Pilpres 2019
Demokrat Minta Anies Baswedan Tiru AHY, Gerindra: Mas Anies Gak Ingin Jadi Menteri
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief menyebut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan hanya main aman. Ini balasan Gerindra.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief menyebut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan hanya main aman.
Sebab, katanya berbeda dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Anies Baswedan dianggap cenderung diam saat kubu 02 menyatakan kemenangan 62 persen di Pilpres 2019, dan menolak hasil hitung KPU.
Menurutnya, putra sulung SBY itu langsung tampil menengahi perseteruan quick count dengan menyambangi Istana Negara.
“Di saat 02 klaim menang 62 persen dan kini versi revisi 54 persen dan 01 dinyatakan menang oleh quick count, AHY adalah orang yg pertama yg menyatakan sebaiknya semua pihak menunggu 22 Mei,” cuitnya lewat akun @AndiArief, Kamis (16/5/2019).
"Dia dibully dan dituduh penghianat, hanya karena mengajak hidup benar,” sambungnya.
Menurut Andi Arief, hal inilah yang tidak dilakukan tokoh lain di kubu 02.
Baca: Rumah Junaidi Ambruk Diterjang Longsor
Baca: 4 Restoran di Jakarta untuk Buka Puasa Bareng Keluarga
Baca: 5 Hari Jelang Pengumuman Hasil Pilpres 2019, Total Data Masuk Real Count 87,07%, 5 Daerah Sudah 100%
Baca: Gugat Cerai Suami, Sidang Perceraian Tata Janeeta Sudah Berjalan
Untuk menyadarkan orang banyak, kata Andi Arief, memang butuh risiko bagi tokoh politik seperti AHY yang berani melakukan sesuatu.
"Seharusnya @aniesbaswedan kawan saya juga jangan diam dan bertahan pada main aman. Ada yg mengganggu akal sehat namun diam, dimana kemanusiaan kita?," tulisnya.
Di saat tokoh-tokoh tua, para purnawirawan jenderal, intelektual, serta tokoh agama terbelah-belah, papar politikus asal Lampung itu, maka kewajiban orang muda yang waras dan berani mengambil risiko untuk berupaya menyatukannya kembali.
Reaksi Gerindra
Politisi Gerindra yang juga anggota Badan Komunikasi DPP Gerindra, Andre Rosiade, membalas pernyataan tersebut dan mengaku merasa aneh dengan pernyataan Demokrat.
Agak aneh kalo orang Demokrat memaksa atau menyentil mas Anies Baswedan untuk hadir di pertemuan Bogor yg dihadiri oleh para Kepala Daerah pendukung Jokowi dan yang mengincar jadi Menteri dalam kabinet pak Jokowi," katanya kepada wartawan.

Andre juga mengungkit Pilgub DKI, ketika Anies diusung Gerindra dan PKS. Sedangkan Demokrat mengusung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)-Sylviana Murni.
"(Prabowo) nggak (larang). Tapi aneh kan. Mas Anies nggak didukung Demokrat, kok dia maksa-maksa. Apa hak Andi Arief."
"Mas Anies Baswedan tidak didukung Demokrat, tapi kok mereka bawel karena Gububernur DKI fokus bekerja, bukan kampanye Pilpres seperti Kepala Daerah yang hadir di Bogor kemarin. Lagi pula Mas Anies enggak ingin ngelamar jadi Menteri," kata Andre.
Pernyataan AHY
Sebelumnya, Komandan Kogasma Partai Demokrat AHY meminta Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi menempuh jalur Mahkamah Konstitusi (MK), dalam mengatasi dugaan kecurangan hasil Pilpres 2019.
AHY mengatakan, setiap Pemilu tidak pernah sederhana dan selalu saja hadir berbagai dinamika serta permasalahan.
Sehingga, jika ada pihak yang menemukan kecurangan dalam proses Pilpres 2019, maka adukan hal tersebut dengan cara-cara yang konstitusional.
"Kalaupun masih ada yang belum sepakat dengan hasil tersebut (pengumuman KPU nanti), masih tersedia ruang proses yang bisa dilalui, tiga hari setelah tanggal 22 Mei bisa melakukan gugatan kepada MK. Tentunya disertakan bukti," papar AHY, Rabu (15/5/2019) sore.
Ia menegaskan, Partai Demokrat sejak awal menjaga komitmen dan jati diri sebagai partai yang benar-benar menggunakan cara yang konstitusional, termasuk dalam kompetisi politik.
"Kami menjunjung tinggi norma dan etika dalam berpolitik dalam berdemokrasi. Kami juga mencegah keterlibatan kader-kader kami dalam segala bentuk niat atau apalagi tindakan yang inkonstitusional," papar AHY.
Waketum PAN
Dari partai koalisi Partai Amanat Nasional (PAN), Wakil Ketua Umum, Bima Arya Sugiarto juga memiliki suara yang berbeda dengan Prabowo.
Bima Arya yang merupakan elite PAN mengatakan seharusnya tetap mentaat konstitusi, dengan membawa laporan ke MK.
"Bagaimanapun, kita harus taat konstitusi. Kalaupun ada persoalan, ya digugat ke MK. Ya kalau bukan hukum yang berbicara, mau bagaimana lagi caranya?"
Baca: Prabowo Tolak Hasil Pemilu 2019, Jokowi Serahkan ke KPU, Ini Respons Sandiaga, Demokrat hingga KPU
Baca: Prabowo Tolak Hasil Penghitungan Suara KPU, Begini Respons Jokowi
"Kita harus berpegang pada konstitusi kita, pada undang-undang kita," ujar Bima saat dijumpai di Balai Kirti, Kompleks Istana Kepresidenan, Bogor, Rabu (15/5/2019) malam.
"Iya, harus jalur MK. Jalur apalagi selain jalur MK? Ya ruangnya itu. Akan elegan apabila ya semuanya diselesaikan secara hukum yang berlaku," ujar Bima.
Akan tetapi ia mengaku tidak memiliki akses ke BPN karena tidak terlibat.
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera turut menyatakan hal yang sama.
Ia menegaskan, keputusan koalisi nantinya akan tetap berada dalam koridor demokrasi dan konstitusional, Kamis (16/5/2019).
Baca: Arsul Sani Sebut Tindakan Prabowo Tolak Hasil Pemilu 2019 Akan Membuatnya Dikenang oleh Sejarah
Baca: Prabowo Tolak Hasil Pilpres, TKN: Tidak Siap Kalah hingga KPU Heran
"Apapun keputusan Koalisi Adil Makmur sesuai asas pendiriannya bergerak dalam koridor demokrasi dan konstitusional," ujar Mardani saat dihubungi, Kamis (16/5/2019).
Terkait sepakat atau tidak dengan pernyataan tersebut, Mardani tak memberikan jawaban pasti.
Mardani hanya menyebutkan bahwa partainya masih terus mencermati proses pemilu hingga KPU mengumumkan hasil rekapitulasinya pada 22 Mei 2019 dan juga opsi untuk mengajukan gugatan ke MK.
"PKS terus mencermati proses Pemilu 2019. Kita masih punya waktu hingga 22 Mei dan opsi ke MK. Semua keputusan akan selalu dimusyawarahkan bersama," kata Mardani.