Sabtu, 4 Oktober 2025

Pilpres 2019

PPATK Akan Telusuri Dugaan Penggunaan Dana Asing dalam Kampanye Pilpres 2019

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terus menelusuri sumbangan dana asing untuk kampanye peserta Pilpres 2019.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Danang Triatmojo
Diskusi bertema Mengawal Integritas Pemilu, Hak Pilih, Akuntabilitas Dana Politik, dan Penegakkan Hukum Pemilu di Hotel Ashley, Jakarta Pusat, Jumat (5/4/2019). 

Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terus menelusuri sumbangan dana asing untuk kampanye peserta Pilpres 2019.

PPATK melakukan pengawasan ketat terhadap transaksi keuangan terkait sumbangan dana kampanye, baik itu dari perorangan ataupun perusahaan asing.

Deputi Pemberantasan PPATK, Firman Shantyabudi menjelaskan, butuh waktu cukup lama untuk mengungkap transaksi ilegal yang dilakukan peserta Pilpres 2019.

Baca: Sandiaga Uno Sebut Menkeu Sri Mulyani akan Lebih Hebat Kalau Berada di Pemerintahan yang Kuat

"Sepanjang bisa ditemukan tentu kami akan mencari keterkaitan istri dan anaknya. Akan kita lihat, tentu kami butuh waktu," kata Firman dalam diskusi 'Mengawal Integritas Pemilu, Hak Pilih, Akuntabilitas Dana Politik, dan Penegakkan Hukum Pemilu' di Hotel Ashley, Jakarta Pusat, Jumat (5/4/2019).

Ketika ditanya seputar dugaan aksi korporasi perusahaan asing yang tercatat di Panama Papers mengalirkan dana kepada peserta Pilpres 2019, PPATK belum bisa langsung bertindak.

Sebab mereka harus lebih dulu melihat apakah aliran dana itu bersifat legal atau ilegal.

Baca: Alan Macau Pemandu Wisata yang Fasih Bahasa Indonesia dan Jawa

"PPATK harus melihat uang yang di luar sana itu waktu dari Indonesianya uang yang legal atau ilegal," katanya.

Kata dia, PPATK tidak akan tinggal diam soal perkara dugaan transaksi mencurigakan dalam Pilpres 2019 yang melibatkan perusahaan asing.

Mereka akan menelusuri dan membaca dugaan tersebut usai pemungutan suara di Pilpres 2019 selesai dilangsungkan.

"PPATK bisa menelisik uang itu bisa masuk atau tidak, tentunya akan ada tindaklanjut dengan aparat penegak hukum," ujar Firman.

Terkait perbedaan pernyataan Cawapres nomor 02 Sandiaga Uno dengan Bendahara Umum BPN Thomas Djiwandodo perihal dana kampanye yang sudah dipergunakan, Komisioner KPU RI Hasyim Asyari menjelaskan penggunaan dana kampanye untuk paslon Pilpres 2019 belum seluruhnya dilaporkan.

Baca: KPU Ungkap Kelemahan Aturan Penggunaan Dana Asing dalam Kampanye Pilpres 2019

Sebab, Laporan Akhir Dana Kampanye atau Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) akan diserahkan peserta Pilpres kepada KPU paling lambat 14 hari sejak pemungutan suara dilakukan.

Artinya, tanggal 2 Mei 2019 adalah batas penyerahan LPPDK kepada KPU.

"Kan belum dilaporkan semua. Laporan dana kampanye akhir penerimaan dan pengeluaran itu nanti 14 hari setelah pemungutan suara. Jadi wajar saja kalau sekarang belum lengkap atau belum semua," kata Hasyim.

Kelemahan aturan

Komisioner KPU RI Hasyim Asyari menyebut sekalipun kandidat pasangan calon Pilpres 2019 mendapatkan aliran dana asing, hal itu tidak bisa dijadikan alasan untuk membatalkan kepesertaannya.

Sebab dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, tidak mengatur ketentuan soal sanksi administratif yang bisa membatalkan mereka sebagai peserta Pilpres.

Komisioner KPU RI Hasyim Asyari di Hotel Ashley, Jakarta Pusat, Jumat (5/4/2019).
Komisioner KPU RI Hasyim Asyari di Hotel Ashley, Jakarta Pusat, Jumat (5/4/2019). (Tribunnews.com/ Danang Triatmojo)

"Saya bilang Undang-Undang Pemilu kita tidak ada ketentuan sanksi administratif yang bisa membatalkan pasangan calon," ujar Hasyim Asyari dalam diskusi bertema Mengawal Integritas Pemilu, Hak Pilih, Akuntabilitas Dana Politik, dan Penegakkan Hukum Pemilu di Hotel Ashley, Jakarta Pusat, Jumat (5/4/2019).

Baca: Kronologi Pembunuhan Mbah Mentil oleh Kekasih Brondongnya Terungkap dalam Reka Ulang Kejadian

Namun, jika ada laporan dan ditemukan salah satu pasangan calon menerima sumbangan pihak asing, maka dana tersebut tidak boleh digunakan.

Kemudian pihak penerima harus menyetorkan dana yang didapat ke kas negara paling lambat 14 hari sejak dana diterima.

"Kalau ditemukan, pertama tidak boleh digunakan. Kedua, dilaporkan kepada KPU. Ketiga, disetorkan kepada kas negara paling lambat 14 Hari sejak diterimanya dana," kata Hasyim.

Persoalannya kemudian adalah kapan aliran dana itu diketahui.

Baca: Polisi Tangkap Terduga Teroris di Bandung Barat, 4 Polisi Terluka

Bila Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) mendapat informasi tersebut dan kemudian disampaikan ke KPU.

KPU dalam hal ini tidak bisa langsung mengeksekusi.

Mereka hanya bisa sebatas menyampaikan kepada Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk mengaudit laporan tersebut.

"KPU dalam hal ini tidak bisa kemudian langsung mengeksekusi. KPU hanya bisa menyampaikan kepada Kantor Akuntan Publik (KAP) yang ditunjuk untuk audit," terang dia.

Baca: Macau Tower Arena Melompat Tertinggi di Dunia Serta Rasakan Keseruan Memakai Pakaian Cina

Prinsipnya, Laporan Akhir Dana Kampanye atau Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) akan diserahkan peserta Pilpres ke KPU paling lambat 15 hari sejak pemungutan suara dilakukan.

Artinya, tanggal 2 Mei 2019 adalah batas penyerahan LPPDK tadi.

Usai dilaporkan ke KPU, KAP sebagai auditor baru bisa menjalankan tugasnya.

Namun, jika peserta Pilpres mendapat aliran dana asing, hal paling mungkin terjadi ialah dana tersebut pastinya sudah digunakan dalam masa kampanye.

Baca: PPATK: Asuransi Kecelakaan Jadi Modus Caleg Lakukan Politik Uang

Dalam kondisi ini, pertanyaannya adalah kapan dana asing itu disetor ke kas negara?

"Terus kapan menyetorkannya ke kas negara apakah bisa ditagihkan dan seterusnya? Itu jadi problem," jelas Hasyim.

Sebab sekali lagi ia tekankan, UU Pemilu tidak mengatur soal sanksi administratif yang diterima peserta Pilpres 2019 jika memanfaatkan dana asing.

"Kalau ditemukan sumbangan dana asing bisa menjadikan calon presiden gugur, ketentuan undang-undang tidak ada yang mengatur (sanksi administratif)," kata dia.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved