Senin, 6 Oktober 2025

Tuyul Bersyukur dan Bangga Pernah Jadi Kapolri

Memberi julukan atau paraban bagi kawan seangkatan adalah satu 'keisengan' para taruna Akpol.

Editor: Dewi Agustina
zoom-inlihat foto Tuyul Bersyukur dan Bangga Pernah Jadi Kapolri
Tribun Jateng/Adi Prianggoro
Perwakilan alumni Akpol mulai angkatan 1970-1980 menerima penghargaan saat acara reuni akbar Akpol angkatan 1970-1980 di Gedung Serbaguna Akpol, Semarang, Rabu (26/6/2013).

Laporan Wartawan Tribun Jateng, Adi Prianggoro

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Akademi Kepolisian (Akpol) adalah lembaga pendidikan yang menerapkan disiplin tinggi. Di balik itu, taruna-taruna Akpol adalah para pemuda yang iseng dan punya selera humor, sama seperti pemuda seusia mereka yang kuliah di kampus reguler.

Memberi julukan atau paraban bagi kawan seangkatan adalah satu 'keisengan' para taruna Akpol. Apapun bisa jadi julukan, misalnya pelesetan dari nama sebenarnya ataupun kondisi fisik.

Meski demikian, julukan yang didasarkan pada kondisi fisik bukan berarti pelecehan atau penghinaan. Tak ada niat menghina dari si pemberi julukan dan tak ada rasa sakit hati pada kawan yang diberi nama julukan. Semua itu justru mempererat kekeluargaan di antara para taruna.

Mantan Kapolri Jenderal (Purn) Rusman Hadi, saat menjadi taruna Akpol juga mendapat julukan yang terkait kondisi fisiknya. 'Rahasia' ini terungkap saat Rusman Hadi hadir di acara Reuni Akbar Alumni Akpol Angkatan 1970-1980 di Gedung Serbaguna Akpol di Semarang, Rabu (26/6/2013).

Ketika sejumlah taruna dan taruni naik panggung di Gedung Serbaguna, Rusman Hadi berbisik ke kawan di sebelahnya. Kapolri periode 1998-2000 itu menunjuk ke taruna yang badannya paling kecil.

Beberapa saat kemudian, Rusman Hadi mendapat kesempatan berpidato di panggung, Rusman pun membeberkan apa yang ia bisikkan kepada kawan di sebelah ketika para taruna naik ke panggung.

Penampilan para taruna Akpol, bagi Rusman, bagaikan mesin waktu yang memutar jarum jam ke belakang dan membawanya ke masa-masa menjalani pendidikan di Akpol.

"Saya membayangkan saat menjadi taruna di Akpol, badan saya sekecil itu. Saking kecilnya, saya mendapatkan julukan tuyul," ujar Rusman. Tapi saya bersyukur, seorang tuyul pernah jadi Kapolri," imbuhnya. Ada getar keharuan dalam pidato mantan TB 1 (nama sandi untuk Kapolri, TB kependekan dari Tri Brata).

Suasana reuni alumni Akpol 1970-1980 tersebut berlangsung gayeng. Para alumni yang sebagian pernah menduduki jabatan penting dan strategis di Polri saling melepas kangen.

Mereka juga berkeliling kompleks Akpol dan makan bersama para taruna. Tak sedikit alumni yang teringat saat dihukum senior ataupun peristiwa-peristiwa lucu empat dasawarsa silam.

Seorang peserta reuni, Komjen (Purn) Sjachroedin ZP mengajak teman-temannya dari Lampung (bukan alumni Akpol) untuk menyaksikan acara tersebut.

"Saya ingin menunjukkan kepada teman-teman bagaimana bagusnya pendidikan sekaligus kekerabatan di Akpol. Semua saya lakukan karena kecintaan saya kepada Polri," kata Gubernur Lampung tersebut.

Di hadapan ratusan alumni, Sjahroedin mengatakan bahwa polisi bukanlah alat kekuasaan. Polisi adalah aparat penegak hukum. Oleh sebab itu, menurut Sjahroedin, bila ada pimpinan Polri yang salah maka ia patut ditegur.

"Dulu, kalau ada pimpinan salah, maka dia saya sikat. Saya memang dikenal sebagai tokoh pemberontak dari kepolisian. Tetapi selama ini saya tidak pernah meminta jabatan, kalau sekarang saya jadi gubernur, itu di luar cita-cita saya," katanya.

Ketua Panitia Reuni Akbar Alumni Akpol Angkatan 1970-1980, Khairul Rasyid menambahkan, reuni diselenggarakan sebagai bentuk dukungan supaya Polri tetap jujur, bersih, akuntabel, serta profesional dalam menegakkan hukum.

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved