, Kepala Kantor OJK Regional III Surabaya Yunnokusumo menambakan, sampai saat ini, sharing dana pihak ketiga untuk pengembangan syariah di Jatim masih sangat sedikit, yakni hanya sekitar 5 persen.
Demikian juga dengan kreditnya, hanya 5 pesen saja.
“Ini disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang konsep syariah,” katanya.
Untuk itu, OJK, kata Yunno mempunyai tanggung jawab penuh untuk melakukan pendidikan pentingna ekonomi syariah kepada masyarakat.
“Untuk mewujudkan itu, kami akan bekerjasama dengan akademisi, misalnya UIN Sunan Ampel,” imbuhnya.(mujib anwar)