Kamis, 2 Oktober 2025

Ramadan 2025

Merawat Kemabruran Puasa, Memaknai Kisah Nabi Ayyub, Sosok yang Disebut Shabir oleh Allah SWT  

Yang menarik untuk diperhatikan dari kisah ini ialah, Allah SWT menyebut Nabi Ayyub sebagai orang yang shabir, bukan mashabir, atau shabur. 

TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN
Menteri Agama RI Nasaruddin Umar melakukan sesi wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di Sutdio Tribun Network, Jalan Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (28/1/2025). Dalam wawancara tersebut, Nasaruddin Umar banyak membahas penyelenggaraan ibadah haji. TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN 

Bahkan bekas-bekas luka pun tidak tampak pada diri Nabi Ayyub. 

Ia lalu sembah sujud kepada Allah SWT dan bersyukur atas diakhirinya seluruh cobaan pada dirinya.


Ketika Nabi Ayub masuk kembali ke perkampungan di dalam kota dengan wajah tampan seperti semula, maka semua orang memujanya, termasuk istrinya. 

Namun karena sudah terlanjur bersumpah akan mencabuk istrinya kalau ia kembali sembuh, maka ia diminta Allah SWT untuk menunaikan sumpahnya tanpa menimbulkan rasa sakit pada istrinya:

“Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya)”. (Q.S. Shad/38:44). 


Yang menarik untuk diperhatikan dari kisah ini ialah, Allah SWT menyebut Nabi Ayyub sebagai orang yang shabir, bukan mashabir, atau shabur. 


Di dalam Alquran ada tiga istilah yang sering digunakan Allah, yaitu shabir, mashabir, dan shabur.

Kata shabir menunjukkan kepada orang yang sabar, tetapi kesabarannya masih temporer, masih memberi batas, dan sewaktu-waktu masih bisa lepas kontrol sehingga kesabaran menjadi lenyap. 

Sedangkan kata mashabir berarti orang yang sabar dan kesabarannya bersifat permanen tanpa batas. 

Kalau ada orang yang membatasi kesabaran dalam kurun waktu tertentu, seperti ungkapan “tapi kesabaran kan punya batas”, maka orang itu belum masuk ketagori mashabir.

Sedangkan shabur hanya berlaku untuk Allah SWT. Karena itu, salahsatu sifat Allah yang ditempatkan dalam asma’ yang terakhir ialah al-Sabur.

Allah SWT disebut al-Shabur karena Ia sama sekali tidak terpengaruh dengan ulah dan tingkah laku hamba-Nya. 

Sekufur dan sedhalim apapun hambanya Ia tetap tidak bergeming dan tetap bersedia untuk memaafkannya. Ini bukntinya, bahwa Allah SWT sebagai Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved