Miras Oplosan Masih Sulit Dihapus dari Surabaya
konsumsi miras oplosan di kota Surabaya merupakan bagian dari sub kultur masyarakat menengah ke bawah.
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Rencana komisi B DPRD Surabaya untuk membuat batasan peredaran minuman keras (miras) lewat peraturan daerah dipastikan tidak bisa mengurangi konsumsi miras oplosan warga Surabaya.
Pasalnya, konsumsi miras oplosan di kota Surabaya merupakan bagian dari sub kultur masyarakat menengah ke bawah yang memaknai konsumsi miras untuk menunjukkan dirinya jagoan.
"Sehingga bukan peraturan daerah yang dibutuhkan. Karena ini adalah perilaku. Maka yang diubah adalah perilaku atau dikembalikan ke norma atau aturan lingkungan yang ada," kata Bagong Suyanto, sosiolog dari Unair, ketika dihubungi Sabtu (23/3/2014).
Apalagi miras oplosan ini, campurannya tidak wajar. Jelas mematikan.
Bila peredaran miras ini dibatasi dengan raperda untuk mengurangi atau menghindari terjadinya korban meninggal karena miras saja, menurut Bagong, hal itu kurang tepat sasaran dan beda tujuannya.
Karena kenyataan yang ada di lapangan, miras yang membunuh di masyarakat adalah miras yang sudah dioplos atau dicampur dengan bahan-bahan yang tak layak dikonsumsi.
"Pasti yang meninggal karena pesta miras oplosan berjam-jam. Itu untuk membuktikan siapa yang terkuat," lanjut Bagong.
Sedangkan dari Juru Bicara Asosiasi Pedagang Minuman Beralkohol A Surabaya (APMA) Surabaya, Rendhy Hatmo Nugroho, menyebutkan rencana raperda itu, bila ditargetkan untuk mengurangi angka kematian akibat minuman keras sangatlah kecil.
Mengingat miras golongan A merupakan konsumsi masyarakat menengah ke atas dengan tingkat konsumsi yang masih wajar.
"Masyarakat menengah ke atas sudah memiliki edukasi yang lebih pada miras golongan A. Harganya juga sudah tinggi sehingga sudah ada kelompok aman yang mengkonsumsi miras golongan A ini," kata Rendy.