Polisi Tangani Enam Kasus Penambangan Pasir Besi
Polres Tasikmalaya tengah menangani enam kasus penambangan pasir besi ilegal di pesisir pasir Kecamatan Cipatujah dan Cikalong.
TRIBUNNEWS.COM, TASIKMALAYA - Polres Tasikmalaya tengah menangani enam kasus penambangan pasir besi ilegal di pesisir pasir Kecamatan Cipatujah dan Cikalong.
Salah satunya diduga melibatkan oknum di Perusahaan Daerah Usaha Pertambangan (PDUP) milik Pemkab Tasikmalaya.
Kasatreskrim Polres Tasikmalaya, AKP Aulia Jabar, mengatakan berkas perkara keenam kasus tersebut sempat diserahkan ke Kejaksaan Negeri Singaparna dengan status P-19, dan oleh kejaksaan sudah dikembalikan karena masih ada hal yang mesti dilengkapi.
Salah satu kelengkapannya adalah keterangan dari direksi PDUP. "Kami sudah memanggil beberapa kali mantan direksi. Tapi yang bersangkutan masih belum memenuhi panggilan," kata Aulia, Sabtu (1/2).
Jika mantan direksi berinisial TR masih belum memenuhi panggilan, pihak Polres tak segan-segan akan memasukkan TR ke dalam daftar pencarian orang (DPO).
Aulia mengatakan, tindak pidana yang terangkum dalam kasus ilegal meaning itu, di antaranya sejumlah perusahaan yang tidak melengkapi diri dengan izin melakukan kegiatan penambangan. Selain itu ada pula yang mengantongi izin, tapi beroperasi di luar wilayah yang sudah ditentukan dalam surat izin.
Sejauh ini Polres sudah menetapkan seorang tersangka yakni J, warga Cipatujah. Menurut Aulia, J adalah sosok yang diduga kuat berperan dalam kegiatan operasional penambangan pasir ilegal di pesisir pantai Kabupaten Tasikmalaya itu. Selain itu, polisi juga mengembangkan penyelidikan terhadap dugaan adanya surat perintah kerja (SPK) yang dikeluarkan PDUP terkait penambangan ilegal tersebut.
Anggota Badan Pengawas PDUP, Akhmad Sujaya, mengatakan tidak tahu-menahu soal dikeluarkannya SPK dari PDUP. "Kami tidak tahu. Setahu kami PDUP tidak pernah mengeluarkan SPK, terkecuali ada kerjasama dengan perusahaan penambangan pasir besi sesuai dengan Perda PDUP," jelasnya.
Menurut Akhmad, selama ini PDUP hanya melakukan kerjasama dengan lima perusahaan. Tetapi diputus di tengah jalan karena kelima perusahaan itu tidak memenuhi kewajibannya. Salah satunya adalah soal kontribusi ke PDUP. "Setiap perusahaan harus memberi kontribusi Rp 10 ribu setiap satu kilogram pasir besi yang ditambang. Tapi mereka ingkar," ujarnya.
Pejabat sementara Direktur PDUP, Hilam, menambahkan, Perda tentang PDUP tidak mencantumkan aturan untuk mengeluarkan SPK.
"Kalau ada SPK yang dikeluarkan, itu berarti di luar perda," ujarnya. Bisa saja, katanya, pengeluaran SPK atas inisiatif direksi lama. (stf)