Bupati Kutim Tak Khawatir Tudingan Nazaruddin Tentang Dana Rp 5 Miliar
Nazaruddin pernah mengajukan permohonan penerbitan izin tambang di Kutim. Ia membawa 10 perusahaan. Namun yang layak hanya satu
Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Kholish Chered
TRIBUNNEWS.COM, SANGATTA -- Bupati Kutai Timur, Isran Noor, menanggapi dengan santai pernyataan Muhammad Nazaruddin tentang aliran dana Rp 5 miliar kepadanya untuk mengurus Izin Usaha Pertambangan (IUP) Arina Kotajaya di Kabupaten Kutai Timur.
"Saya tidak khawatir karena tidak melakukan seperti yang dia sebutkan. Saya percaya KPK memiliki integritas dan profesional," kata Isran dalam jumpa pers di Kantor Bupati Kutim, Selasa (26/8/2014).
Isran mengatakan Nazaruddin sebagai pribadi yang tidak komitmen dengan dirinya sendiri. "Dia melakukan kejahatan, lalu ingin melibatkan banyak orang, walaupun tidak terlibat. Ia merasa tidak sanggup menderita sendiri atas kejahatannya," katanya.
"Istilah saya, sekiranya Nazaruddin kenal dengan Paus Paulus atau Barrack Obama, tentu dia akan bilang juga bahwa dia pernah kasih uang ke mereka. Kalau keinginannya tidak bisa dipenuhi, maka orang lain yang disebut-sebutnya," katanya.
Isran menjelaskan, pada awalnya Nazaruddin pernah mengajukan permohonan penerbitan izin tambang di Kutim. Ia membawa 10 perusahaan. Namun yang layak hanya satu, yaitu Arina Kotajaya.
"Namun saat ini, atas perintah KPK, IUP Arina Kotajaya sudah ditarik dan dikembalikan kepada negara. Itu pun kejadiannya dia (Nazaruddin, red) mengatakan pemiliknya orang lain, punya Anas. Padahal itu punya dia sendiri, tapi jual-jual nama Anas. Kasihan Anas itu," katanya.
Isran pun membantah adanya aliran dana untuk penerbitan IUP. "Saya tidak pernah kenal Yulianis, wajahnya saja tidak tahu. Dulu Yulianis bilang saya dikasih Rp 2 miliar. Lalu sekarang naik, Nazar bilang saya dapat Rp 5 miliar," katanya.
"Dia bilang pertemuannya di Hotel Sultan, padahal saya kenal dia hanya karena urusan pengurus Partai Demokrat. Dia itu kecewa karena keinginannya tidak dipenuhi, lalu menyebut macam-macam," kata Isran melanjutkan.
Misalnya, kemarin Nazaruddin menyebut nama Marzuki Alie, Fahri Hamzah, Ibas, bahkan "menyerempet" nama Ani Yudhoyono. "Kalau saya santai saja. Ngapain sibuk. Namun nama saya juga bisa rusak gara-gara isu ini. Karena bisa jadi masyarakat langsung percaya," katanya.
Meskipun demikian, Isran enggan mengambil langkah hukum atas tudingan Nazar. "Gak usah lah upaya hukum itu. KPK jebloskan saja dia ke penjara. Jahat orangnya. Kan cuma disebut begitu. Tentang pencemaran nama baik, kan hanya seperti itu.
Tokoh-tokoh yang disebut juga merasa tidak perlu melapor. Ibas juga tidak ada komentar. Ya saya ikut-ikut juga," katanya.
Ia pun menilai, tidak ada gunanya menanggapi serius ucapan Nazar dengan langkah hukum. "Saya yakin KPK tidak sembarangan. Mereka punya data dan fakta yang jelas.
Kasihan saja nama orang yang dia ocehkan itu," katanya. Apalagi ada nama orang banyak, termasuk keluarga presiden.
Bahkan Isran mengutip pernyataan Anas agar menganggap ocehan Nazar sebatas hiburan. Alias tudingan terstruktur, sistematis, dan massif yang tidak benar.
"Tapi kita tidak tahu bagaimana masyarakat yang mendengar itu. Masalahnya pejabat identik dengan koruptor. Benar atau salah, tahunya salah saja," katanya.
Hal ini juga dipengaruhi faktor sistem hukum Indonesia. "Yang penting sekarang adalah bagaimana membangun sistem yang mencegah korupsi," katanya. Hal ini dilaksanakan dengan manajemen negara yang solid dimulai dari Presiden hingga bupati-walikota dan lembaga lainnya.
Isran juga menjelaskan bahwa dirinya sudah diperiksa KPK. "Saya sudah di BAP terkait penerbitan izin Arina Kotajaya. Tapi tidak menyebut persoalan terima uang segala macam. Gak ada bicara soal itu. Karena gak ada dasarnya," katanya.