Ramadan 2019
Aksi Solidaritas Pasca Serangan di Masjid Christchurch Mengantar Lovelady Jadi Mualaf (Bagian I)
Megan terus berpetualang untuk mencari tahu tentang Islam, sampai akhirnya dia memutuskan untuk masuk Islam.
"Ketika mendengar imam membacakan Quran, rasanya sungguh menakjubkan," ujarnya.
"Sesuatu telah bergerak di dalam dadaku. Aku pernah merasakan itu hanya sekali sebelumnya, tetapi tidak sebesar ini."

Peristiwa itu terjadi pada saat Megan berusia 15 tahun, saat itu dia tengah dibaptis di sebuah gereja Kristen.
Waktu itu dia merasakan getaran energi yang sama di hatinya, tetapi tidak sekuat sekarang.
Seolah-olah ada sesuatu yang berkata, "Hei, aku ada di sini … tetapi engkau belum menemukannya dengan jelas."
Tak lama setelah pembacaan Alquran, ratusan Muslim salat dan bersujud.
Bagi Megan, itu adalah sebuah pemandangan yang sangat emosional, dia ingin ikut salat bersama mereka.
Tetapi, "Aku tidak tahu caranya. Jadi aku hanya berdiri di sana dengan hijabku, dan menangis."
Setelah kejadian itu, Megan ingin tahu lebih banyak tentang Islam.
Selain itu, dia juga memang sangat ingin membantu komunitas Muslim yang menderita setelah serangan itu.

Megan lalu mendatangi tempat pusat pertemuan keluarga korban penembakan, di sana dia mencari-cari wanita berhijab yang berada di luar gedung, untuk menanyakan bagaimana caranya agar dia bisa membantu.
Namun di luar dia tidak bertemu dengan siapapun.
Megan lalu berbicara kepada petugas kepolisian yang bersenjata yang sedang berjaga.
"Aku bertanya kepadanya bagaimana kami dapat membantu orang-orang ini. Dia menatapku dengan aneh dan tersenyum kecil. ‘Masuk saja,’ katanya. Aku seperti, ‘Memangnya aku boleh masuk begitu saja?’ Aku sangat terkejut bahwa ternyata sesederhana itu." (ganaislamika/PH)
Artikel ini telah tayang di ganaislamika dengan judul Megan Lovelady (1): Gelombang Hijab di Selandia Baru