Gizi Buruk Landa Batanghari
Kasus gizi buruk melanda Kabupaten Batanghari. Dinas Kesehatan Batanghari menemukan

TRIBUNNEWS.COM, MUARA BULIAN -- Kasus gizi buruk melanda Kabupaten Batanghari. Dinas Kesehatan Batanghari menemukan 12 kasus selama delapan bulan terakhir. Penderita tersebar di enam kecamatan. Yakni Maro Sebo Ulu, Maro Sebo Ilir, Bajubang, Muara Tembesi, Batin XXIV, dan Pemayung.
Kasus terakhir dialami Dafa Ramadhani. Bayi berusia setahun asal Desa Senaning, Kecamatan Pemayung, kini hanya terbaring di RS HAMBA, Muara Bulian. Dia bermasalah sejak berusia enam bulan. Berat badanya kini hanya 4,2 kilogram. Berat itu sudah naik enam ons dibandingkan sewaktu pertama kali dibawa ke rumah sakit, yakni 3.6 kilogram, pekan lalu.
Berat badannya terus bertambah seiring asupan gizi ke kerongkongan bayi laki-laki pasangan Zainul dan Emilda. Dia bungsu dari tiga bersaudara. Kabid Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat, Dinkes Batanhari, Muhsin mengungkapkan, mereka sebagian besar berasal dari keluarga kurang mampu.
Kondisi itu, kata Muhsin, mempengaruhi asupan gizi anak.
"Umumnya penderita gizi buruk berasal dari keluarga ekonomi lemah, dan mereka juga umumnya tinggal di kebun, yang jauh dari Posyandu," kata Muhsin, Selasa (4/9/2012).
Dia menambahkan, bila orang tua aktif ke Posyandu, kondisi itu bisa diatasi.
Berdasarkan data Dinkes, kasus gizi buruk terbanyak tahun ini, berada di Kecamatan Maro Sebo Ulu, sebanyak lima kasus. Di Kecamatan Bajubang dan Muara Tembesi masing-masing dua kasus. Tiga kecamatan lainnya masing-masing satu kasus. Menurut Muhsin, kasus itu lantaran warga belum banyak memanfaatkan Posyandu.
"Di Posyandu, kesehatan anak dicek, bila anak memiliki gejala gizi buruk akan diketahu, bisa langsung dilakukan penanganan, dengan memberikan makanan tambahan," jelasnya.
Pemkab katanya, terus berusaha menekan kasus gizi buruk. Bagi yang mengalami gejala gizi buruk, pemerintah memberikan bantuan asupan gizi per hari Rp 20 ribu.
Bantuan disalurkan melalui bidang tempat ditemukan kasus gizi buruk. Bantuan itu disalurkan melalui bidan di tempat penderita gizi buruk. Bantuan diberikan tiga bulan sekali, dan bila belum pulih diperpanjang hingga anak pulih. Dana khusus membeli keperluan gizi anak. Karena gizi buruk menjadi tanggung jawab pemerintah lewat anggaran yang disediakan.
Temuan kasus gizi buruk langsung mendapatkan sorotan kalangan DPRD Batanghari. Mereka menila Dinkes belum serius menangani persoalan gizi buruk dengan tuntas. Terbukti, tiap tahun selalu terjadi kasus gizi buruk. "Kami nilai dinas belum serius menanganinya," tegas Akmal, Ketua Komisi I DPRD Batanghari, terpisah.
Dia menyebut Dinkes seharusnya memerintahkan pegawainya hingga level terbawah memantau kesehatan bayi, terutama yang jauh dari Puskesmas. "Jangan hanya tunggu bola," kritik Akmal. Menurutnya, kasus gizi buruk seharusnya tidak terjadi di Kabupaten Batanghari. Sebab banyak Puskesmas, Pustu dan Posyandu.
Bila ditemukan kasus, sebutnya petugas di lokasi harus dievaluasi kinerjanya. Apalagi bidan sudah banyak yang ditempatkan di desa-desa. "Jangan menunggu orang tuanya membawa anak berobat," sarannya sembari menyebut kasus gizi buruk sebagai bentuk kegagalan pemerintah memberikan pelayanan prima di bidang kesehatan. Dia berjanji segera memanggil Kepala Dinkes membahas persoalan ini. "Kita akan pertanyakan bagaimana penanganan mereka selama ini," janjinya. (Tribun Jambi/suang)