Tunggu Laporan Orang Tua Siswa
Keresahan sejumlah orang tua akibat adanya pembelian lembar kerja siswa (LKS) di SMP 1 dan SMP 3
TRIBUNNEWS.COM RANCAEKEK, - Keresahan sejumlah orang tua akibat adanya pembelian lembar kerja siswa (LKS) di SMP 1 dan SMP 3 Rancaekek mulai berkurang meski praktik penjualan masih berjalan. Namun setidaknya anak-anak mereka tak lagi memaksa untuk membeli LKS.
"Mudah-mudahan sekolah bisa memberikan LKS secara gratis kepada siswa jika memang diperlukan. Selain itu, oknum-oknum guru tidak memanfaatkan keterpaksaan murid-murid untuk membeli dan menjadikannya sebagai lahan bisnis," ujar Endang Saepudin, orang tua salah seorang siswa SMP 1 Rancaekek, ketika ditemui Tribun di Rancaekek, Selasa (29/1/2013).
Endang pun meminta agar guru-guru berkomitmen membuat LKS sendiri pada semester ini. Artinya, siswa yang tidak membeli LKS tetap sekolah dengan tenang dan nyaman. "Bagi yang sudah punya LKS, untuk latihan saja di rumah, sedangkan untuk tugas atau PR, guru yang membuatnya," ujar Endang.
Kapolsek Rancaekek, AKP Hartomo, mengatakan pihaknya siap melakukan penyelidikan terhadap peredaran LKS di Rancaekek jika memang terjadi penyelewengan dan pelanggaran hukum. "Kalau memang ada pengaduan dari masyarakat atau orang tua terkait dengan penjualan LKS, kami akan melakukan tindakan," ujar Hartomo ketika dihubungi Tribun melalui ponselnya, kemarin.
Hartomo pun mengimbau kepada orang tua murid untuk selalu bersikap kritis terhadap lingkungannya. Namun kritik tersebut sifatnya harus membangun, terutama ketika terjadi pelanggaran. Jangan sampai kesalahan-kesalahan yang terlihat mata dipelihara dan dibiarkan saja.
"Minimal lapor ke RT atau RW setempat. Kalau memang harus melapor kepada kami, silakan saja. Kami terbuka," ujar Hartomo.
Selain itu, ia meminta pihak sekolah, terutama kepala sekolah, mengawasi jajarannya agar tidak merugikan orang tua murid dan melanggar peraturan yang telah dibuat. "Ikuti aturan yang ada. Jangan sampai ada yang dirugikan karena hal ini," ujarnya.
Pengadaan LKS di sejumlah SMP di Rancaekek memang menjadi ladang bisnis para guru dan kepala sekolah. Hal itu dikatakan Agus, yang pernah menjadi distributor LKS di wilayah Rancaekek, ketika ditemui Tribun.
Menurut Agus, pengadaan buku LKS terlepas dari pengawasan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Bandung. Selain itu, penjualan LKS kepada murid ini dilakukan tanpa setahu orang tua murid.
"LKS-LKS yang dijual bebas di sekolah selama ini menjadi 'kue manis' bagi guru dan kepala sekolah untuk meraup keuntungan dari wali murid meski berdalih tanpa ada pemaksaan," kata Agus di kediamannya, Kompleks Kencana, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, kemarin.
Dikatakan Agus, keuntungan yang didapat dari penjualan LKS kepada murid memang bisa berlipat-lipat. Setiap guru bisa mendapat fee 30-40 persen untuk satu buku LKS tingkat SMP yang dijual kepada murid seharga Rp 8 ribu sampai Rp 9 ribu per mata pelajaran.
Setiap agen, kata Agus, memiliki cara tersendiri untuk memikat kepala sekolah atau guru yang akan diajak berbisnis. Biasanya, agen selalu menawarkan diskon sebesar 40 persen yang nantinya dibagi menjadi 30 persen untuk guru dan 10 persen untuk kepala sekolah. "Saya dulu berani memberikan potongan 50 persen ke setiap sekolah yang mau dimasukkan LKS," ujar Agus.
Menurut Agus, ada dua modus penjualan LKS yang dilakukan penerbit, guru atau kepsek kepada siswa. Pertama, kata Agus, penerbit mendatangi sekolah untuk melakukan negosiasi dengan pihak sekolah, yakni kepsek dan guru. Setelah terjalin kesepakatan, kata Agus, penerbit menunjuk sebuah lokasi untuk menjadi tempat penjualan LKS bagi sekolah tersebut. Nantinya setiap jumlah siswa yang membeli akan terhitung di toko tersebut.
"Biasanya keuntungan ini terbagi menjadi dua setelah dikurangi dari harga yang disodorkan penerbit (Rp 2.500, Red). Keuntungan itu buat guru dan kepala sekolah. Karena itu, tidak mungkin guru dan kepala sekolah tidak menggetahui hal tersebut. Sebab setiap agen juga memberikan hadiah jika LKS-nya bisa masuk ke sekolah. Misalnya memberikan batik, komputer, atau yang lainnya," ujar Agus.
Modus kedua, ujar Agus, penerbit langsung melakukan negosiasi dengan salah satu guru sekolah yang akan dimasukkan LKS-nya. Dikatakannya, guru langsung diberi keuntungan yang sudah ditentukan dari penerbit.