Pilpres 2019
Pengamat Minta Jokowi dan Prabowo Stop Perang Diksi dan Narasi Dalam Kampanye
Diksi dan narasi yang muncul imbuh dia, seolah berhadap-hadapan antara poros yang satu dengan poros yang lain.
Karena itu, kata dia, kepada rakyat harus diberikan sajian diksi dan narasi yang berbasis fakta, data, bukti dan argumentasi yang kuat.
Perang narasi dan diksi yang terjadi hingga kini, menurut dia, sama sekali jauh dari tujuan kampanye dalam suatu kontestasi politik yang mencerdaskan rakyat dan mendorong rasionalitas menentukan pilihan.
Baca: Majelis Hakim Vonis Anggota DPRD Sumut Tiaisih Ritonga 4 Tahun Penjara
"Sebab, dalam suatu kampanye politik yang mendidik, sejatinya berlomba-lomba menawarkan visi, misi dan program yang terukur secara kuantitatif serta mampu menciptakan suasana tenang dan damai secara kualitatif. Bukan menimbulkan suasana “panas” di tengah masyarakat," jelasnya.
Untuk itu, diaa menyarankan kepada kedua kubu paslon pilpres 2019 agar materi dan pesan kampanye berbasis pada kemasan pesan rasional.
Pada petahana, sejatinya mengemukakan ke ruang publik semua tahapan proses dan keberhasilan pembangunan yang dilakukan serta program yang belum terrealisasikan yang disertai alasan yang kuat pula.
Selanjutnya, kubu petahana, menawarkan visi, misi dan program di semua aspek kehidupan, lima tahun ke depan.
"Program ini harus terukur, baik dari sumber-sumber pendanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi dan disajikan dalam time schedule yang konkrit," paparnya.
Pada kubu penantang, dia menyarankan agar “membongkar” kelemahan setiap tahap pembangunan di semua sektor yang dilakukan oleh petahana selama ini, tetapi tetap berbasis data, fakta, bukti, dan rasionalitas.
Sebab, kata dia, tidak ada pemerintahan yang sempurna. Pasti ada kelemahan.
Tak kalah pentingnya, penantang menyajikan solusi jitu dan terukur pula.
Jika perlu, menurut dia, petahana menawarkan visi, misi dan program yang sangat-sangat terukur kepada rakyat, kelak bila mereka berkuasa lima tahun ke depan.
"Jika hal ini dilakukan oleh kedua kubu, maka terbangun ruang publik yang tidak dicemari oleh perang diksi dan narasi seperti yang terjadi hingga saat ini," ujarnya. (*)