Casa Medan ke Kutacane Jatuh
Kamis Malam Tia Masih Hidup
Isak tangis bercampur amarah langsung pecah di posko pencarian korban yang didirikan di Bahorok, Langkat, Sumatera Utara

Laporan Wartawan Serambi Indonesia, Rahmad Wiguna
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Isak tangis bercampur amarah langsung pecah di posko pencarian korban yang didirikan di Bahorok, Langkat, Sumatera Utara, ketika Badan SAR Nasional memastikan seluruh penumpang pesawat Casa 212-200 milik Nusantara Buana Air (NBA) rute Medan-Kutacane tewas.
Rasa duka yang mendalam langsung mendominasi ruang posko terbuat dari tenda darurat yang dipenuhi belasan keluarga 14 penumpang pesawat yang dinyatakan tewas
Sumpah serapah bercampur caci-maki tak lagi terbendung, kemudian isak tangis kembali saling bersahutan.
Kabar duka yang diumumkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Daryatmo itu sungguh sangat tidak bisa mereka percaya. Tia Apriliani (7), salah satu penumpang yang juga dinyatakan tewas, padahal diyakini sempat menjalin komunikasi dengan keluarga di Langkat, Sumatera Utara, Kamis (29/9/2011) sekira pukul 22.45 WIB.
"Kamis (29/9/2011) malam Tia masih hidup. Saya masih bisa dengar suaranya," kata bibi Tia, Evi dengan derai air mata yang tak berhenti.
Suara manja Tia itu didengar Evi saat ia berinisiatif menghubungi handphone kakaknya, Astuti (53) -ibu Tia- saat kecelakaan pesawat sudah marak diberitakan.
Astuti bersama suaminya, Suriadi ( 50) dan Tia merupakan penumpang pesawat naas yang berangkat dari Bandara Polonia, Medan, Kamis (29/9/2011) sekira pukul 07.00 WIB itu.
"Halo..halo..ma, mama, ada telepon," ucap Evi menirukan perkataan Tia ketika itu.
Evi mengenal betul suara di balik telepon itu adalah suara keponakan tercintanya. Ketika itu, tak ada suara apa pun di sekeliling Tia, semuanya hening, termasuk tak ada jawaban dari Astuti maupun Suriadi.
Keheningan pun berlanjut dengan terputusnya sambungan telepon itu, dan hingga jasad ketiganya ditemukan, handphone Astuti tak bisa dihubungi.
Nasib tragis yang dialami Tia bersama kedua orangtuanya itu berdampak dengan perubahan pada kakak Tia, Yeni (27) yang tak bernafsu menelan sebutir nasi pun. Meski mengaku sudah mengikhlaskan kepergian adik dan orangtuanya, wanita manis ini tetap menyesalkan lambannya kinerja tim penyelamat.
"Sejak hari pertama posisi pesawat sudah diketahui, seandainya langsung dievakuasi, mungkin adik sama orangtusa saya masih hidup," kata Yeni yang ditemui di kediamannya, Jalan Karyadarma, Medan Johor, Sabtu (1/10/2011) malam.
Apa yang dirasakan Yeni dan Evi ternyata juga dirasakan Silvia, putri pasangan dr Suhelman dan Juli Dhaliana. Silvia mendesak pihak terkait bertanggung jawab atas kematian kedua orangtuanya, yang diyakininya meninggal karena kelaparan dan kedinginan.
Mereka sepakat, bila ada responsif dari pihak yang terlibat dalam penyelamatan itu, hingga hari ini seluruh penumpang itu masih berkumpul dengan keluarga masing-masing.
"Tapi saya sadar, semuanya sudah ketentuan Allah SWT. Innalillahi wainailaihirojiun," kata Silvia sembari menahan tangis.