Pembangunan RS Jantung di Batu Terancam Batal
Rencana pembangunan Rumah Sakit (RS) Jantung berstandar internasional terancam gagal dilakukan.
TRIBUNNEWS.COM, BATU- Rencana pembangunan Rumah Sakit (RS) Jantung berstandar internasional terancam gagal dilakukan.
Pasalnya, banyak pertimbangan yang harus dilakukan sebelum membangun, salah satunya mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi.
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan Kota Batu, Endang Triningsih, Minggu (12/10/2014).
Pernyataan Endang berdasar hasil konsultasi ke Kementerian Kesehatan mengenai rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Batu membangun RS Jantung beberapa waktu lalu.
Di Kementerian, Endang mendapat wejangan, antara lain, supaya tidak hanya mempertimbangkan satu aturan saja, yakni dibolehkannya menggunakan anggaran Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT).
Lebih dari itu, aturan lain harus menjadi pertimbangan, seperti, efisiensi, akuntabilitas, berkeadilan, transparansi. Pertimbangan lainnya, jumlah penduduk di Batu. Sementara, jumlah RS di Kota Batu sudah ada lima.
“Plus fasilitas RS Dinoyo, RS Muhammadiyah, dan RSSA (Saiful Anwar) yang letaknya berdekatan (dengan Batu). Jadi dengan mendirikan biaya begitu besar, dengan pemanfaatnnya nanti, tidak efisien kan? Nanti ibu kena itu,” kata Endang menyampaikan hasil konsultasinya.
Ia menambahkan, inti dari hasil konsultasinya, jika menggunakan anggaran negara untuk suatu kegiatan, ternyata tidak efisien dan efektif itu sama dengan korupsi. Bisa disebut sengaja menghamburkan uang kalau tujuannya menghabiskan anggaran.
“Saya lalu menunjukkan kajian dari Bappeda. Katanya (pihak Kementerian), kajian seperti itu tidak menunjukkan efisiensi dan efektivitas, tidak bisa dipedomani. Harus dilakukan kajian lebih jauh detail dan lengkap,” ungkapnya.
Endang mengatakan, harga peralatan untuk RS Jantung nilainya mahal, antara lain, ada satu alat nilainya mencapai Rp 14 miliar. Sementara, DBHCT yang didapatkan Pemkot Batu sekitar Rp 26 miliar.
“Jadi dananya tidak cukup. Apalagi mencari dokter spesialis jantung saja rebutan dengan daerah lain. Di RSSA ada 10 dokter (sepsialisi jantung). Satu dokter sudah mau diperbantukan di Batu.
Mendapatkan dokter spesialis ini sulit. Bayangkan kalau ada RS Jantung, tidak ada dokternya blas (sama sekali)” ungkapnya.
Dia berharap, DBHCT untuk Dinas Kesehatan bisa digunakan memberdayakan dokter dan perawat di Pueskesmas. Mereka nanti bisa melakukan langkah promotif dan preventif.
“Pinterkan dokter dan perawatnya. Kalau layanan primer (Pusekesmas) dikuatkan kan bisa mengurangi orang sakit (dengan promotif dan preventif). Setidaknya 30 persen anggaran kita untuk layanan promotif. Jangan dibalik,” pungkas Endang. Iksan fauzi