Ramadan 2012
Tetap Produktiv Selama Puasa
MASUK lebih lambat, pulang lebih cepat. Itulah jam perkantoran di Indonesia yang biasa diberlakukan selama bulan Ramadan.
HM Cholil Nafis Lc PhD
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU
MASUK lebih lambat, pulang lebih cepat. Itulah jam perkantoran di Indonesia yang biasa diberlakukan selama bulan Ramadan. Ini terjadi karena adanya persepsi bahwa produktivitas kerja seseorang di kala puasa itu menurun dibanding hari biasa.
Logika yang dibangun seperti ini adalah: orang kerja butuh energi. Nah, energi dapat diperoleh melalui asupan makanan. Maka, jika orang berpuasa, berarti energi berkurang karena nihilnya asupan makanan.
Jadi, kesimpulannya, orang yang berpuasa tidak punya energi yang cukup untuk meningkatkan produktivitas kerja. Berarti orang berpuasa itu lemas, malas, tidak produktif, dan tidak berprestasi.
Apa iya begitu? Ini jelas kesimpulan yang salah. Dalam sejarah peradaban Islam, umat Islam tetap berprestasi meski sedang berpuasa. Bulan Ramadan tak menghalangi sedikit pun langkah umat Islam untuk terus produktif dan meraih prestasi.
Lihat saja sejarah kemenangan Islam dalam pertempuran Badar yang terjadi pada 17 Ramadan 2 Hijriah. Jelas tak masuk akal. Dari segi kuantitas, umat Islam kalah jauh: satu banding tiga. Apalagi dari sisi kondisi, medan padang pasir yang panas tentu saja membuat tenaga terkuras dan dahaga melanda.
Tapi, apa yang terjadi? Kemenangan ada di pihak umat Islam meski mereka sedang berpuasa.
Ini menunjukkan, puasa tidak menghalangi umat Islam untuk tetap produktif dan tidak loyo. Prestasi umat Islam di kala berpuasa kembali terjadi pada 10 Ramadan 8 Hijriah.
Umat Islam yang dipimpin oleh Rasulullah Muhammad berhasil menaklukkan kota Mekah (fathu makah) tanpa ada pertumpahan darah.
Sepeninggal Rasulullah Saw, bulan Ramadan selalu saja dihiasi dengan prestasi umat Islam dan kemenangan spektakuler. Antara lain: ekspansi Islam di Spanyol terjadi pada Ramadan tahun 91 Hijriah (710 Masehi), kemenangan besar Perang Salib (584 Hijriah/1188 M), dan kesuksesan umat Islam melawan Tartar (658 Hijriah/1168 Masehi).
Bahkan, bangsa Indonesia yang dihuni mayoritas umat Islam ini telah berhasil memproklamasikan kemerdekaannya pada hari Jumat, 9 Ramadan 1364 Hijriah, yang bertepatan dengan 17 Agustus 1945 Masehi.
Beberapa kenyataan sejarah tersebut jelas membantah kesimpulan instan di atas. Satu sisi memang benar, kurangnya asupan makanan akan mengurangi energi. Tetapi pada ranah lain, kegiatan makan dan minum secara berlebihan dan tanpa aturan justru bukan memicu seseorang untuk bekerja lebih baik, tapi malah dapat menurunkan produktivitas.
Bila pola konsumsi ini yang diterapkan, maka energi dan produktivitas tidak akan linier dengan asupan makanan. Orang tersebut malah akan terperosok menjadi makhluk konsumtif alias menjadi budak atas kebutuhannya sendiri.
Hal ini juga dibuktikan dengan adanya kisah dalam Al Quran. Allah menunjukkan, betapa orang yang minum sedikit itu jauh lebih kuat daripada yang minum berlebihan. Kisah ini tepatnya termaktub dalam surat al-Baqarah ayat 249.
Alkisah, Raja Thalut terpaksa harus meladeni kesombongan Raja Jalut di medan perang. Pada saat pasukan Thalut lelah berjalan menuju lokasi pertempuran, Thalut menyerukan kepada pasukannya,
"Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sebuah sungai. Maka siapa di antara kamu yang meminum airnya (secara berlebihan), maka dia bukanlah pengikutku. Barang siapa tidak minum, kecuali menyiduk seciduk tangan (sekadar melepaskan dahaga dan menguatkan badan), maka ia adalah pengikutku."
Ketika sampai di sungai, mayoritas tentaranya tidak tahan melihat air. Mereka berhamburan ke sungai dan minum sepuasnya. Hanya sedikit yang menaati perintah raja. Perjalanan pun dilanjutkan hingga pasukan Thalut berhadap-hadapan dengan pasukan Jalut. Apa yang terjadi?