Desa Asal Emas Tugu Monas Terisolasi Banjir
Hujan deras yang mengguyur Provinsi Bengkulu dalam satu pekan ini, mengakibatkan bencana di beberapa lokasi.
TRIBUNNEWS.COM, BENGKULU - Hujan deras yang mengguyur Provinsi Bengkulu dalam satu pekan ini, mengakibatkan bencana di beberapa lokasi.
Setidaknya tujuh dari 10 kabupaten/kota di Bengkulu dilanda longsor dan banjir, sehingga puluhan rumah, sawah, jalur transportasi, terendam banjir.
Kondisi tersebut, juga terjadi di Desa Lebong Tandai, Kecamatan Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara. Akibatnya ribuan warga di daerah itu terisolasi dan perlu bantuan.
Ironisnya, Lebong Tandai adalah daerah yang pernah amat kaya. Di sini dahulu ada tambang emas. Dari sini pula emas di tugu Monas berasal.
Emas di puncak Monas adalah sumbangan dari pengusaha asal Aceh yakni Teuku Markam. Adapun emasnya diambil dari tambang yang disebut Lobang Kaca Mata karena pintu masuk tambang berupa dua lobang di tebing yang berdekatan.
Pembangunan Monas dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 atas perintah Presiden Soekarno, dan dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975. Tugu ini dimahkotai lidah api yang dilapisi lembaran emas seberat 28 kilogram yang melambangkan semangat perjuangan yang menyala-nyala.
"Kebanggaan itu menjadi suatu kisah nyata bagi masyarakat Desa Lebong Tandai bahwa emas Monas berasal dari desa kami," kata Kepala Desa Lebong Tandai, Kamarudin, Minggu (17/11/2013).
Masyarakat Desa Lebong Tandai pada umumnya berasal dari Suku Rejang sebagai penduduk asli dan pendatang dari Jawa Barat. Para pendatang ini adalah keturunan dari pekerja tambang yang dibawa pada masa penjajahan Belanda.
Lebong Tandai, pada masa penjajahan Belanda merupakan lokasi yang dipenuhi emas. Aktivitas pertambangan di daerah itu dimulai sejak 1890, oleh perusahaan Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong dan Mijnbouw Maatschappij Simau. Kedua perusahaan itu merupakan penyumbang besar ekspor emas perak Hindia Belanda dengan produksi ratusan ton emas dan perak selama 1896-1941.
Namun kini, bahkan untuk menuju Lebong Tandai, orang akan mengalami kesulitan. Satu-satunya jalur transportasi rusak akibat longsor dalam beberapa hari terakhir, sehingga perjalanan menuju desa ini membutuhkan waktu tidak kurang dari sembilan jam.
Enam jam dari Kota Bengkulu hingga Kecamatan Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara, dan tiga jam naik kereta lori berkapasitas delapan hingga sepuluh orang, dengan jarak tempuh menggunakan lori sekitar 37 kilometer.
Asmadi, seorang warga setempat menjelaskan, di Desa Lebong Tandai banyak ditemui sisa peninggalan aktivitas pertambangan Belanda. Kini kegiatan pertambangan masih bisa dilihat, namun dalam skala kecil dan dilakukan warga secara manual. Perusahaan-perusahaan besar sudah pergi karena kandungan emas sudah menipis.
"Masih banyak sisa-sisa kejayaan kawasan itu ketika masih menghasilkan emas. Ada lapangan bola, tempat bilyard, gedung bioskop, serta beberapa bangunan megah lainnya, yang sekarang telah rusak dan ditempati warga," kata Asmadi, Minggu (17/11/2013).
Kini, desa itu terpuruk dengan terputusnya akses transportasi. Warga yang dahulu menjadi saksi bagaimana kekayaan tanah mereka diangkut ke tempat lain, kini terisolasi. Mereka, menurut Asmadi, berharap kenangan akan asal-usul emas di Tugu Monas, membuat pemerintah tergerak dan akses ke Lebong Tandai diperbaiki.